Aku harus pergi.
Berapa kali aku mengatakannya untuk diriku sendiri?
Tunggu sebentar lagi.
Dan lagi lagi ada yang menghentikanku. Dua jam lalu aku berniat untuk pergi, tapi gagal, kata-kata 'tunggu sebentar lagi' entah kenapa muncul dalam benakku dan mencegah untuk beranjak.
Kemudian aku sadar bahwa satu jam setelahnya aku masih mendengarkan kata-kata sialan itu.
Allona sudah pasti tidak datang. Toko-toko tutup, jalanan sepi, dan Taman Surga Impian hanya diterangi lampu yang berada di halaman depan. Rencanaku kali ini gagal.
Memang aku mengatakan ini adalah terakhir kali aku akan muncul dalam hidupnya, tapi sejujurnya aku masih mempunyai banyak hal untuk membuat kemungkinan agar kami bisa dipertemukan kembali.
Licik seperti ular. Tapi aku hanyalah manusia yang menginginkan kebahagiaan. Setelah dunia yang hanya meliputi monokrom, tidak akan lagi dengan berputus asa untuk mencapai Allona.
Akhirnya aku memutuskan untuk pulang, ini sudah hampir tengah malam dan gadis leaf pendant itu memang tidak akan muncul. Aku masih belum mendapatkannya.
***
Mataku melirik jam tangan yang menunjukkan waktu pukul 2 malam. Aku mengumpat saat tidak menemukan ponselku dari tadi.
Di dalam mobil tidak ada, di rumah juga tidak ada, satu-satunya yang tersisa adalah restoran, dan aku harus kembali di pagi buta seperti ini.
Sejujurnya mataku belum diliputi rasa kantuk, pekerjaan yang aku bawa pulang nyatanya bisa meraup konsentrasiku dan membuat waktu terlewat begitu saja.
Niatanku hanya menjalankan mobil dengan tenang hingga restoran. Tapi rupanya kakiku melakukan hal lain dengan menginjak rem secara tiba-tiba.
Allona. Aku melihatnya, sedang terduduk dan bersandar pada dinding toko yang baru aku sadari bahwa mobilku sudah berada di depan Taman Surga Impian.
Tiga jam yang lalu aku memutuskan untuk pulang, dan kali ini aku menemukan Allona yang masih belum bergerak dari tempatnya.
Aku membuka mobil dengan pelan, dadaku terlalu berdetak kencang memikirkan kemungkinan yang aku dapatkan dengan kehadiran Allona.
Bukankah ini menunjukkan bahwa Allona masih memberikanku kesempatan?
Bukankah ini menunjukkan bahwa Allona masih mempunyai ruang untukku di hatinya?
Aku berjongkok tepat di hadapannya dan memegang kedua bahu mungil yang hanya tertutupi kaos tidak terlalu tebal.
"Allona ...."
"Allona ...." Merasa sesuatu yang janggal, aku memindahkan tanganku ke arah kepalanya, menyuruh untuk mendongak.
Seketika aku terkekeh, dia tertidur. Mungkin dia kelelahan hingga panggilanku tidak terpengaruh untuk menariknya dari ruang mimpi.
Aku menyelipkan tanganku di belakang punggung dan kedua lututnya. Memindahakn Allona ke mobil dan membawanya ke restoran adalah pilihanku saat ini.
Saat aku mengangkat tubuhnya, bunyi benturan ringan membuat mataku teralihkan.
Aku melihat ke tanah, gelang bersulur perak berhiaskan dedaunan. Sangat cocok bersanding dengan kilau hijau leaf pendant yang leluasa merasuk dalam pengelihatanku.
Senyumku tiba-tiba saja terbit. Aku mengambilnya dengan cukup kesusahan karena harus menjaga keseimbangan tubuh Allona di gendonganku.
"Aku mencintaimu." Dan pernyataan itu dengan mudahnya keluar dari mulutku dengan pengakhiran kening Allona yang menjadi pelarian hidungku untuk meraup baunya yang sudah aku rindukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemeral
RomanceAku seorang yang biasa, dan dia sempurna. Kami mempunyai jalan yang berbeda tapi kedua garis berliku itu akhirnya dipertemukan di simpangan kecil yang merupakan satu dari sekian banyak takdir Tuhan. Nyatanya tidak semua hal akan terus berjalan baik...