Tidak ada air mata yang terurai dari kedua mata bening Shilla, meski badannya bergetar dan raut khawatir yang terasa amat nyata di wajahnya, kedua tangannya menggenggam erat tangan Alvin yang belum sadarkan diri. Rio duduk di sampingnya, mengelus-elus pundak Shilla.
Selain Shilla dan Rio, ada juga Ify, Via, Agni, Cakka serta Iel di kamar itu. Ikut menunggu sambil terus memanjatkan doa di hati mereka masing-masing.
"Shil..la.." panggil Alvin sedikit terbata-bata. Senyum lega langsung menghiasi wajah Shilla, begitupun juga yang lain, yang langsung mengerubungi tempat tidur Alvin.
"Gue panggilin dokter ya.." ujar Iel menawarkan sambil langsung berlalu pergi tanpa menunggu untuk di jawab. Shilla memandang alvin dan begitupun sebaliknya. Entah hanya perasaanya saja atau karena terbawa suasana, Shilla merasa tatapan itu terasa berbeda. Sementara yang lainnya diam, memperhatikan pasangan di hadapan mereka yang selalu nampak saling melengkapi satu sama lain tersebut.
"Bisa permisi sebentar.." semuanya langsung memberi ruang untuk dokter yang ingin memeriksa kondisi Alvin, tidak terkecuali Shilla, meski entah kenapa lagi tapi kali ini Shilla merasa berat harus melepaskan genggaman tangannya dari Alvin.
"Gimana Alvin, ada keluhan?" tanya dokter sambil melihat-lihat catatan yang ada di tangannya.
"Udah beberapa hari ini, saya suka ngerasa aneh sama tubuh saya dok, ada perasaan gak enak terutama di daerah perut.." jawab Alvin berusaha santai.
"Tolong jawab pertanyaan saya dengan jujur, apakah kamu pernah merasa perut kamu seperti di remas-remas, mual, dan muntah?" pertanyaan dokter yang cenderung aneh itu, membuat semua yang ada di ruangan itu bergantian mengalihkan tatapannya antara dokter dan Alvin. Hanya Shilla saja, yang terus fokus menatap Alvin.
"Memangnya saya kenapa, dok?" Alvin mulai curiga dengan kondisinya akhir-akhir ini.
"Jawab pertanyaan saya Alvin, apa kamu mengalami semua yang saya tanyakan tadi? Apa berat badan kamu menyusut akhir-akhir ini?" tanya dokter lagi. Alvin diam sejenak, dia tahu semua yang dokter tanyakan itu terjadi padanya.
"Iya sih dok, akhir-akhir ini saya memang suka gak enak badan, terus mual gitu, tapi menurut saya itu masuk angin biasa.." sangkal Alvin yang masih berusaha berpikir positif.
"Memangnya ada apa, dok?" Shilla yang sejak tadi ikut diam mendengarkan memutuskan untuk ikut bertanya.
"Hasil lab Alvin sudah keluar, dan..." entah sengaja atau apa, dokter itu menggantung kalimatnya, ia membetulkan letak kacamatanya sambil menatap Alvin.
"Dan apa, dok?" sambung Alvin tidak sabar.
"Ditemukan adanya sel kanker di lambung kamu." semua terdiam mendengar penjelasan dari dokter yang meski di ucapkan pelan, tapi serasa seperti ada petir yang menyambar langsung ke ruangan itu.
"Itu bercanda kan, dok?" tanya Alvin getir sambil berharap dokter akan memberinya jawaban 'iya'. Sementara yang lainnya menatapnya lirih, Rio bahkan secara reflek langsung menggenggam tangan Shilla yang terasa dingin.
"Seandainya saya bisa menjawab iya Alvin, tapi memang itulah kenyataannya."
"Tapi saya baik-baik aja dok, selama ini saya gak pernah ngerasain keluhan apapun kecuali akhir-akhir ini.." ujar Alvin yang masih berharap tadi ia hanya salah dengar.
"Kanker memang tidak selalu muncul gejalanya dari lama, tapi pola hidup kamu yang mungkin kurang teratur atau adanya gen kanker yang ada di dalam riwayat keluarga kamu.."
"Sta..stadium berapa?" tanya Shilla dengan suaranya yang bergetar. Dokter itu mengalihkan pandangannya ke Shilla.
"Biar kita tanya ke Alvin dulu, sejauh apa kondisi tubuhnya saat ini. Apa kamu sudah sampai muntah darah alvin?" dokter itu kembali menatap Alvin. Hati Alvin mencelos, ia bahkan masih berusaha menyingkronkan otaknya dengan kenyataan yang harus diterimanya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST
Novela JuvenilSelalu ada akhir dari setiap kisah. Selalu ada ujung dari setiap jalan. Selalu ada perpisahan dari setiap pertemuan. Selalu ada kata-kata terakhir dari setiap pembicaraan. Dan itulah yang ada dalam cerita ini. Tentang sebuah fase kehidupan manusia...