22-ALLONA

1K 109 1
                                    

Rasanya sangat aneh saat mengetahui bahwa semalam Adrian menyium keningku sambil mengumbar kata maaf. Bahkan kali ini aku tidak berani untuk sekedar berangkat kerja.

Tanganku mencari suara dentuman yang mulai tidak karuan dan berakhir tepat di depan dada sebelah kiri. Terlalu cepat dan begitu sesak.

TOK TOK TOK

Kakiku masih tidak ingin beranjak, tapi gendang telingaku sudah muak dengan suara ketukan yang menjadi lebih keras tanpa berminat untuk berhenti. Akhirnya tubuh bagian bawahku mengalah dan menuju ke arah pintu. Aku tidak terkejut saat menemukan Mike di sana.

"Astaga. Ana, kamu tahu ...." Mike terlihat ingin berkata-kata tapi tertahan. Ada kelegaan di matanya dan aku bisa melihat itu. Mike maju mendekat dan segera meraup rakus tubuhku ke pelukannya, membawaku untuk merasakan sentuhan dari tubuhnya.

"Aku takut kamu kenapa-kenapa. Maafkan aku. Aku tahu kesalahanku memang fatal, tapi kamu bisa 'kan memaafkan aku? Aku bersumpah tidak akan mengulanginya lagi."

"Mike ...."

"Maafkan aku Ana."

"Mike ...."

"Aku salah, aku tidak terkontrol." Entah ada angin dari mana tiba-tiba saja aku menemukan kedua tanganku sudah melingkari tubuhnya dengan usapan pelan di punggung lebarnya.

"Tidak masalah Mike. Aku memaafkanmu." Tubuhku serasa dibelit dengan lebih erat, membuatku merasakan kenyamanan yang memang seharusnya aku dapatkan.

Tapi ada sesuatu yang berbeda. Pelukan Mike tidak senyaman dulu. Bahkan rasa senangku tidak terlalu membuncah seperti awal kami bersama.

Ada bagian yang salah tapi aku tidak bisa menemukan jawabannya.

Apa yang aku pikirkan? Mike sudah kembali padaku. Kami berbaikan dan dia berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya. Seharusnya masalahku sudah berakhir sampai di sini, memang begitu jalannya.

Malam itu kami menghabiskan waktu bersama, dengan tangan bertautan dan tubuh yang saling berpelukan di depan televisi dengan suguhan air hangat jahe dan madu.

Air hangat jahe dan madu.

Aku sedikit tersenyum mengingatnya. Ada seseorang yang pernah mengatakan akan menjadi salah satu saksi atas minumanku. Seseorang yang sangat baik hati sehingga hanya dengan ribuan kata maaf mungkin tidak cukup.

Aku melirik ponselku, ada satu pesan masuk yang belum mempunyai balasan.

Maaf, tapi aku tidak ingin mengecawakan Mike, Adrian.

From : Adrian.

Aku akan menunggumu hingga Tuhan sendiri yang hanya bisa menghentikan. Selamat malam.

EfemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang