Empatbelas

76 1 0
                                    

***

Pagi yang cerah, secerah hati Ify karena hari ini Rio mengajaknya untuk jogging bersama. Sambil mengikat tali sepatunya, Ify menunggu Rio di teras depan rumahnya. Ify bisa melihat Rio masuk ke dalam halaman rumahnya sambil tersenyum.

"Udah siap kan?" tanya Rio, Ify hanya mengaggukkan kepalanya.

"Ya udah ayo berangkat, eh ya mana nyokap lo?"

"Lagi di dalem Yo, tapi gue udah ijin kok, udah ayo berangkat.." sambil berlari-lari kecil, Ify dan Rio mulai menyusuri jalan-jalan di sekitaran komplek mereka. Kadang mereka saling melemparkan canda dan tawa di sela-sela berlari, atau kadang malah saling mengejar satu sama lain.

"Duduk dulu Yo, capek.." ujar Ify sambil duduk di trotoar jalan. Rio hanya tersenyum sambil mengikutinya.

"Payah lo, baru segini masa udah capek.." cibir Rio jahil, Ify hanya merengut. Rio tertawa melihatnya, tanpa sadar ia mengacak-acak rambut Ify.

"Rio! Berantakan nih!" teriak Ify sebal, tawa Rio semakin keras saja, melihat rambut Ify jadi gak beraturan.

"Abis gue kangen sih giniin lo.." sahut Rio refleks. Ify diam sejenak, meski seulas seyum tipis tergambar di bibirnya. Rio menggaruk belakang kepalanya, dia menatap Ify ragu-ragu.

"Fy, boleh gue nanya?"

"Bolehlah, apa?"

"Menurut lo ada gak sesuatu di dunia ini yang bisa madamin cita-cita seseorang?" Ify mengernyitkan dahinya, sedikit bingung dengan pertanyaan Rio.

"Ehm.. kalo menurut gue sih gak ada, buat gue cita-cita itu satu-satunya hal yang harus di milikin sama semua orang, tanpa cita-cita kita cuma bakal jadi orang yang pesimis sama hidup. Dan kalo gue pribadi saat gue udah punya cita-cita gue bakal coba ngelakuin segala cara untuk ngedapetin itu, dengan cara yang positif tapi.."

"Gimana kalo cita-cita lo harus kebentur sama masalah hati. Maksud gue gini, misalnya ada orang yang dapat kesempatan buat ikut suatu lomba yang udah lama dia mau, tapi di waktu yang sama orang di sekitarnya lagi butuh dia, menurut lo apa yang bakal lo lakuin?"

"Mungkin jawaban gue ini terkesan egois, tapi gue bakal milih buat ngelanjutin lomba itu atau kalo bisa gue bakal usahain semua puas, gue ikut lomba, orang di sekitar gue juga kebutuhannya bisa gue penuhin. Intinya buat gue, saat gue udah bercita-cita, gue akan selalu berusaha ngasih yang terbaik buat cita-cita gue.."

"Emang lo gak takut di benci sama orang-orang di sekitar lo itu?"

"Kalo mereka emang orang yang deket sama gue, harusnya mereka tahu gue tipe kaya apa. Lagian gue akan sangat menghargai orang yang mensupport gue untuk segala macam cita-cita yang gue punya.."

"Gue! Gue bakal jadi orang yang akan selalu support elo Fy.. hehe.."

"Haha.."

"Fy.."

"Yap?"

"Sebanyak apa lagi cita-cita lo?"

"Sebanyak bintang di langit.."

"Serius?" ujar Rio sambil melihat ke arah Ify.

"Siapa juga yang bercanda? Cita-cita gue masih banyak kok. Gue pengen jadi pianis, pengen bisa lulus ujian masuk kedokteran Harvard, pengen bisa jadi specialis anak, pengen punya rumah sakit sendiri, pengen bisa jadi peraih nobel suatu hari nanti, pengen bisa ngadain konser tunggal di dalem ataupun di luar negeri, banyak banget deh.." Rio hanya bisa menghela napasnya mendengar setiap cita-cita dan harapan yang Ify lontarkan.

LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang