Author Note : Ini mau aku kebut hari ini, jadi bisa enggak bisa, malam ini harus tamat. Maaf untuk update yang terlalu banyak dan memenuhi notif.
***
"Kamu tahu sendiri Ana, aku tidak akan pernah melepaskanmu." Aku berdiri dan menyejajarkan tubuh kami.
"Mike ...."
"Aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin kehilanganmu." Wajahku mulai menunduk, aku tidak bisa menatap balik matanya yang menatapku dengan kesakitan.
"Gelang itu dari dia ya? Apa kamu sadar sedari tadi benda itu selalu mencuri perhatianmu?"
Mike duduk di lantai, menyenderkan tubuhnya di balik kokohnya dinding.
"Ayo duduk." Dan aku mengikuti.
Kita sama-sama diam, hanya hembusan angin yang menerpa pepohonan membuat suara gemerisik saat bergesekan. Sampai akhirnya Mike membuka suara kembali.
"Aku orang yang egois." Aku menggeleng, justru aku yang egois di sini. Aku masih mempertimbangkan lelaki lain padahal sudah jelas bahwa Mike adalah tunanganku.
"Dari dulu aku mencintaimu tapi aku tahu dulu kamu tidak pernah tertarik dengan suatu hubungan seperti ini bukan? Karena itu, aku selalu baik padamu. Aku memberikan segala perhatianku untukmu. Kamu tahu untuk apa? Hanya agar kamu merasa mempunyai hutang budi dengan segala kebaikanku dan tidak akan menolakku."
Kepalaku reflek menoleh ke arahnya, sedangkan Mike tetap memandang lurus ke depan. Aku tidak tahu jika lelaki di sampingku ini mempunyai pemikiran seperti itu.
"Iya, aku egois. Aku memanfaatkan kesepianmu dan datang sebagai sosok sahabat yang ada untukmu. Padahal yang aku inginkan adalah lebih dari sekedar itu.
"Melihatmu mulai dekat dengan lelaki itu—si pemilik restoran—, lalu tidak bisa berkata-kata saat aku mempercepat tanggal pernikahan kita, dan reaksimu yang terus memandangi gelang perak pemberiannya, membuat aku tersadar. Aku memenjarakanmu. Aku tidak pernah mengetahui bagaimana perasaanmu, yang selama ini aku pikirkan adalah bagaimana membuatmu agar terus bersamaku. Pada akhirnya aku menyakitimu."
"Mike ...." Telapak tangan kanannya terangkat, menyuruhku untuk diam.
"Awalnya aku berpikir semua akan baik-baik saja, tapi nyatanya tidak seperti itu. Kamu menemukan orang yang membuatmu ingin terus bersamanya, seperti perasaanku padamu. Aku memang egois, tapi aku akan mengalah dan ingin melihatmu bahagia."
Mike memegang kedua tanganku dengan lembut. Matanya menatapku dengan hiasan senyuman tipis yang terlihat dipaksakan. Tanpa diduga, tangan kekar itu malah menarik cincin yang melingkar di jari manisku, mengeluarkannya dan membebaskan diriku.
"Mike ...."
"Hadiah natal dariku. Sekarang, pergi temui dia."
"Kamu ... tahu?" Mike mengangguk, badannya terjulur ke arahku dan mencium keningku lembut sambil berbisik, "aku mencintaimu, jadi kamu harus bahagia ya, Ana."
...
Mataku reflek terbuka, menelusuri penjuru ruangan yang masih terlihat asing. Kemudian aku menyadari bahwa aku sudah berada di ruangan pribadi Adrian, di restoran.
"Adrian ...."
"Adrian ...." Aku hanya berharap agar ruang kerja Adrian kedap suara dan tidak akan mengganggu orang-orang yang beraktivitas di bawah.
"Adrian ...." Setelah panggilan ketiga, akhirnya sosok itu tertangkap mataku. Dengan wajah khawatirnya yang muncul dari balik pintu.
"Ada apa Allona?" Segera saja aku menghambur ke pelukannya dan tidak memedulikan keterkejutan Adrian.
Hanya sedetik dalam keterpakuan, kemudian lelaki itu juga mulai membalas pelukanku.
"Terimakasih sudah datang. Terimakasih." Kami terus seperti itu, sampai akhirnya aku tersadar akan sesuatu.
"Jam berapa sekarang?"
"Jam set 9, kenapa?"
"Apa?" Aku mengakhiri acara pelukan itu dan mencari tasku. Kemudian langkahku menuju kamar mandi.
"Apa yang terjadi?"
"Ibadah natal jam 9. Antarkan aku ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemeral
RomanceAku seorang yang biasa, dan dia sempurna. Kami mempunyai jalan yang berbeda tapi kedua garis berliku itu akhirnya dipertemukan di simpangan kecil yang merupakan satu dari sekian banyak takdir Tuhan. Nyatanya tidak semua hal akan terus berjalan baik...