Enam

109 4 1
                                    

***

Alunan lagu-lagu klasik memenuhi kamar itu. Membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa tenang dan nyaman. Tapi sepertinya, hal itu tidak berlaku untuk satu-satunya orang yang ada di dalam ruangan itu, hatinya gelisah sekarang, dan lagu-lagu itu sama sekali tidak bisa menyentuh hatinya.

Pandangan matanya lurus menatap ke arah luar jendela kamarnya. Entah mengapa, tapi diam-diam hatinya berharap dapat menemukan satu sosok yang diam-diam begitu ia rindukan. Di balik semua kecuekan yang melekat di dirinya ia tidak pernah bisa menyembunyikan fakta itu, fakta bahwa ia juga mencintainya.

Kini matanya teralih kepada selembar kertas yang baru ia ambil dari dalam tasnya. Seulas senyum tergambar dibibirnya. Meski telah membacanya berulang kali, ia tetap menyusuri lagi kata demi kata dari setiap kalimat yang ada.

Buat Alyssa yang lagi gue kangenin..

Gue harap elo baik-baik aja disana, gue harap lo sebahagia saat lo ada disini, dan gue harap lo tahu kalo gue lagi merindukan lo disini..

Oke, gue tahu elo enggak suka gue gombalin. Tapi gak tahu kenapa, setiap gue mau nulis surat buat lo, pasti yang muncul di kepala gue adalah berjuta-juta kata sayang dan kangen, karena emang kaya gitu adanya..

Kapan sih lo mau balik ?

Gue udah gak tahan kalo setiap hari harus disuguhin sama acara mesra-mesraanya Alvin Shila yang suka gak tahu tempat itu, gue juga udah sedikit bosen kalo harus terus-terusan ngedamaiin Agni Cakka, dan jujur gue suka iri kalo lagi bareng Iel dan hampir setiap jam ngelihat dia nelponin Via..

Sementara gue disini, cuma bisa nyurahin semua yang gue rasa lewat surat, sesuai permintaan lo. Setiap hari gue cuma bisa berharap lo juga lagi kangen sama gue, elo juga pengen denger suara gue, elo bermimpi tentang gue, ya gue berharap lo ngelakuin hal yang sama yang gue lakuin disini buat lo...

Masih banyak yang pengen gue tulis, walaupun mungkin semua intinya sama, gue sayang sama lo, kangen sama lo, masih ada disini buat nungguin lo..

Mario

Ify mendekap surat itu di dadanya, kata-kata biasa yang berarti luar biasa untuknya itu terekam jelas dalam hatinya. Bila sebegitu kangennya Rio pada dirinya, lantas mengapa saat ini ketika Ify sudah berada di Indonesia Rio malah tidak bisa menghabiskan waktu bersamanya? Bila Rio begitu mengharapkan kehadiran Ify sekarang, mengapa ia malah tidak menemuinya? Bila Rio benar-benar masih menunggunya, mengapa kemarin saat Ify datang ke rumahnya, pelukan Rio terasa berbeda?

Berbagai pertanyaan merasuki otaknya saat ini. Ify melirik ke arah handphonenya, ia meraihnya dan menuju inbox smsnya, melihat sms terakhir yang ia terima dari Rio sore tadi.

From : Mariorio

Sori Fy, entar gue gk bs nemenin lo jln
gue ada urusan, next time, oke?
see you

Entah mengapa hatinya merasa aneh dengan sms itu. Dan sialnya, Ify tidak bisa marah ataupun sedikit ngambek dengan itu semua, ia sadar, sampai saat ini ia tidak memiliki Rio sepenuhnya dan begitupun sebaliknya.

"Apa selama ini gue yang terlalu cuek sama lo?" gumam Ify sambil berusaha memejamkan matanya yang sudah terasa berat meski jarum jam di kamarnya masih terparkir di angka delapan.

***

Sambil menyerahkan sekaleng minuman dingin yang baru ia beli, Iel duduk disebelah Agni. Agni masih menatapnya penuh tanya sambil membuka kaleng minuman yang tadi ia terima.

"Jadi kenapa nih? Kok tiba-tiba lo muncul dan ngasih gue minuman gini?" tanya Agni yang masih nampak kelelahan karena baru selesai bermain basket sendirian.

LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang