16-ALLONA

1.2K 123 4
                                    

"Ini Hari Minggu."

"Aku tahu Mike. Kita sudah melaksanakan ibadah tadi pagi." Aku terkekeh. Sepertinya Mike ingin menyampaikan sesuatu tetapi mengawalinya dengan basa-basi yang membuatku menggelengkan kepala.

Mike berdecak, kemudian menjawab, "maksudku, kenapa di hari seperti ini kita malah menghabiskan waktu di toko? Apa kamu tidak ingin jalan-jalan ke suatu tempat denganku?" Lihatkan, aku sudah mengatakannya.

Intensitasku di Taman Surga Impian sangat sedikit setelah bekerja sebagai perawat tanaman di restoran, mungkin hal itulah yang membuatku ingin seharian berada di tempat ini. Aku merindukannya.

"Aku bahagia di sini."

"Seharusnya aku tidak bertanya." Mike tidak mencela ataupun protes dan aku menyukai sikapnya. Dia menempatkan segala kepentinganku di atas segalanya, terkadang aku merasa egois jika memikirkan semua itu.

"Ayo pergi."

"Kamu bilang ingin di sini?" Mike manatapku heran, mungkin dalam pikirannya aku adalah satu-satunya gadis plin-plan yang tidak berpegang teguh pada pendirian. Aku tersenyum kecil.

"Tidak mau menghabiskan waktu di luar bersamaku?" Mike terlihat berpikir, hampir aku menyambar tas yang tergeletak di meja administrasi saat mataku terlebih dahulu melihat gelengan kepala Mike.

"Aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tapi di sini sudah cukup. Aku akan membantumu merapikan toko dan merawat tanaman hias hari ini. Sepertinya waktumu memang sangat sedikit untuk tempat ini." Aku berdiri dan mematung. Mike selalu saja begitu. Aku bahkan tidak tahu apa yang dia inginkan atau apa hal yang paling ingin dia lakukan. Dia selalu membuatku bak seorang ratu di mana dia akan menuruti segala hal yang aku ucapkan. Aku memang menyukai itu tapi seperti ada ketidak seimbangan dalam hubungan kita. Dia memberiku sangat banyak tapi menerima sangat sedikit dariku.

Mike sudah berjalan ke green house di belakang. Aku masih terdiam. Rasanya bukan seperti ini yang aku harapkan. Aku bertindak sangat egois tetapi Mike malah memanjakanku. Percuma saja jika aku merengek dan mendebatnya, dia selalu mempunyai alasan yang membuatku bungkam. "Kebahagiaanmu adalah kebahagiaanku," komentar andalan Mike yang biasanya dia gunakan saat aku ingin keluar dari rutinitas kesenanganku dan melakukan sesuatu yang lelaki itu suka. Terkesan, Mike sangat mengerti diriku tetapi dia tidak membiarkan aku untuk mengerti dirinya lebih dalam.

"Ana, apa kamu akan terus berdiri di situ tanpa membantu sama sekali?"

"Ah ... maaf." Aku mengurungkan niat untuk mengambil tas dan beralih ke laci kecil di mana aku menyimpan sarung tangan. Aku menyambar dua pasang, dan memberikan satu ke Mike.

Aku mengeluarkan plastik hitam yang berisi pupuk yang telah diolah dan dicampur dengan bahan-bahan lainnya. Kemudian plastik hitam lainnya yang berisikan tanah dan bibit bibit tanaman yang telah aku beli dari pasar. Mike menurunkan pot-pot hitam berukuran kecil sebagai wadahnya.

"Bagaimana pendapatmu jika kamu keluar dari pekerjaanmu?" Tangan kananku yang mengepal penuh pupuk hitam mengambang di udara.

"Maksudku ... kita akan menikah. Kenapa tidak fokus saja dengan tokomu? Lagipula jika kamu sudah resmi menjadi istriku, mencari uang akan menjadi tugas utamaku."

"Apa ini karena Adrian?" Dari awal aku sudah mengetahui bahwa topik pembicaraan Mike yang bertele-tele pasti hanya sebagai kiasan. Uang memang tujuanku untuk bekerja di restoran tapi mengingat kemarin malam Mike mengatakan sesuatu yang mustahil mengenai Adrian dan rasa cintanya kepadaku, membuatku berpikir bahwa Mike pasti masih ingin membahasnya.

"Aku tidak mengatakan seperti itu--"

"Mike, aku tidak ada apa-apa dengan Adrian. Kami sebatas bos dan pegawai. Hanya itu."

"Jadi dia bosmu? Bos dan pegawai? Di mana hal yang mengatakan kalian tidak ada apa-apa jika setiap pulang kerja kamu selalu diantar oleh dia." Aku terbelak dan menatap Mike dengan terkejut. Bagaimana Mike tahu? Bukankah selama ini dia selalu mengatakan bahwa pekerjaannya di kantor sangat sibuk? Lagipula sangat wajar jika 'teman kerja' saling membantu termasuk dalam hal mengantar pulang.

"Kamu membohongiku Mike? Kamu bilang akhir-akhir ini harus melembur. Kamu bilang banyak rapat untuk proyek baru, karena itu kamu jadi sibuk."

"Jangan melenceng dari topik pembahasan kita Ana." Suaranya dalam dan penuh peringatan. Aku baru melihat Mike yang seperti ini. Tapi aku tidak ingin kalah, kenapa harus dia yang selalu memaksakan semuanya?

"Kalau begitu jawab pertanyaanku terlebih dahulu! Jadi semua pesan-pesan di ponselku mengenai alasan tugas tambahan dan kesibukan di kantor hanya sekedar bualan? Apa kamu sedang mengujiku?"

"Jika aku benar-benar sibuk apa kamu akan selalu bergantung pada Adrian? Lalu akhirnya kamu bisa leluasa dekat dengannya dan berselingkuh dengan dia?"

"Mike!!!" Aku menyentak dengan keras. Tubuhku berdiri dan pupuk yang kugenggam sudah terjatuh berceceran di lantai. Aku tidak peduli dengan lantai yang kotor, pikiranku hanya tertuju pada perkataan Mike yang membuatku sakit. Teganya dia.

"Kamu menuduhku, kamu tidak memercayaiku, dan kamu membuat ujian bodoh untukku. Itu yang kamu lakukan?" Sangat menyedihkan saat sepasang kekasih menempatkan keraguan pada yang lainnya. Apalagi dengan tuduhan yang melebihi batas seperti perselingkuhan.

Aku punya akal, dan aku masih tahu bahwa statusku masih menyandang sebagai kekasih orang. Tapi tidak pernah aku sangka bahwa Mike memiliki sedikit kepercayaan terhadapku. Bahkan mungkin selama ini pekerjaan di kantor yang katanya sangat banyak hanyalah sekedar tipuan yang sudah dia rencanakan.

Mike mengujiku. Berpura-pura melembur tetapi mengawasiku dari jauh. Hanya itu alasan yang tepat mengapa dia bisa tahu mengenai Adrian yang selalu mengantarkan aku pulang. Lagipula aku dan Adrian juga satu jalur. Aku tidak mungkin mau memberatkan bosku sendiri untuk mengantarkan pulang jika rumah kami tidak searah.

"Tidak. Aku hanya .... " Aku bisa melihat keraguan dan kebimbangan dalam pengucapannya. "Hanya memastikan saja," lanjutnya.

"Masa bodoh dengan kata-kata memastikanmu. Kamu sudah menyakitiku, kamu tahu 'kan?" Aku melepas sarung tangan dan membuangnya dengan asal. Tas yang tadinya urung aku ambil sekarang sudah tergantung di bahu kananku.

"Dan kamu pikir kedekatanmu dengan Adrian tidak menyakitiku? Seharusnya kamu tahu tempatmu dan tidak bertindak seperti orang yang belum mempunyai ikatan. Dimana harga diri kamu ha?" Aku berhenti berjalan menuju pintu keluar saat mendengar suara gelegar Mike yang keras dan menakutkan. Aku seperti tidak mengenal Mike.Kata-katanya sangat menusuk dan itu menyakitiku. Hampir saja aku akan menangis jika tidak mencoba untuk menahan sekuat tenaga.

"Seharusnya kamu percaya padaku." Aku tidak lagi memedulikan ocehan Mike yang semakin gencar saat aku melangkahkan kaki dan menjauh darinya. Samar-samar aku mendengar bahwa Mike mengatakan kata 'Adrian', 'selingkuh', dan 'kerpercayaan'.

Selama beberapa tahun, baru kali ini aku melihat dia menjadi orang asing seperti ini. Jujur saja, dalam hidupku Mike adalah laki-laki pertama yang menjadi kekasihku. Aku tidak pernah tertarik dengan hubungan yang melibatkan hati. Hanya Mike.

Kemudian aku berpikir, bagaimana jika dulu saat kami masih bersama sebagai teman dan aku menemukan laki-laki lain yang akan menjadi kekasihku. Apa Mike juga akan menjadi berubah seperti ini?

Aku memilih pergi karena aku takut. Sangat takut. Aku takut jika Mike melakukan sesuatu padaku. Kilatan matanya yang memerah dan membelak membuatku tidak mengenalinya. Aku tidak ingin berada di sekitarnya.

EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang