Not The End But The Begin

29.9K 1K 33
                                    

Part terakhir sudah dataaaang..Part ini aku dedikasikan buat semua reader ku yang udah setia vote maupun komen..Sebenarnya sih mau didedikasikan satu-satu ke semua voters dan komentator setia semua tapi mau gimana lagi dedikasinya cuma buat satu orang aja jadi maaf ya semua :(..Tapi aku bener-bener berterima kasih untuk semuanya. Selamat Memabaca :)

Aku langsung memencet tombol panggilan untuk memanggil petugas medis. Perasaan ku sekarang campur aduk. Aku merasakan perasaan bahagia dan terharu. Setelah hampir 2 minggu Raffa koma akhirnya dia membuka matanya.

“Bagaimana Dok?”                   

“Semuanya sudah stabil,hanya saja pasien di harapkan beristirahat.”

“Terima kasih dok, terima kasih”ucap ku dengan bahagia

Aku langsung menghampiri Raffa untuk segera memelukk nya. Tidak ada yang ingin aku lakukan selain memeluknya saat ini. Rasanya begitu lega dan plong. Aku melepaskan pelukan ku.

“Hai”

 Dia tersenyum. Alat pernapasan nya juga sudah di lepas. Dia berusaha untuk duduk. Dengan cekatan aku segera membantunya untuk duduk.

“A..ak—“

“Jangan bicara dulu Raff, ini minum dulu”

Aku mengangsurkan segelas air minum. Dengan pelan dia meminum air itu. Aku tak sanggup berkata-kata dengan kebahagiaanku saat ini. Tapi aku teringat perkataan ku tadi. Aku akan pergi jika dia terbangun nanti. Aku tak menyesali perkataan ku tadi, toh akhirnya Raffa sadar

“Maaf—“

Aku langsung menutup mulutnya dengan jari telunjukku.

Aku menggeleng “Aku sudah memaafkan mu, jangan berkata apa-apa lagi. Yang penting kamu segera sembuh”

Dia tersenyum. Ya ampun aku sangat merindukkan senyumannya itu. Seandainya saja. Tidak-tidak itu sudah keputusan ku untuk pergi. Untuk apa aku bersamanya jika dia tidak mencintaiku. Toh dia dia sudah mendapat maaf dari ku. Dia tidak harus merasa bersalah kepada ku lagi.

Aku menepuk jidatku lupa untuk mengabari keluarga ku. Aku segera berdiri tapi tiba-tiba dia memegang tangan ku

“Aku mau ngabari keluarga kita kalau kamu sudah sadar”

Dia tersenyum lagi lalu melepaskan pegangannya. Aku segera mengambil handphone di tasku. Pertama-tama aku ingin mengabari keluarga Raffa dulu. Aku segera mendial nomor telepon Mama Raffa

“Hallo Ma, Raffa sudah sadar”

Benarkah?” kudengar Mama Raffa terpekik

“Iya Ma, buruan kesini”

“Iya Mama akan segera kesana”

Selanjutnya aku menghubungi keluarga ku. Respon mereka sama seperti ku tadi. Mereka bahagia mendengar Raffa sudah bangun.

Setelah selesai dengan urusan ku aku kembali lagi menemui Raffa.

“Makan ya”

Dia mengangguk. Aku langsung menyuapinya dengan bubur yang telah di sediakan sebelumnya oleh suster. Wajahnya tidak terlalu pucat seperti sebelumnya. Sesekali aku terkikik melihat mulut Raffa belepotan dengan bubur. Rasanya aku ingin menghentikan waku detik ini juga. Seandainya dan seandainya terus bermunculan di kepala ku. Seandainya dia mencintaiku bukankah ini akan menjadi happy ending? Seandainya dia menginginkan ku untuk bersamanya karena cinta bukan karena rasa bersalah? Aku tersenyum miris dalam hati. Aku akan bahagia melihamu bahagia.

My Love Will Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang