"Belum tidur, Da?"
Sebuah pertanyaan yang dialunkan oleh suara berat Giri, langsung dapat memindahkan atensi Dahayu dari buku yang dibacanya menuju wajah sang suami. Terlihat raut kelelahan sangat kentara di sana.
Rasanya Dahayu ingin menggali jauh ke dalam dari penyebab utama yang menciptakan sorot tak bercahaya pada dua manik mata suaminya itu. Ada kejanggalan yang tak mampu Dahayu terjemahkan dengan cepat, sekeras apa pun ia tengah mencoba.
"Aku menunggumu, Giri."
"Menungguku? Apa ada yang mau kamu bicarakan denganku, Da? Apa itu?" Nada serius terselip dalam suara Giri ketika mengonfirmasi hal yang ingin ditanyakan istrinya.
Dahayu mengulas senyum tipis, tapi terlihat tak terpaksa. "Jangan tengang begitu, Giri. Aku tidak akan bertanya macam-macam. Bahkan, tidak ingin menanyakan apa-apa."
"Duduklah dulu di sini," pinta wanita itu lembut.
Dahayu juga memberikan isyarat menggunakan tepukan-tepukan tangan supaya sang suami mengambil tempat di tepian tempat tidur, tepat di samping dirinya yang sedang duduk di atas kasur dengan dua kaki lurus ke depan dan punggung yang menyandar di kepala ranjang.
"Ada apa, Da? Apa kamu benar-benar ingin bertanya? Katakan saja, aku pasti menjawabnya."
Dahayu menggeleng pelan. Wanita itu tak berhenti melekatkan tatapan pada sosok sang suami yang sudah duduk di sebelahnya. "Ya. Aku tidak ingin bertanya apa-apa."
"Bukankah seharusnya aku yang menanyakan bagaimana keadaanmu, sekarang?" Dahayu meneruskan ucapannya.
"Apa yang sedang kamu maksud, Da?" Giri sama sekali tidak mengerti akan arah pembicaraan mereka.
"Aku tahu kamu baru saja menelepon orangtua kandungmu, Giri. Terjadi sesuatu 'kah?" Dahayu pun segera menyasar pada topik yang memang ingin diketahuinya.
"Tidak, Da. Bukannya aku tidak ingin cerita. Cuma saat ini aku butuh waktu untuk menenangkan diri sebentar."
"Aku tidak akan memaksamu cerita sekarang, Giri. Tapi, kapan pun kamu ingin bercerita, aku pasti akan siap mendengarkan," ujar Dahayu serius namun tetap dengan suara yang terkesan lembut.
Sementara itu, Giri tidak mampu menanggapi lebih dari memerlihatkan senyuman tulus dan juga anggukan kecil. Sebab, ia telah terhipnotis oleh sepasang mata milik istrinya yang memancarkan keteduhan.
Tanpa disadari pula, Giri semakin mempersempit bentangan sisa jarak di antara dirinya dan Dahayu. Wajahnya kian mendekat. Tdak berselang lama, bibir mereka pun menyatu.
Giri hanya sebatas menempelkan bibir mereka awalnya. Tapi kemudian, ia mulai hanyut terbawa perasaan dan suasana intim. Pagutan demi pagutan lembut lantas Giri lakukan di bibir istrinya.
Tak tampak penolakan yang Dahayu perlihatkan. Wanita itu bersedia untuk membalas ciuman suaminya dengan kelembutan. Dahayu seakan-akan juga dapat ikut merasakan apa yang dirasakan pria itu. Dan menimbulkan getaran tersendiri di dalam hatinya.
"Aku mencintaimu, Dahayu," ucap Giri sesaat setelah mengakhiri ciuman mereka. Lalu, dilanjutkan pemberian dekapan hangat. Giri menyempatkan diri untuk menghirup udara sebanyak mungkin, mengisi paru-parunya yang menipis oleh oksigen.
"Aku juga, Giri." Dahayu nyaman menempatkan kepalanya di bahu lebar Giri.
