BAB 12

5.2K 460 15
                                    



Rasa mual yang mendadak cukup hebat menyerang membuat Dahayu cepat terbangun dari tidurnya. Wanita itu buru-buru bangkit dan hendak pergi ke kamar mandi. Namun, ia lalu dikagetkan dengan lingkaran tangan seseorang di perutnya.

Dahayu lalu menolehkan kepala ke arah samping, embusan napas halus Giri terasa menerpa wajahnya. Tubuh Dahayu sejenak kaku dan menegang, saat menyadari bahwa pria itu tengah mendekap dirinya, dalam kondisi tertidur sekalipun.

Fokus Dahayu tidak ingin teralihkan dari wajah suaminya yang terlihat damai ketika terlelap, meski kelelahan tak dapat tertutupi di sana. Perasaan bersalah menghinggapi Dahayu tanpa pernah dimintanya. Sebesar apa pun kebencinya kepada Giri, Dahayu tentu saja masih memiliki sekelumit rasa kasihan untuk pria itu.

Dan jika membicarakan lagi tentang pertengkaran mereka kemarin serta masalah pengakuan mengenai anak dalam kandungannya pada Giri yang tak pernah direncanakan.

Dahayu belum menerima jawaban dari pria itu. Giri hanya terus mendekapnya tanpa mengucapkan satu patah kata pun hingga ia tertidur akhirnya. Dahayu tak tahu persis kapan tepatnya ia sudah terbawa ke alam mimpi sehabis puas menangis.

"Tolong lepaskan tanganmu, Giri."

Dahayu kemudian mencoba untuk menyingkirkan tangan kiri suaminya dengan gerakan pelan agar tidak mengganggu tidur pria itu. Akan tetapi, usahanya tak membuahkan hasil. Posisi tangan Giri masih berada di atas perutnya.

"Tolong lepaskan tanganmu. Aku tidak bisa bangun," ulang Dahayu. Ia harus segera pergi ke kamar mandi, mengingat rasa mual yang masih terasa, walaupun perlahan mulai sedikit berkurang.

Dan kembali, Dahayu berupaya memindahkan tangan Giri dengan hati-hati. Namun, niatannya lagi-lagi terhenti, selepas menangkap suara menggigil yang keluar dari mulut suaminya, meski bisa dikatakan terdengar sangat pelan. Dahayu lantas menaruh kecurigaan.

"Apa kamu sedang demam, Giri? Badanmu panas," tanya Dahayu, tetapi tak memperoleh jawaban pasti. Ia terlihat panik setelah menempatkan tangan di dahi suaminya guna betul-betul memastikan pria itu tengah sakit.

"Aku tidak demam, Da. Aku baik-baik saja."

Bersamaan dengan mata Giri yang terbuka, Dahayu pun tidak lagi merasakan lingkaran tangan pria itu di perutnya. Alhasil, ia segera berinisiatif untuk beranjak bangun dari posisinya yang tadi berbaring."Badanmu panas," kentara Dahayu. Dirinya tidak mungkin salah.

"Aku baik-baik saja."

Dahayu melayangkan tatapan tak akan sikap 'sok' kuat yang suaminya tunjukkan kini. Jelas-jelas wajah Giri tampak memucat dan menandakan jika pria itu tengah tidak sehat.

"Aku akan mengambil air kompresan ke dapur. Jangan turun dari tempat tidur," perintah Dahayu dengan nada yang tetap terdengar dingin untuk menyembunyikan kepeduliannya.

Saat baru saja hendak menginjakkan salah satu kakinya di lantai kamar, tetapi perhatian Dahayu secepatnya teralih dan pandangan juga terarah pada lengannya yang dipegang oleh Giri."Apa lagi?" Dahayu memasang tatapan bertanya yang lantas ditujukan pada suaminya.

"Kamu tidak usah ambil air, Da. Aku akan minum obat saja nanti." Giri melarang. Ia mestinya senang dengan perhatian kecil dari Dahayu. Namun, ia tak merasakan apa-apa. Hanya ada kehampaan.

"Bagaimana dengan perutmu? Apa masih sakit?" Giri mengubah arah pembicaraan.

Bukan sebagai bentuk pengalihan semata. Tetapi, ia memang menaruh rasa penasaran akan bagaimana kondisi kandungan istrinya sekarang. Terlebih, kemarin Dahayu sempat mengeluh jika perutnya sakit.Hampir semalaman pula, Giri selalu berusaha memantau keadaan istrinya. Ia sendiri baru dapat terlelap tidur sekitar pukul tiga dini hari tadi, sebab dirinya tidak menginginkan Dahayu kenapa-kenapa.

"Tidak masih sakit."

Senyuman tipis terukir di wajah Giri, walau tak terlalu terlihat. "Tapi, kamu tetap harus memeriksakannya ke dokter, Da. Aku akan menemanimu."

"Aku bisa pergi sendiri ke dokter nanti," balas Dahayu untuk menolak tawaran Giri.

"Tidak bisa. Aku akan menemanimu. Kemarin malam kamu bilang sedang mengandung anakku, 'kan? Aku percaya, Da. Sekarang aku juga bukannya punya hak memastikan agar anak itu baik-baik saja?"

"Aku akan mengantarmu ke dokter siang nanti. Jangan membantah. Anak itu juga menjadi tanggung jawabku sebagai ayahnya," ujar Giri dengan suara berat nan dingin. Tidak tampak ekspresi di wajahnya kali ini.

Sulit bagi Giri memercayai sepenuhnya apa yang diakui Dahayu dan untuk membuktikan kebenaran, ia harus menunggu hingga bayi itu lahir. Maka keraguannya akan memperoleh jawaban yang pasti.

...........................................................

Suami Yang DibenciTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang