Semilir angin yang berhembus perlahan tapi dinginnya menyerang hingga ke tulang serta bau khas dari tanah yang basah sehabis hujan, menemani Agni yang sedang duduk sendiri di lapangan basket yang tidak begitu jauh dari rumahnya.
Tidak ada aktifitas lain yang ia lakukan selain bernapas dan berdiam diri. Bola basket yang ia bawa, malah ia acuhkan begitu saja di sampingnya, padahal sejak tadi sudah menggoda dirinya untuk segera bermain.
Basket. Sesuatu yang tidak pernah bisa di lepaskan dalam kehidupannya. Sesuatu yang membuatnya selalu terlihat gagah dan berbeda dengan teman perempuannya yang lain. Sesuatu yang tidak pernah bisa ia tinggalkan dalam kesehariaannya. Sesuatu yang membawanya terkenal dan berprestasi. Dan tentu saja, sesuatu yang mempertemukannya dengan Cakka.
Cakka. Satu-satunya laki-laki yang pernah dan masih merebut hatinya. Satu-satunya laki-laki yang ia ijinkan untuk mengecup keningnya selain ayahnya. Satu-satunya laki-laki yang selalu bisa membuatnya bahagia. Dan satu-satunya laki-laki, yang bisa melemahkan dirinya seperti saat ini.
Dia sendiri tidak mengerti, bagaimana bisa akhir-akhir ini terlalu banyak air mata yang jatuh karenanya? Seistimewa itukah Cakka bagi dirinya? Sedalam inikah perasaan yang telah terlanjur mengendap di hatinya?
Lalu seperti apa ia di mata Cakka sekarang? Apakah dirinya masih yang paling utama? atau memang tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya? Apakah ini akhir kisah mereka? Menepi sendiri, menjauh dalam ketidakjelasan yang pasti.
"Gue kangen lo, Cak.." gumam Agni pelan, tidak peduli meski hanya angin yang mendengarnya. Dia menengadahkan wajahnya, melihat awan yang gelap tanpa satupun bintang apalagi bulan. Hatinya berdesir, segala pertanyaan memenuhi pikirannya.
"Selalu ada disini.."
"Iel?"
"Gue duduk ya.." Agni hanya mengangguk, kemudian Iel duduk di sampingnya, persis sama seperti kejadian kemarin.
"Ada apa? gue udah tahu, gue gak mau ada yang salah paham lagi.." ujar Agni.
"Gue minta maaf ya, gara-gara itu hubungan lo sama cCakka jadi...." Iel diam, ia bingung menemukan kata yang tepat, ia tidak ingin kata-kata itu semakin melukai Agni.
"Hancur." timpal Agni, Iel tersenyum tipis.
"Bukan gara-gara lo kali, mungkin emang hubungan gue sama dia, udah cukup sampai disini aja.."
"Lo mau putusin dia?" tanya Iel langsung. Agni hanya mengangkat kedua bahunya.
"Jadi?" Iel menatap Agni penasaran.
"Dia yang dulu minta gue jadi ceweknya, jadi biar dia juga yang ngambil keputusan soal hubungan ini." Iel tertegun sesaat, mengapa sahabatnya ini terlihat begitu memasrahkan hatinya.
"Kenapa gitu? Kenapa lo terkesan pasrah, padahal kan lo kuat?" Agni terkekeh mendengar pertanyaan Iel.
"Gue juga gak ngerti, kenapa ya gue jadi kaya gini sekarang? Gue tahu, gue kehilangan diri gue yang dulu yang kuat dan gak kenal cowok, tapi Cakka datang dan naklukin gue, gue dia buat gak berkutik, gue sendiri juga bingung.." Iel hanya diam mendengar penjelasan Agni.
"Saat gue nerima dia, gue udah tahu gue nerima siapa, gue udah tahu gue jalan sama seorang Cakka yang di gemarin banyak cewek dan saat gue sadar gue udah sayang sama dia, gue tahu gue harus siap nerima semua resikonya.." sambung Agni lagi.
"Termasuk di sakitin berkali-kali kaya gini?" lagi-lagi Agni hanya terkekeh mendengar pertanyaan Iel.
"Lo sendiri gimana sama Via?" Agni malah melontarkan pertanyaan lain dan Iel paham, Agni tidak mengijinkannya tahu lebih banyak dari ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/103485829-288-k611303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST
Teen FictionSelalu ada akhir dari setiap kisah. Selalu ada ujung dari setiap jalan. Selalu ada perpisahan dari setiap pertemuan. Selalu ada kata-kata terakhir dari setiap pembicaraan. Dan itulah yang ada dalam cerita ini. Tentang sebuah fase kehidupan manusia...