Sepuluh

84 1 0
                                    

***

Setelah kemarin meja mereka kehilangan dua personilnya, saat ini malah hanya tinggal dua personilnya saja yang duduk disana, Rio dan Shilla.

"Lo udah bilang semua yang gue pesenin ke Alvin kan, Yo?"

"Aduh Shil, sekali lagi lo bahas soal Alvin, gue tinggal nih.." ancem Rio yang mulai bosan.

"Sorry, tapi gue kan khawatir.."

"Dia cuma demam Shilla, jangan lebay oke?" Shilla hanya bisa mengangguk.

"Gimana Agni sama Via?" tanya Rio mengganti topik pembicaraan.

"Diem-dieman, gak saling sapa, gue juga bingung deh.."

"Sama aja berarti, Cakka sama Iel juga gitu." Rio dan Shilla menghela napas kompak. Terbiasa kumpul bareng-bareng dan kini hanya berdua, membuat mereka benar-benar merasa aneh.

"Oh iya, semalem Ify sms gue dia bilang lo abis dari rumahnya dia, cie.." goda Shilla.

"Gak lama Shil, tadinya gue mau ngajakkin dia jalan, tapi lo tahu sendiri kan kemarin itu hujannya deres banget. Jadi gue cuma ngobrol sama dia doang deh.."

"Ngobrol apa?"

"Gak banyak, kaya biasa.." Shilla tahu apa yang dimaksud 'kaya biasa' sama Rio.

"Ya, dia emang kaya gitu kan Yo. Oh ya, lo kapan mau usaha lagi ke dia?"

"Gue selalu usaha, tapi dianya gak pernah ngerespon gitu.."

"Dia itu sayang tahu sama lo, percaya deh sama gue." ujar Shilla meyakinkan.

"Iya bukan gue gak percaya, tapi gue gak pernah ngelihat dia dikit aja, nunjukkin itu ke gue, gue harus gimana?" Shilla memandang Rio prihatin, apa yang Rio bilang memang benar dan Shilla juga tidak bisa berbuat jauh daripada itu.

"Terus Dea?" Rio membelalakan matanya, ia jadi ingat tentang Dea.

"Soal Dea, gue mau cerita ke lo nih.."

"Apa?"

Teng.. teng.. teng..

"Yah, udah masuk Yo.." Rio menghela napas kecewa, tapi kemudian ia tersenyum tipis.

"Ya udahlah kapan-kapan aja, ayo balik ke kelas." Shilla hanya mengangguk lalu mengikuti Rio berjalan menuju kelas mereka masing-masing.

***

Dengan sedikit terburu-buru, Cakka menjejalkan secara asal buku-bukunya ke dalam tas. Gara-gara jam pelajaran terakhir yang membosankan, membuat Cakka tertidur dengan sukses tanpa di ketahui gurunya, tapi sialnya ia baru bangun saat kelasnya sudah hampir kosong.

"Cak.." tanpa memandang siapa yang menepuk pundaknya, Cakka langsung menampik tangan itu.

"Jangan kaya anak kecil dong Cak, gue mau ngomong sama lo!"

"Ngomong apaan sih?!" tanya Cakka sewot. Iel menatap Cakka tajam.

"Kita gak bisa kaya gini terus Cak, masa persahabatan kita yang udah bertahun-tahun jadi kaya gini cuma gara-gara salah paham.." Iel masih berusaha mengendalikan emosinya, Rio sudah siap sedia untuk mencegah kemungkinan terburuk.

"Gue lagi gak mood, Yel buat ngomongin ini.."

"Terus kapan lo moodnya? Mau nunggu sampai kita jauh dulu? Sampai semuanya hancur?"

"Udahlah, gue mau balik."

"Cak! Lo mikir dong, ini bukan cuma tentang lo! Ada gue, Via sama Agni juga di masalah ini." Cakka mendengus kesal.

"Apa sih peduli lo sama hubungan gue sama Agni?! Sepenting itu dia buat elo!"

"Ya ampun Cak, Agni temen gue, salah kalo gue peduli sama dia?"

"Terserah lo deh, minggir gue mau pulang!" Cakka memaksa Iel buat memberinya jalan, Iel ingin menahan Cakka tapi Rio menariknya, memaksanya tetap diam.

