-Gue (Namakamu) Nabilla Olivia Naomi. Panggil saja gue (Namakamu). Sekarang gue duduk di bangku kelas 2 SMA, dan sekolah gue ini terbilang favorite, dan juga paling banyak murid-muridnya. Terlepas dari sebutan sekolah favorite, gue kira ngga ada yang namanya cowok senakal Iqbaal yang baru gue kenal. Dan ternyata, dia senior.
Senior yang satu semester belakangan ini, mencari keberadaan gue. So what? Gue ngerasa ngga pernah buat masalah, kok nama gue dibawa-bawa ke kalangan anak nakal, sih?-
—
Langkah (Namakamu) terhenti, sesaat setelah mendengar seseorang meneriaki namanya, yang membuat hampir semua sudut ruangan bergetar hebat. (Namakamu)—gadis dengan tubuh tinggi dan ramping, memutar bola matanya yang berwarna coklat. Ini adalah sebuah bencana, meski teriakan dari orang itu, terkadang membawa berita gembira. Namun bagi (Namakamu) jika seseorang yang hobi berteriak itu telah meneriaki namanya, gempa bumi, puting beliung, angin topan, gunung meletus, tornado, tsunami, dan banjir bandang akan berkumpul menjadi satu.
(Namakamu) memutar haluan langkahnya. Tadinya ia hendak menyimpan tasnya di bangku sebelah orang itu, namun kini ia meletakkan tasnya di bangku lain secara sembarang. "Apaansih, Nad? Sibuk banget lo ngurusin gue? Ngga bisa gitu, satu hari aja ngga teriakin nama gue."
"(NAMAKAMU)!!! LO HARUS TAHU BERITA INI! YA TUHAN, INI TUH KABAR BAIK DAN KABAR BURUK BUAT LOOOOOO!!!"
Dan benar saja, hampir semua kursi dan meja kembali bergetar seiring suara nyaring itu.
Panggil gadis itu Nadya. Gadis berambut sebahu, tingginya jauh di bawah (Namakamu), biasa dipanggil Kubis Busuk, karena kalau kentut baunya seperti kubis busuk. Meskipun begitu, ia adalah teman sebangku, teman seperjuangan, teman gila, teman rese, serta teman sepermainannya (Namakamu).
Siapapun orangnya pasti tak akan tegar untuk berada di samping Nadya, meskipun dalam sehari saja. Namun, entah mengapa berbeda dengan (Namakamu). Ia tahan-tahan saja, bahkan betah untuk kesana-kemari bersama Nadya setiap waktu. Meskipun, terkadang ia bosan dan jenuh juga oleh kelakuan Nadya.
(Namakamu) menutup telinga menggunakan kedua tangannya. "Nad, udah dong! Kalau mau sampaikan amanat itu biasa aja, jangan bikin berita kiamat dadakan kayak gini! Nanti amalan lo malah berkurang!"
Nadya menutup mulut sepintas, menggunakan telapak tangannya. Langkahnya dilanjutkan untuk semakin mendekati (Namakamu) yang justru berusaha menjauh mundur darinya.
Nadya mendelik sambil melambaikan tangan. "Sini! Ini masalah tentang Amzar."
(Namakamu) terbelalak, sesaat kemudian dirinya pasrah, hingga akhirnya ia mulai berjalan mendekati Nadya. Persekian detik, ia menarik tangan Nadya keluar kelas. Karena teman-teman sekelasnya mulai berbondong-bondong keluar kelas pula, membawa beberapa buku dan baju praktik. Hari ini sudah biasa menjadi jadwal kelas sebelas IPA2 untuk praktikum di laboratorium kimia, meski harus bersama dengan guru killer.
"Tadi lo mau bilang apa soal Amzar?" (Namakamu) mengecilkan volume bicaranya sambil menengok kesana-kemari, meski ia dan Nadya berjalan tertinggal paling belakang.
"Lo ingat kan, waktu Amzar ngga mau ngantar lo pulang kemarin? Gue lihat pakai mata kepala gue sendiri, kalau Amzar itu boncengin mantannya!" Nadya heboh sendiri.
Nabilla terdiam beberapa saat. Amzar kini memanglah kekasihnya, mereka menjalin hubungan hampir satu tahun lamanya. Namun, entah mengapa jarak di antara mereka kian jauh dan hubungannya semakin retak. Semua terbukti dari Amzar yang selalu menghindar darinya, jarang memberi kabar, bahkan suka menghilang. Itu hanya membuat (Namakamu) semakin jenuh dengan keadaan. Semacam ingin bebas, namun masih terikat. Semacam terikat, namun hanya ditarik-ulur saja tanpa adanya suatu kepastian. Lantas, akan jadi seperti apa pada akhirnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Senior Playboy • IDR
Підліткова літератураSUDAH TERBIT Apa jadinya kalau gadis bernama (Namakamu) yang polos dan lugu-lugu anjing, dan paling membenci semua jenis hal perkelahian itu, bertemu dengan senior bernama Iqbaal yang kelihatan alim, tapi kenyataannya playboy dan anak dari penjual m...