/Ameera's POV/
Dua bulan lamanya aku menetap. Aku dan Ilsoo semakin dekat, bahkan hampir setiap hari kami pergi bersama. Kini Namsan Tower lah yang menjadi tempat favorit kami. Kami bisa bercerita dengan nyaman dan aman di sana karena orang-orang yang berlalu-lalang tak mengerti apa yang sedang kami bicarakan. Bahkan, Namsan Tower lah tempat di man aku merasakan salju pertama turun. Bersama sahabatku, Kang Ilsoo.
Namun, seminggu belakangan ini Ilsoo sedang disibukkan oleh kuliahnya yang semakin hari semakin banyak tugas yang menghantuinya. Ia bilang, ada ujian dadakan hari ini.
Dengan langkah gontai dan tidak bersemangat, aku berjalan menuju bangku di dekat Namsan Tower yang biasa aku dan Ilsoo tempati untuk bertukar cerita. Masih pukul satu siang. Aku terduduk malas sambil memandangi banyak orang yang berlalu-lalang. Anak-anak berlarian ke sana kemari, membuatku tersenyum dan mulai menyalakan kameraku.
Tiba-tiba, seorang pria datang. Dia berkata, "Sorry, can I—" ia menunjuk bagian bangku panjang yang kosong di sebelah kiriku.
"Yes, of course, of course." selaku.
Pria itu lantas duduk di sebelahku lalu membuka laptop hitamnya yang semula tersimpan di ranselnya. Ia bertubuh tinggi, besar, memakai kacamata hitam, base ball cup hitam, memakai pakaian dan jaket serba hitam lalu memiliki wajah yang bisa dibilang seperti bad boy. Entahlah, aku tidak bisa memastikan karena ia memakai kacamata. Aku mulai waswas, aku takut dia jahat.
Aku menggeser sedikit letak dudukku lalu mulai mengambil beberapa gambar lagi. Aku menatap pria itu dengan ekor mataku. Pria itu mengeluarkan rokoknya. Benar sekali dugaanku, ia bad boy. Dan baru beberapa hisapan, ia langsung mematikan rokoknya. Aneh.
Ia menatapku, seakan tau aku sedang menatapnya sedari tadi. "Why?" tanyanya seraya menurunkan kacamatanya. Dengan cepat aku menggeleng dan mulai membidik objek walaupun sudah tak ada lagi yang menarik karena sedari tadi aku sudah mengambil objek itu.
Beberapa menit kemudian, ia menutup laptopnya lalu memasukkannya dan pergi begitu saja. Namun, kotak rokoknya tertinggal di bangku. Aku berlari mengejar pria itu. Belum jauh.
"Sir! Sir! Hey!" teriakku sambil mengejarnya. Langkahnya terhenti, aku pun begitu.
"You left it." aku memberikan kotak rokok itu.
"Ah, thanks." ia mengambilnya lalu melangkah meninggalkanku begitu saja. Tak ada tiga langkah, ia berbalik.
"Maaf, aku terlalu muda untuk kau panggil 'pak'." ucapnya dengan bahasa Inggris.
"Aku tidak tahu siapa kau dan tidak mungkin juga aku memanggilmu 'bro', 'son', atau namamu. Jadi, aku memanggilmu 'pak'." jelasku.
"Oh, baiklah. Namaku Koo Junhoe dan aku masih kuliah." ia memberikan tangannya.
"Aku Ameera." namun aku hanya menyatukan kedua telapak tanganku padanya. Bukan muhrim, kan?
Ia menurunkan tangannya menyesal. "Jangan salah sangka. Aku tidak sombong, hanya saja di agamaku seorang pria dan wanita yang bukan muhrim tidak boleh bersentuhan." sambungku.
Ia mengerutkan dahinya sambil menunduk menatapku. Demi Allah, pria ini tinggi sekali. Bahkan, tinggiku hanya mencapai dadanya. Terpaksa aku juga harus mendongkak agar bisa melihatnya.
Ia bertanya, "Muhrim? Apa itu?"
Mungkin sebentar lagi aku akan menemukan teman baru. Benar-benar awalan yang luar biasa.
✖TBC✖
Gimana perasaannya ketemu mas June, mbak Meer?
Vomment❤
-H❤

KAMU SEDANG MEMBACA
NAMSAN (kjh)✔ [SELESAI]
FanfictionAku bahkan tidak menyangka bisa bertemu dengan 'manusia es' sepertinya. Dan lagi, ia memiliki sifat gengsi yang tinggi. Apa susahnya bilang : "aku ingin bersamamu lebih lama."? Cih, itulah dia. Tapi kalian tahu kan.. es tidak selamanya akan menjadi...