Rasanya malam ini begitu panjang untuk Via. Terjebak dalam waktu yang membuatnya benar-benar merasa suntuk. Sesekali ia melirik jam dindingnya, yang jarum-jarumnya seolah tidak berjalan dan tetap terdiam di tempatnya. Via melihat ke arah Iel yang sedang asik menonton tv di sebelahnya.
"Yel, aku ngantuk."
"Ngantuk? Masih juga jam delapan Vi? Emang tadi siang kamu ngapain aja? Pasti kecapekan ya? atau kamu lagi enggak enak badan?"
"Yel, aku ngantuk dan aku cuma butuh tidur." ulang Via sekali lagi.
"Ya udah aku pulang sekarang ya, besok aku jemput kamu jam setengah tujuh, terus.."
"Good night, Yel" potong Via sambil tersenyum, Iel berdiri dan berjalan menuju pintu depan rumah Via. Via mengikutinya dari belakang. Di pintu, Iel berbalik menghadap Via.
"I love you.." ujar Iel sambil tersenyum. Via hanya mengangguk. Kemudian setelah ia melihat Iel masuk ke dalam mobilnya, Via langsung masuk ke kamarnya dan merebahkan badannya di kasur.
Bukan ia tidak bersyukur dengan keadaannya. Tapi akhir-akhir ini, ia hanya merasa sedikit jengah dengan perlakuan Iel untuknya. Dia kangen saat-saat ia mengatur hidupnya sendiri.
***
Senyum mengembang di bibirnnya, tangan kanannya membawa sebuah tas kertas berisi kotak-kotak makanan. Alvin langsung paham dan mempersilahkan Shilla masuk ke dalam apartemennya. Seperti sudah menjadi kebiasaan, Shilla langsung ngeloyor masuk ke dapur.
"Kamu abis makan junk food lagi ya?!" tanya Shilla sambil melotot dan menunjuk sisa sampah yang ia temukan dari atas meja makan Alvin. Alvin cuma bisa nyengir sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Udah berapa kali sih aku bilangin, aku kan pasti dateng bawain kamu makanan!" Alvin mendekati Shilla. Dia menarik tangan Shilla dan menatap matanya.
"Makasih ya.." ujar Alvin lembut. Shilla hanya bisa mendesah pelan, ia selalu takluk pada senyum menawan itu. Shilla mengangguk, kemudian ia mulai memindahkan makanan-makanan yang ia bawa.
"Nih, kemarin aku sama mama masak rendang, kalo kamu mau makan, tinggal di panasin aja, kasih air sedikit, aku taro kulkas ya. Terus ini aku bawain sayur sop juga, terus yang ini tadi aku gorengin ayam buat kamu.." layaknya seorang istri, Shilla menerangkan secara runtut semua yang ia bawa, menatanya untuk Alvin.
"Kok senyum-senyum sih?" tanya Shilla bingung.
"Enggak apa-apa seneng aja dapet perhatian dari kamu kaya gini." jawab Alvin sambil mengacak-acak rambut Shilla.
"Udah dong, berantakan nih.."
"Mau berantakan juga tetep cantik kok." Shilla hanya tersenyum.
"Ya udah sekarang kamu makan dulu gih.."
"Masih kenyang, Shil" tolak Alvin. Shilla ingin memaksa, tapi Alvin keburu menarik tangannya keluar dari dapur.
Dalam apartemennya yang cukup luas ini, Alvin memang tinggal sendiri. Karena seluruh keluarga besarnya tinggal di Singapur. Saat weekend atau libur sekolah, kadang Alvin suka mengunjungi keluarganya di sana. Tidak jarang bersama Shilla dan teman-temannya yang lain. Dan sebagai pacar yang baik, Shilla tentu saja selalu berusaha untuk memperhatikan Alvin. Apalagi ia tidak begitu suka dengan Alvin yang seorang junk food addicted.
Sambil menyenderkan kepalanya di pundak Alvin. Shilla menemani Alvin menyaksikan acara yang ada di tv, meski chanelnya sudah berkali-kali Alvin ganti. Dalam diam, Shilla mengamati wajah Alvin.
"Ada apa sih? Dari kemarin kamu lihatin aku melulu.." Alvin yang sadar, mengalihkan matanya dari tv ke Shilla. Shilla mengangkat kepalanya dari pundak Alvin, dia menatap Alvin sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST
Teen FictionSelalu ada akhir dari setiap kisah. Selalu ada ujung dari setiap jalan. Selalu ada perpisahan dari setiap pertemuan. Selalu ada kata-kata terakhir dari setiap pembicaraan. Dan itulah yang ada dalam cerita ini. Tentang sebuah fase kehidupan manusia...