BAB 26

2.6K 373 14
                                    


............

Kegugupan serta rasa was-was tampak nyata membayangi Dahayu sejak menginjakkan kaki di gedung bergaya arsitektur modern yang merupakan kantor perusahaan milik orangtuanya.

Dan apa yang masih mengganggu Dahayu semakin terasa bertambah manakala wanita itu sudah berdiri di pintu ruang kerja kakak laki-laki sulungnya, Wirya. Tubuh Dahayu kaku dan tak dapat bernapas dengan tenang.

Bukan tanpa didukung alasan yang jelas mengapa Dahayu merasakan hal demikian. Wanita itu sangat tahu tujuan utama sang kakak memanggil dirinya harus datang ke kantor siang ini juga.

Tak akan ada pembahasan mengenai bisnis maupun pekerjaan. Melainkan, urusan pribadi dan tentu berkaitan erat dengan nasib keluarganya di masa mendatang. Terutama tentang harta dan jalinan bisnis.

"Dahayu, kenapa kamu ada di sini?"

Dahayu langsung tertarik ke alam sadar setelah cukup lama larut dalam pikiran yang kian keras menciptakan asumsi-asumsi negatif. Wanita itu menolehkan kepala kepada si pemilik suara, suaminya sendiri.

"Kak Wirya memintaku untuk datang ke sini. Kamu juga, Giri?" Dahayu lalu menyasar pada apa yang memang ingin segera ingin diketahuinya, yakni keberadaan Giri di kantor sang kakak karena adanya perintah sama.

"Iya, Da. Bli Wirya memintaku juga datang. Katanya mau ngomongin sesuatu yang penting," jawab Giri jujur tanpa menyembunyikan apa pun.

Dahayu kembali dihadapkan oleh hampir bagian-bagian tubuhnya yang terus terasa kaku dan sulit digerakkan. Termasuk untuk mengukir senyuman sekalipun di hadapan suaminya kali ini.

"Kenapa, Da?" tanya Giri yang ingin mendapat jawaban atas penemuan kejanggalan di sepasang mata sang istri.

"Jangan masuk ke dalam. Kita berdua jangan menemui Kak Wirya sekarang, Giri." Dahayu mengeluarkan larangan dengan suara sedikit ditinggikan. Dan untung tak ada satu pun pegawai yang sedang melintas di sekitarnya. Bisa dipastikan jika Dahayu tidak akan jadi tontonan atau bahan obrolan.

"Kenapa jangan, Da? Kenapa aku tidak boleh bertemu Bli Wirya?" Giri belum memperoleh jawaban yang ia inginkan.

Alhasil, Giri terus saja berupaya mengulik lebih jauh. Meskipun, tadi dirinya sempat merasa begitu kaget dikarenakan Dahayu yang secara tiba-tibsa melarangnya menemui sang kakak ipar. Ia yakin bahwa Dahayu tengah menyembunyikan darinya.

"Akan aku beritahu di tempat lain, Bukan di sini. Tapi, aku minta kamu jangan temui Kak Wirya." Dahayu memberikan jeda sesaat guna kembali membangun kerileksan yang sejak tadi dikalahkan oleh rasa cemasnya.

"Aku juga tidak akan masuk ke dalam. Giri, Apa kamu dapat mengabulkan permintaanku ini?" Nada permohonan dalam suara Dahayu yang lembut.

Giri pun menganggukkan kecil, lantas ia menaruh kedua tangan di masing-masing bahy istrinya yang tampak tegang. "Baiklah, Da. Aku tidak akan bertemu Bli Wirya. Tapi, kamu harus mengatakan alasannya padaku."

"Aku pasti memberitahumu, Giri. Apa kita bisa pergi dari sini sekarang?"

Anggukan dengan gerakan pelan lalu dilakukan Giri untuk mengiyakan saja permintaan sang istri. "Bisa, Da." Pria itu tak lupa menyunggingkan senyum hangatnya.

Dahayu pun menyempatkan diri untuk menatap serius kedua mata suaminya yang memerlihatkan tanda tanya besar dan sekaligus kecemasan yang tengah diperuntukan pada dirinya. "Apakah kamu punya rapat atau pekerjaan di kantor yang padat?"

"Tidak, Dahayu."

"Apa kamu bisa menemaniku ke suatu tempat, Giri? Di sana, aku mau mencari ketenangan." Dahayu terlihat tak sungkan lagi-lagi mengutarakan sebuah permohonan.

Dan Giri harus menganggukkan kepala kembali untuk yang ketiga kali,menuruti permintaan Dahayu tanpa menunjukkan ada satu pun penolakan yang keluar. "Bisa, Da. Mau pergi ke mana?"

"Aku akan kasih tahu di mobil," balas Dahayu seraya meraih tangan kanan sang suami, kemudian wanita itu genggam dengan erat. Dahayu mulai dapat menyuguhkan senyuman di depan Giri, walau hanya tipis.

Ketika wanita itu hendak menuntun sang suami untuk bergegas pergi dan terus mengikuti kemana ia sedang agar berjalan sesegera mungkin dapat meninggalkan kantor kakak laki-laki sulungnya.

Dan, secara mendadak pula Dahayu harus cepat-cepat menghentikan langkah kedua kaki karena kehadiran sosok sang kakak yang kini berdiri dengan tubuh tegap tak sampai satu meter di hadapannya. Dahayu pun tak gentar mendapatkan lemparan tatapan tajam oleh sang kakak.

"Kenapa kalian belum masuk ke ruangan saya? Di dalam pengacara sudah menunggu." Wirya mengawali ucapannya dengan meluncurkan kalimat-kalimat bernadakan dingin.

"Maaf, pengacara untuk masalah apa, Bli Wirya?" konfirmasi Giri segera dalam gaya bicara yang sopan. Ia tiba-tiba diselimuti rasa penasaran.

"Pengacara untuk menangani masalah perceraian kalian nanti," jawab Wirya dengan volume suara yang dikecilkan agar tak dapat didengar selain hanya dirinya, Dahayu dan sang adik ipar. Walaupun memang tak ada orang lain di sekitar mereka bertiga saat ini.

"Perceraian?" ulang Giri seakan tak mampu memercayai apa yang baru ditangkap oleh kedua telinganya.

"Aku tidak akan pernah bercerai dengan Giri, Bli," tegas Dahayu. Penekanan sengaja wanita itu berikan di setiap kata.

"Apa yang kamu bilang barusan, Dik? Tidak mau bercerai?" Giliran Wirya yang tak dapat meyakini perkataan adik bungsunya itu.

"Aku tidak akan bercerai dengan Giri, Kak. Aku ingin mempertahankan pernikahanku. Aku tidak peduli akan kesepakatan yang sudah Bli, Ayah, dan Ibu lakukan dengan orangtua angkat Giri." Dahayu tetap kukuh dan tak akan menjadi boneka lagi di keluarganya.

"Apa maksud semua ini, Da? Apa yang tidak aku ketahui di sini?" Giri bersuara. Kilatan emosi tersorot jelas di matanya yang terarah pada Dahayu.

...........

Suami Yang DibenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang