BAB 27

2.2K 348 0
                                    


"Pikirkan ulang lagi, Dahayu. Jangan pernah bersikap seperti tadi siang di kantor untuk lain kali. Bli tidak suka." Kedinginan begitu sangat jelas ditunjukkan Wirya, baik dalam suara maupun ekspresinya.

Sementara, Dahayu tampak tak takut sama sekali berhadapan dengan kakak sulungnya itu. Masalah mereka masih terus berlanjut, pembahasan tetaplah sama. Mengenai perceraian yang harus segera diputuskan olehnya. Dan, ia memilih untuk tidak melakukannya.

"Aku tidak perlu memikirkan ulang, Bli. Aku akan mempertahankan pernikahan kami." Ketegasan Dahayu tekankan pada ucapannya. Tidak ada keraguan diperlihatkan wanita itu.

Selepas Dahayu selesai dengan kata-katanya, maka keheningan dalam sekejap saja telah berhasil mengganti suasana hangat yang semula melingkupi acara makan bersama antara Dahayu, Wirya, Wira, dan juga Latri di rumah kakak sulungnya malam ini.

Giri tak ikut bergabung. Bukan karena Dahayu sengaja tidak mengajak sang suami. Akan tetapi, pria itu memang sedang memiliki urusan lain yang lebih penting. Begitu sekiranya pikir Dahayu, ketika Giri langsung menurut akan perintah sang ayah angkat untuk bertemu disaat mereka berdua berada di kantor kakak sulung Dahayu siang tadi.

"Jangan pernah menunjukkan sikap membantahmu di depan Bli. Itu sama sekali tidak sopan." Wirya lalu mengeluarkan peringatan sebagai bentuk ketidaksukaan dengan sifat adik bungsunya.

"Bli juga tidak usah menyuruhku bercerai terus. Waktu itu aku memang ingin berpisah. Tapi, tidak untuk sekarang." Dahayu masih begitu kukuh bertahan pada keputusan awal.

"Ck, apa yang kalian harapkan dalam pernikahan itu? Ingat, Dahayu. Semua cuma demi bisnis keluarga kita," ucap Wirya seraya semakin meninggikan suaranya.

"Jika sudah tidak bisa saling memberi keuntungan, kita harus menyingkir atau bahkan memutus hubungan yang ada dengan mereka. Salah satu caranya yaitu bercerai dan mengakhiri pernikahan kalian." Kilatan amarah tampak pada kedua mata Wirya saat meneruskan argumennya.

Pria itu tidak akan pernah suka jika dilawan untuk segala sesuatu yang tidak dikehendakinya. Termasuk juga perlawanan dari Dahayu yang akhir-akhir ini sering dilakukan di hadapan dirinya.

"Jaga emosi kamu, Wi. Tolong jangan berkata seperti itu pada Dahayu. Dia punya hak ingin mempertahankan pernikahan bersama Giri." Latri pun bersuara kali ini guna membela sang adik ipar.

"Apakah suami-istri dilarang saling mencintai hanya karena pernikahan mereka bertujuan untuk kerja sama dan bisnis belaka?" Latri terlihat belum puas dan dilanjutkan dengan meluncurkan sebuah pertanyaan. Ia bisa memahami bagaimana perasaan Dahayu dan tak akan keberatan dalam memberi dukungan kepada adik iparnya.

Wirya berdecak pelan, lalu tatapannya telah difokuskan pada sang istri yang baru dua minggu ia nikahi itu. Kilatan emosi kian tampak di sepasang mata tajam Wirya. Ia benar-benar sedang ingin diuji.

"Bukankah pertanyaan tersebut lebih baiknya kamu jawab dulu, Latri? Apa kamu sendiri sudah bisa mencintai suamimu ini secara benar?" Wirya sengaja bertanya dalam nada sinis.

Dan ketegangan yang mendominasi di ruang makan semakin terasa kuat saat Wira tiba-tiba telah menggebrak meja dengan cukup keras sebab ia merasa begitu terganggu akan ucapan kakak sulungnya. Sorot mata tajam lantas Wira pusatkan ke arah kakaknya itu.

"Lo paling tua di keluarga. Tapi, sama sekali nggak bisa buat mengayomi adik-adik lo. Dan malah besarin ego sama kemauan lo sendiri." Wira pun meluncurkan sederetan kalimat yang bernadakan sarkasme kepada kakak sulungnya tanpa tanggung-tanggung.

"Biarin Dahayu dan Giri yang nentuin nanti gimana pernikahan mereka. Lo nggak perlu ikut campur," lanjut Wira

coba untuk menyadarkan kakaknya dari bersikap egois tak berkesudahan.

"Diam, Wira!" Wirya segera bereaksi dengan mengeluarkan seruan marah.

Sementara itu, Dahayu yang mulai risi dan terganggu akan perdebatan dua kakaknya langsung beranjak bangun dari kursi dan tidak menghabiskan makanan di piringnya. Dan sebelum memutuskan untuk pergi, Dahayu akan mengutarakan keputusan serta keinginannya.

"Aku tidak akan bercerai dengan Giri, Bli Wirya. Aku harap Bli, Ayah dan juga Ibu bisa memahami apa yang sudah aku putuskan."

Dahayu pun tidak berkeinginan untuk menunggu jawaban kakak sulungnya. Wanita itu lantas mulai melangkahkan kaki secara bergantian, menjauh dari meja makan. Tapi, tak ada satu meter Dahayu berjalan. Rasa sakit teramat menyerang bagian perutnya sehingga mengakibatkan wanita itu terjatuh ke lantai.

Kekagetan yang cukup hebat seketika melanda Dahayu setelah menyaksikan bagaimana warna darah merah segar mengalir turun dari kedua kakinya. Rasa khawatir menyergap Dahayu kemudian. Terkhusus tentang kondisi calon bayinya.

"Dahayu!" Terdengar seruan yang bersama-sama dikeluarkan oleh Wirya dan Wira pasca menyaksikan apa yang tengah terjadi dengan adik bungsu mereka.

"Tolong selamatkan anakku, Kak. Aku tidak mau kehilangannya," pinta Dahayu disertai deraian air mata pada kakak sulungnya yang kini telah meraih dan menggendong tubuhnya.

....................

Suami Yang DibenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang