.....................
"Pakailah ini, Giri." Dahayu langsung memberikan jaket kulit warna hitam yang baru ia ambil kepada pemiliknya.
"Kamu ke dalam cuma untuk mengambil jaketku? Makasih, Da."
Setelah menunggu hampir selama 5 menit, Giri pun senang akhirnya bisa melihat sosok sang istri kembali dari kamar dan kini duduk di sampingnya.
Apa yang berada di tangan wanita itu sebenarnya menjadi pusat perhatian Giri sebentar.
Manakala Dahayu memberikan benda tersebut padanya, barulah Giri menyadari jika wanita itu pergi ke dalam guna mengambil jaketnya. Giri tak menampik bahwa ia merasa bahagia dengan perlakuan Dahayu.
"Gosokan ini di hidung kamu biar hangat. Hidung kamu mulai memerah. Aku rasa itu efek alergi." Dahayu lalu menyerahkan botol minyak kayu putih kepada suaminya.
"Makasih, Da," ucap Giri sekali lagi atas bentuk perhatian Dahayu. Ia kemudian mengambil benda tersebut dari tangan istrinya dan ditaruh di lengan kursi.
"Ke..kenapa kamu malah kasih jaket ini padaku?" Dahayu benar-benar masih keheranan dengan aksi Giri yang memakaikan jaket ke badannya secara mendadak.
"Supaya nggak kedinginan."
Dahayu menatap cukup lekat ke arah suaminya yang sekarang tengah memamerkan senyuman tulus serta terlihat begitu menawan. "Aku bisa tahan dengan udara dingin. Aku juga tidak memiliki alergi."
"Untuk anak kita. Biar di dalam sini, dia nggak perlu kedinginan," balas Giri seraya menaruh tangan di atas perut istrinya yang rata.
Dahayu seketika terbawa perasaan karena perlakuan yang dirinya terima dari Giri. Senyum Dahayu tampak tercipta lebih natural dan alamiah, tak ada kesan dipaksakan.
"Anak kita tidak akan kedinginan, Giri. Aku akan menjaganya."
"Terima kasih, Dahayu," ujar Giri penuh ketulusan. Dan sebuah ciuman yang dalam lalu ia berikan tepat di dahi istrinya, dilanjutkan dengan dekapan hangat.
"Aku yang harusnya mengucapkan makasih ke kamu, Giri. Terima kasih untuk semuanya," balas Dahayu sembari membalas pelukan suaminya.
.........
Hal pertama yang Dahayu saksikan saat masuk ke dalam kamar adalah senyum mengembang milik Giri, tetapi bukan tertuju padanya. Dan dari kedua indera penglihatan wanita itu, suaminya tampak tengah memegang serta memandangi dengan sorot cukup serius sebuah benda di tangan.
Ketika Dahayu memerhatikan lebih detail lagi, ternyata benda tersebut merupakan hasil USG pemeriksaan di dokter spesialis kandungan tadi siang. Sempat muncul pertanyaan dari mana Giri mendapatkannya. Tapi, sedetik kemudian Dahayu ingat bahwa ia sendiri yang memberikan pada pria itu.
"Sudah selesai menelepon Kak Latri, Da?" tanya Giri manakala menyadari kehadiran istrinya di dalam kamar.
Dahayu hanya mengangguk pelan sebagai jawaban. Ia lantas berjalan dengan langkah tidak begitu cepat menuju sofa yang terletak di salah satu sudut ruangan, dimana suaminya sedang duduk. Kontak mata pun terjadi di antara mereka.
Dua manik cokelat Giri tidak ingin teralihkan dari sosok Dahayu yang sudah ikut duduk di sebelahnya. "Apa besok pagi kita harus balik ke rumah, Da?" Pertanyaan lain lalu dilontarkan Giri agar obrolan mereka berdua tak terputus.
"Tidak. Aku sudah meminta Kak Wina untuk menemani Kak Latri ke butik."
"Kamu punya rencana mengajakku pergi ke suatu tempat selain vila ini besok pagi, Giri?" Kini Dahayu yang balik bertanya dengan dilengkapi tatapan yang sarat akan keingintahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Yang Dibenci
General Fiction[Follow akun ini dulu agar bisa membaca part privat berisi adegan dewasa] "Kamu nggak akan membunuh anakku 'kan, Dahayu? Kamu boleh membenciku, tapi ti--" "Apa kamu pikir aku adalah ibu yang jahat dan tega membunuh calon bayinya sendiri?" "Jika pun...