"Juga apa, Da? Aku tidak mengerti."
"Aku juga mencintaimu." Dahayu berusaha meyakinkan diri sendiri atas perasaan cintanya kepada pria itu.
Tubuh Giri tiba-tiba saja terasa kaku selepas mendengar ucapan istrinya. Pria itu sama sekali tidak pernah menyangka akam mendapat jawaban secepat ini dari Dahayu yakni tentang balasan perasaannya. Ia dilingkupi rasa bahagia.
"Ucapkan sekali lagi, Da," pinta Giri sekali lagi. Berharap jika dirinya tak salah dengar tadi.
"Aku mencintaimu, Giri."
...........
"Grista, apa aku harus selalu percaya pada Giri? Bagaimana jika dia hanya akan berbohong kembali?"
"Tidak, Da. Kamu tidak boleh ragu. Kamu harus memercayai Giri. Dia itu saudaraku. Dia tidak akan pernah tega untuk membuatmu benar-benar terluka."
"Ap...apa kamu mengizinkanku untuk mencintainya, Grista? Apa aku boleh menggantikan posisimu dengan Giri?"
"Iya, Dahayu. Aku pasti memberi izin. Ikuti suara hatimu. Aku akan bahagia selama kamu juga bisa bahagia di sana. Aku yakin kalau Giri pasti akan bisa menjagamu dengan baik."
Tetesan demi tetesan air mata Dahayu mengalir di kedua pipi tirus wanita itu. Ia tak kuasa untuk menampung terlalu lama di pelupuk matanya. Bukanlah sebagai sebuah ungkapan kesedihan, akan tetapi lebih kepada rasa bahagia dan lega yang bercampur menjadi satu.
Walau malam ini hanya bisa bertemu dan juga berbicara satu sama lain di alam mimpi, Dahayu merasa jika kehadiran sang mendiang kekasih begitu nyata bukan sekadar bayangan.
"Kenapa, Da? Kenapa menangis?"
Saat pertanyaan dari Giri menggema di kedua telinga, Dahayu tidak berniat sedikit pun untuk meredakan tangisan. Tak apa jika pria itu memergokinya dalam keadaan yang lemah karena deraian air mata.
"Menangislah, Sayang. Kalau hal itu bisa mengurangi beban yang kamu rasakan," ujar Giri seraya mendekap erat tubuh istrinya. Dan, tidak akan membiarkan Dahayu menangis atau menderita seorang diri. Tak peduli apa pun, ia berjanji akan senantiasa berada di sisi wanita itu.
"Giri. Aku mimpi Gristawan," beri tahu Dahayu disela air mata yang tak kunjung juga ingin berhenti keluar dari manik cokelatnya.
"Dia bilang apa, Da?"
"Grista berpesan jika aku harus selalu memercayaimu," ungkap Dahayu secara jujur.
"Aku juga meminta izin pada Grista agar aku bisa terus belajar mencintai dan menggantikan posisinya di hatiku denganmu, Giri." Wanita itu kembali meneruskan ucapannya.
"Terima kasih, Da. Aku benar-benar mencintaimu."
"Kalau kamu memang sungguh-sungguh mencintaiku. Berjanjilah bahwa kamu tidak akan pernah pergi meninggalku, Giri. Aku tidak ingin merasakan kehilangan lagi." Dahayu hanya memiliki satu permohonan dan berharap besar jika Giri akan mampu memenuhinya.
"Aku tidak akan meninggalkanmu, Da. Tidak akan ada yang pergi di antara kita berdua. Baik kamu ataupun aku. Kecuali memang Tuhan yang menghendaki kita harus mengambil jalan berbeda."
"Aku mencintaimu, Giri."
..........
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Yang Dibenci
General Fiction[Follow akun ini dulu agar bisa membaca part privat berisi adegan dewasa] "Kamu nggak akan membunuh anakku 'kan, Dahayu? Kamu boleh membenciku, tapi ti--" "Apa kamu pikir aku adalah ibu yang jahat dan tega membunuh calon bayinya sendiri?" "Jika pun...