"Dia tuh ya bener-bener deh!!" Iel mengeluarkan semua emosi yang sudah di pendamnya sejak tadi.

"Biar entar gue yang ngomong sama dia." ujar Rio menenangkan sambil menepuk-nepuk pundak Iel.

***

Sambil berkali-kali melirik ke arah jam tangannya, Shilla mencoba mengalihkan perhatiannya pada novel yang ada di tangannya dari tadi.

"Shilla?" merasa namanya di panggil, Shilla mengangkat wajahnya.

"Hai, De.."

"Gue duduk ya?" ujar Dea sambil menunjuk kursi kosong di samping Shilla.

"Duduk aja kali, ngapain disini De? Ada yang sakit?"

"Gak, nyokap gue dokter disini, gue lagi nungguin dia. Lo sendiri?"

"Gue abis kontrol." ucap Shilla sambil menunjukkan map yang dari tadi ada di pangkuannya, Dea mengamati itu sesaat, lalu tersenyum.

"Oh lo pasien nyokap gue. Lagi nunggu hasil ya?" Shilla hanya menganggukan kepalanya. Lalu mereka berdua sama-sama hening, bingung mau membicarakan apa.

"De menurut lo, Rio itu orangnya kaya apa?"

"Kaya apa ya? Di mata gue dia baik, asik buat dijadiin temen, dewasa dan bijak."

"Kalo tentang hubungan lo sama dia?" tanya Shilla lagi.

"Ya biasa-biasa aja, kaya yang gue bilang, kemanapun hubungan ini bakal berujung, ya udah bakal gue ikutin. Gue gak mau neko-neko atau terlalu banyak nuntut, tapi gue juga gak mau pasrah gitu aja.." Shilla hanya mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan Dea.

"Lo punya pacar? Ehm..maksud gue, kaya Rio sama Ify?"

"Pacar sih enggak, kalo temen ada. Sebenernya gue termasuk tipe cewek yang tertutup dan diem, kecuali sama temen-temen deket gue kali ya. Hidup gue cuma sekolah, rumah dan di tengah temen-temen gue. Gue gak pernah mau maksa jalanin hidup.." Shilla tersenyum, dia telah menemukan sesuatu yang unik dalam diri Dea.

"Terus lo bakal pasrah aja di jodohin sama orang tua lo? Emang lo gak mau nemuin pasangan sejati lo sendiri?" layaknya seorang wartawan, Shilla terus saja bertanya.

"Hidup kan harus realistis, bukan karena kita terbiasa denger tentang negeri dongeng dengan pangeran kuda putihnya membuat kita jadi banyak berkhayal. Kalo gue sih percaya, Tuhan udah nentuin jalan buat masing-masing umatnya dan dalam masalah ini, gue bukan pasrah, gue cuma nerima apa yang ada di depan gue."

"Kata-kata lo dewasa banget ya.. hehe.." Dea ikut tersenyum bersama Shilla. Dan dari pembicaraan ini, Shilla merasa nyaman bertukar pikiran dengan Dea, orang yang apa adanya, tidak begitu terlihat ambisius tapi juga bukan termasuk kumpulan orang pesimis.

"Oh ya Shil, apa Rio udah cerita tentang gue sama dia?"

"Cerita yang mana nih?"

"Ehm, kayanya belum ya? Ya udahlah biar dia aja yang cerita ke lo, itu bukan kapasitas gue.."

"Lo malah bikin gue penasaran tahu gak.."

"Haha, entar juga lo bisa tanya ke Rionya kan. Eh iya, tumben gak sama Alvin?" Shilla tertawa kecil, bahkan Dea yang baru ditemuinya sekali saja merasa aneh tidak melihat Alvin disampingnya.

"Dia lagi sakit.. hehe.. biasanya sih dia yang nganter. Abis ini gue mau ke tempatnya dia kok.."

"Oh, salam ya buat dia.."

"Ashilla Zahrantiara.." Shilla menoleh ke arah suster yang memanggil namanya dari dalam loket pembayaran.

"Gue kesana ya De, seneng ngobrol sama lo.."

"Sama-sama, kapan-kapan lagi ya Shil.." Shilla hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu meninggalkan Dea.

To be continued...

LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang