Sebisanya mataku melihat ke arah lain dan tidak ingin mengarahkan ke Adrian yang berada di balik meja kerja sedang menatap layar laptop di depannya.
Satu suapan masuk ke dalam mulutku dan seperti sebelumnya aku harus menahan nafas saat merasakan bagaimana lezatnya makanan yang berada di pangkuanku saat ini. Aku tidak tahu siapa yang membuatnya, mungkin Lola atau Rano, entahlah. Yang aku tahu mereka adalah koki andalan restoran ini.
Setelah aku keluar dengan tampilan yang cukup baik, Adrian berbicara tanpa menatapku. Menyuruh dengan tegas untuk duduk di sofa dan memakan hidangan yang sudah disiapkan.
Mataku menatap jam dinding yang tidak jauh dari tempatku, 09.00. Bagaimana mungkin aku bisa tertidur begitu lama di tempat asing milik Adrian? Mungkin efek ranjangnya yang terlampau nyaman, atau wangi parfum maskulin yang tidak sengaja masuk dalam penciumanku di segala sudut ruangan, entahlah tapi semuanya membuatku betah.
Sekarang yang aku inginkan adalah menyampaikan terima kasih dan segera pergi, lagipula aku masih berstatus pegawai yang harus bekerja saat ini. Aku cukup mempunyai sopan santun untuk tidak membebankan Adrian lagi. Pastinya setelah aku memanjakan lidahku dengan makanan ini dan membuat perutku kenyang.
"Jangan keluar dan tetap di sini." Aku masih ingin membuka mulutku saat kata-kata Adrian menginterupsi sedangkan matanya masih tidak juga ingin menatapku. Apa dia mempunyai mata lagi di tempat lain di bagian tubuhnya? Bagaimana bisa lelaki itu tidak melihatku tapi dapat mengetahui pergerakanku saat akan mengatakan akan pergi dari ruangannya. Sungguh hebat.
"Aku harus bekerja." Tidak ada sahutan dan aku mulai kesal. Segera saja tasku menggantung di bahu kanan dan beranjak menuju pintu utama.
"Apa kamu tidak dengar perkataanku?" Langkahku dengan otomatis berhenti saat mendengar ucapan dingin Adrian.
"Duduk Allona," tegasnya tanpa ingin penolakan. Tapi untuk apa aku harus berada di sini? Aku juga merasa tidak nyaman dengan sifat Adrian yang tiba-tiba menjadi seperti ini. Hubungan kami terakhir kali memang sedang tidak baik, aku cukup tahu kesalahanku dengan mengacuhkan dia setelah acara festival parade. Dan kemudian sifat Adrian juga berubah drastis setelah tiba-tiba Mike datang.
Semuanya membuatku pusing dan ingin sekali rasanya untuk pergi sambil mendinginkan pikiran sejenak. Tentang Adrian yang sudah mulai menjauh tapi tetap dengan segala kebaikannya dan juga tentang Mike yang menuduhku berselingkuh hingga membuat pertengkaran di antara kami. Kenapa rasanya sangat rumit?
"Allona kamu tidak apa-apa?" Aku mendongak dan menatap Adrian yang kini ternyata balik menatapku. Ternyata secara tidak sadar saat memikirkan dua laki-laki yang memenuhi pikiranku, tanganku sudah berada di kepala untuk menopang.
"Ah iya. Aku baik." Setidaknya aku tidak lagi melihat nada ketus dan dingin dari Adrian. Laki-laki itu menatapku tidak yakin sambil mengerutkan dahi. Kemudian Adrian beranjak dan berjalan ke arahku.
"Istirahat saja di dalam. Akan kubawakan obat." Dia menuntunku agar masuk lagi ke dalam ruangan pribadinya tapi aku menahan dengan sisa kekuatanku.
"Aku baik, sungguh."
"Allona ...." Aku meneguk ludah. Adrian memanggil namaku seakan memberi peringatan. Tapi aku tidak ingin merepotkannya, kemudian bayangan Adrian yang menyuruhku istirahat dan membawa obat hadir dalam pikiranku. Laki-laki itu terlihat khawatir dan tulus. Suaranya sangat lembut.
Aku tidak ingin memancing kemarahan Adrian dan berujung dengan aksi dinginnya seperti beberapa hari ini, karena itu dengan terpaksa kakiku melangkah ke dalam ruangan dan menemukan wangi yang sangat kental dan terasa begitu kuat dalam penciumanku.
Setelah Adrian keluar dan kembali dengan nampan berisi obat dan segelas air putih, dia menyuruhku untuk meminumnya kemudian pergi sambil menutup pintu, menyisakan aku seorang diri.
Aku melihat ke arah luar jendela. Pemandangan taman outdoor dengan dominan warna hijau membuatku tenang. Bahkan rata-rata pengunjung akan memilih untuk duduk di area taman daripada di dalam ruangan, terbukti dengan sekarang banyaknya manusia yang bisa ditangkap mataku sedang menikmati makanan di bangku dan meja yang terbuat dari kayu. Gaya restoran yang sangat indah.
Memikirkan taman aku teringat dengan Taman Surga Impian. Ah, aku sudah rindu sekali. Setelah keluar dari sini akan aku pastikan bahwa tujuan utamaku adalah toko dan kemudian aku bisa tenggelam dalam kesibukan mengurus tanaman-tanaman hijau yang menjadi canduku itu.
Aku merogoh tasku dan menemukan ponsel yang dalam keadaan mati. Terbesit keinginan untuk menelpon Mike agar dia tidak khawatir, tapi mengingat dia yang tega menuduhku dan mengujiku seperti itu membuatku tidak ingin berbelas kasihan.
Tapi sekarang aku yang berada di ruangan Adrian, tidur di ranjangnya dan menginap di tempatnya bukanlah sesuatu yang bagus dalam mata Mike meskipun kami tidak melakukan apapun. Mike akan marah dan aku harus menemui lagi sosok yang tidak aku kenal. Padahal kami sudah berteman sangat lama tapi bodoh sekali memikirkan bahwa baru mengetahui Mike marah adalah beberapa hari lalu, pertengkaran pertama kita.
Semuanya membuatku pusing. Aku akan memikirkannya nanti dan sekarang mungkin waktunya pikiran dan tubuhku beristirahat. Adrian dan Mike, mereka selalu saja memenuhi pikiranku. Ah, sudahlah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Efemeral
RomantizmAku seorang yang biasa, dan dia sempurna. Kami mempunyai jalan yang berbeda tapi kedua garis berliku itu akhirnya dipertemukan di simpangan kecil yang merupakan satu dari sekian banyak takdir Tuhan. Nyatanya tidak semua hal akan terus berjalan baik...