He's Alive

23.2K 940 10
                                    

“Dia sudah sadar”

Aku langsung berlari menuju ruangan rawat inap tempat dia berada. Aku tidak peduli dengan keadaan ku sekarang. Dia adalah yang terpenting. Aku membuka pintu ruangan VVIP ini. Disana sudah terdapat Om Richard dan Tante Marta serta petugas medis. Aku menahan air mata yang akan keluar.

“Ka..kamu..harus kuat”

Dia tersenyum. Dia tidak bisa mengucapkan apa-apa karena alat yang membantu pernapasannya. Aku tak sanggup menahan air mata ku yang jatuh. Akhir nya pertahananku untuk tidak menangis jebol. Tangannya mencoba mengusap air mata ku. Aku menggeleng lalu mengusapnya sendiri. Keadaannya sangat parah. Aku tak sanggup mellihatnya menderita seperti itu.

“Ka..ka..mu..ha...ha..ru..s..ba..ha..ha..gi...a..a” ucapnya terbata dari dalam alat pernapasan

Air mata tambah mengalir deras karena ucapannya. Aku langsung mengangguk mantap.

“Aku yakin kamu kuat, kamu harus tetap hidup”

Dia menyunggingkan senyumannya dengan susah payah. Aku menggenggam tangannya erat. Tiba-tiba nafasnya terputus-putus. Aku panik. Dokter segera memeriksanya.

“Relakan dia”

Aku menggeleng kuat. Tidak.Tidak dia harus hidup.Tapi aku langsung tersadar. Aku langsung mendekati telinganya untuk mengucapkan Lailahaillallah. Aku merasakan tubuhku bergetar hebat. Ketika aku melihat wajah nya. Matanya sudah tertutup dengan senyum kecil terukir di bibirnya. Tiba-tiba kepalaku di sambar pusing yang dahsyat lalu semua menggelap

“BIIIAAAAN”                                                              

Mimpi tadi. Kenangan paling buruk sepanjang hidupku. Aku langsung meneliti sekeliling ku. Semua terlihat asing.

“Sasa, kamu gak papa?”

“Dimana ini?”

“Kamu di rumah sakit. Tadi kamu pingsan”

Aku memutar kejadian sebelum aku pingsan. Aku ingat. Raffa koma

“Dimana Raffa kak? Raffa dimana?”

“Sayang kamu sudah bangun?” tanya Mommy tiba-tiba datang dari balik pintu

“Mom aku mau ke kamar Raffa”

“Ya sudah ayo”

Akhirnya aku diantar oleh Mom dan Dad beserta Kak Dennis menuju kamar Raffa. Aku melihat Om Richard duduk di sofa sementara Tante Marta duduk di samping tempat tidur Raffa. Dia terbaring dengan alat pernapasan. Rasanya sangat sakit melihatnya terbaring lemah seperti itu. Seperti De javu. Tidak tidak. Aku yakin Raffa akan bangun dan sehat lagi. Aku tidak mau kehilangan untuk kedua kali kali. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku jika Raffa pergi. Tidak, Raffa akan sembuh.

Aku berjalan menuju tempat tidur Raffa. Tante Marta dengan sigap berpindah untuk memberikanku ruang. Kulihat satu persatu dari mereka keluar dari ruangan menyisakan aku dan Raffa. Aku menggenggam tangan Raffa erat. Kepala Raffa di bebat dengan perban.

“Raffa maafkan aku. Kamu jadi begini karena aku. Maaf”

Aku memejamkan mata menahan air mata ku keluar. Seharusnya aku terbaring di sini bukan dia. Disaat kita sudah bertemu lagi setelah sekian lama, dia harus terbaring lemah seperti ini.

“Kamu tahu empat tahun ini nggak sedikit pun rasa cinta ku berkurang. Yang ada malah bertambah” aku tertawa hambar mengucaapkan kalimat terakhir

My Love Will Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang