"Gue buntu banget sumpah, Ndut! Ya ampun.. Sakit banget ngga, sih? Waktu dia mutusin gue dengan begitu mudahnya di depan cewek itu. Dikira gue layangan seribuan yang butut? Kalau putus dan terbang gitu aja dibiarin sama dia?"
(Namakamu) tak henti-hentinya untuk mencurahkan segala isi yang membuat sesak dadanya. Tiada yang lain selain Dyana, yang ia jadikan sebagai tempat curahan hati. Tentu saja karena gadis itu yang paling bijak dan paling mengerti di antara ke empat sahabatnya. Dyana juga tipikal pendengar dan penasehat yang baik. Itu yang menjadikan dirinya disebut layaknya dokter cinta, konsultan cinta, atau semacamnya yang lain."Pernah mikir ngga, sebelum lo nangis kayak gini, bakalan ada bahagia yang menghiasi? Ini sama aja kayak pelangi yang datang setelah hujan," ujar Dyana.
"Tapi gue ngga mau yang sementara. Yang ada nanti jadinya kayak Amzar ini!" (Namakamu) sedari tadi tak berhenti menangis di pundak Dyana. Bahkan, malam ini ia rela menginap di kostan Dyana, dengan embel-embel mau begadang karena curhat, gitu.
Dyana menghela napasnya kasar. "Ini diibaratkan lho, (Namakamu). Kalau lo mau matahari, dia sementara, adanya cuma di waktu siang, kan? Kalau lo mau bulan juga sementara, datangnya cuma di waktu malam, kan? Jadi, memang ngga ada yang sempurna dan kekal sih, di dunia ini."
"Jadi, sekarang gue harus gimana, coba?" (Namakamu) semakin gusar dibuatnya, karena ucapan Dyana yang berputar-putar.
"Iqbaal dekatin lo, kan? Kenapa ngga lo move on aja ke dia," Dyana meraih handphone yang ada di atas kasurnya. "Bentar, gue balas Line dari doi dulu, nih!"
(Namakamu) akhirnya tak bersandar di bahu Dyana lagi, kini ia tengah mengelap ingus menggunakan tisu. "Tapi gue ngga mau jadiin Iqbaal pelarian atau pelampiasan."
Dyana menatap (Namakamu) sekilas, lalu tersenyum. "Asal niat awal dari hati lo aja mau gimana. Iqbaal memang ngga sebaik yang lo kira, tapi kita ngga tahu juga kalau dia bakalan jadi pribadi yang baik demi lo."
(Namakamu) menatap Dyana penuh pertanyaan, apabila terjadi semacam ini, ia bingung harus bagaimana. Beberapa saat hanyut dalam keheningan, (Namakamu) melonjak dan berteriak girang. "Ya ampun, baru aja dibilang! Kenapa Iqbaal tiba-tiba ngchat gue gini?"
Dyana terkekeh. "Bahagia, kan? Gue yang suruh dia ngechat lo, karena lo butuh sandaran. Habisnya gue capek."
(Namakamu) menganga sejenak. Detik selanjutnya, ia melempari Dyana menggunakan boneka. "Lo rese deh, Ndut! Kalau Iqbaal mikir yang ngga-ngga tentang gue gimana?"
"Nang ae nang, sans ae sans. Gue yang atur semuanya," ujar Dyana santai. Detik selanjutnya, ia juga asyik senyam-senyum dengan benda pipih dalam genggamannya.
Sedangkan (Namakamu) pasrah, ia mengangkat panggilan video dari Iqbaal yang ada di seberang sana. Meskipun tadinya sempat malu-malu kucing, kini gadis itu telah hanyut dalam candaan renyah yang dibuat oleh Iqbaal.
Walaupun mereka belum pernah bertemu atau bahkan kenal sebelumnya, tetapi sikap Iqbaal yang begitu hangat dan nampak bersahabatlah, yang membuat (Namakamu) mulai akrab dengannya.
"Dek, sekarang ngga pulang emang ngga dicariin mamanya?" tanya Iqbaal basa-basi.
(Namakamu) terkekeh. "Ngga kok, Kak. Udah ijin juga sama orang tua."
"Oh yaudah, udah malam nih. Jangan tidur kemalaman, ya? Besok sekolah. Aku ngga mau lihat kamu lesu di sekolah, nanti aku ikut ngga semangat sekolah juga."
(Namakamu) mencibir dalam hati, 'idih, gombalan basi. Iewh,'
• Senior Playboy •
![](https://img.wattpad.com/cover/111847596-288-k485959.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
4. Senior Playboy • IDR
Novela JuvenilSUDAH TERBIT Apa jadinya kalau gadis bernama (Namakamu) yang polos dan lugu-lugu anjing, dan paling membenci semua jenis hal perkelahian itu, bertemu dengan senior bernama Iqbaal yang kelihatan alim, tapi kenyataannya playboy dan anak dari penjual m...