Sebelas

111 2 0
                                    

Sambil mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di meja, Rio berkali-kali menoleh ke arah pintu cafe, berharap orang yang ia tunggu akan segera muncul. Dia melirik jam tangannya, sudah setengah jam dia menunggu disini, menghabiskan secangkir vanilla lattenya. Dan akhirnya matanya menangkap satu sosok yang ia tunggu, berjalan masuk dengan wajah seolah tanpa dosa menghampirinya.

"Sorry bro, macet.." Rio hanya bisa mendengus mendengar alasan klise tersebut.

"Emang abis jalan sama cewek mana lagi lo, Cak?" Cakka hanya terkekeh mendengar pertanyaan Rio. Bukannya menjawab, dia malah memanggil pelayan dan memesan minumannya.

"Kalo lo udah gak sayang sama Agni, putusin dia." ujar Rio to the point. Cakka tersenyum tipis.

"Jadi lo juga ngarepin gue sama dia putus?"

"Gue ngarepin lo berdua bisa sama-sama bahagia jalanin hidup, jangan jadi pengecut Cak, cowok sejati gak akan ngebiarin cewek yang dia sayang terus-terusan sakit kaya gitu.."

"Cowok sejati gak akan terus-terusan nunggu tanpa kepastian dari cewek yang dia sayang.." sindir Cakka balik.

"Kita mau ngomongin masalah lo, bukan gue."

"Gimana kalo gue maunya ngomongin masalah lo?" Rio menatap Cakka sesaat.

"Oke, kalo lo gak ngijinin gue buat masuk lebih jauh ke masalah lo, gue hargain itu. Tapi gue harap, lo bisa cepet ambil keputusan dan saran gue, lo, Agni, Iel sama Via mending ketemu buat ngelurusin semuanya dan buat masalah lo sama Agni, kalo lo ngerasa mampu, silahkan selesaiin sendiri." Cakka diam mendengar kata-kata Rio. Dalam hatinya, ia tahu ia telah melampaui batas kesabaran sahabat-sahabatnya dalam soal ini, ia tahu sikapnya terlalu egois.

"Gue bukannya gak mau ada yang ikut campur, sebenernya gue cuma pengen sendiri aja bentar, pengen ngerenungin apa yang udah terjadi, apa yang gue mau, apa yang harus gue jalanin."

"Kalo gitu, jangan lama-lama, waktu gak bisa di tarik mundur sob dan penyesalan akan selalu terlambat datangnya.." ujar Rio sambil menepuk-nepuk pundak Cakka.

"Thanks.." jawab Cakka singkat sambil tersenyum.

"Ya udahlah, gue mau ke apartemen Alvin, mau ikut?" tawar Rio.

"Pengen sih, tapi gue udah ada janji mau basket, next time aja."

"Padahal gue berharap lo mau ikut, gue males di kacangin entar sama mereka.." ucap Rio sambil berdiri.

"Mereka?"

"Shilla Alvin.."

"Gue ikut berduka Yo.. hehe.. get well soon deh buat Alvin." Rio hanya tersenyum, lalu bergegas meninggalkan Cakka keluar cafe.

***

Sedikit kesulitan dengan tentengan belanjaan di kedua tangannya, Shilla berusaha untuk menekan tombol bel pintu apartemen Alvin. Ketika kakinya tidak sengaja menendang pintu apartemen Alvin dan terbuka.

"Eh, gak di kunci.." gumam Shilla bingung sambil masuk ke dalam dan langsung meletakkan barang-barang bawaannya.

"Alvin.."

"Hoek..hoek.." Shilla berjalan mendekat ke arah kamar mandi Alvin.

"Ya ampun Alvin kamu kenapa?" tanya Shilla panik, sambil langsung mengurut-urut tengkuk Alvin.

"Gak apa-apa kok." jawab Alvin lirih sambil tersenyum, kemudian ia membasuh mukanya dengan air.

"Nih.." Shilla mengulurkan tisu.

"Thanks.." Alvin memberi kode supaya mereka ngobrol di ruang tv.

"Masih anget Vin, kamu emang gak minum obatnya?" tanya Shilla sambil meletakkan tangannya di atas kening Alvin.

LASTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang