Beberapa bulanberlalu dengan tantangan yang kurang menarik dan tidak begitu hebat. Hampirsetiap hari mereka menyempatkan waktu untuk telepon bahkan video call. Ternyata, di zaman modern ini, keperkasaan jarakmenjadi sesuatu yang tidak ada apa-apanya. Ternyata jarak bisa dikalahkandengan mudah oleh sesuatu yang bernama ponsel dan internet.
Indira merasasedang berada di atas angin sekarang. Pasalnya, apa yang dia takutkan ternyatamenjadi sesuatu yang kerdil karena kecanggihan alat elektronik yang semakinmodern. Indira tersenyum sinis menantang jarak yang terlihat semakin samar.Kini dia bisa berbangga karena keputusan yang diambilnya ternyata tidaklahsalah. Ternyata itu hanyalah ketakutan yang nampaknya tidak akan pernah jadikenyataan. Ketakutan yang hanya membuatnya gentar di awal, namun ternyata tidaksemenyeramkan yang kelihatan.
Sore itu Indirapulang dari kampusnya dengan senyuman yang sama dengan hari-hari sebelumnya.Tanpa beban, dan tanpa masalah sedikitpun. Aroma-aroma kemenangan mulai terciumdengan jelas oleh Indira. Bahkan, semakin hari, semakin Indira yakin dialahpemenangnya. Para pembantunya menyambutnya dengan wajah berseri terbawa suasanasenyuman Indira yang bagai bunga-bunga di musim semi.
Dengan langkahringannya Indira menerobos ke kamarnya. Wajahnya berubah dan kening mengerut seketikaketika dia mendapatkan bingkisan yang terbungkus dengan pembungkus kertasberwarna cokelat, dan tergeletak di tempat tidurnya. Dengan langkah santai diamenghampiri benda itu.
Matanya menyipitketika dia menangkap sebuah tulisan 'DearIndira' di sudut kiri bawah bingkisan itu. Dengan cepat karena sedikitpenasaran Indira lantas membuka bingkisan itu. Mata Indira terbelalak ketikadia tahu bahwa bingkisan itu ternyata adalah sebuah lukisan yang menggambarkandirinya dengan latar dermaga favoritnya. Senyumannya mengembang sempurna ketikadia mendapatkan tanda tangan Bima di sudut kiri bawah lukisan itu.
Itu adalahhadiah pertama yang diberikan oleh Bima setelah mereka berpisah beberapa bulanyang lalu. Dan juga, itu adalah lukisan pertama yang dilukis langsung olehBima, yang Indira miliki. Kebahagiaan Indiraterasa semakin lengkap ketika itu. Dengan sangat erat dia mendekap lukisan itukemudian menciumnya berulang-ulang.
Masih denganrasa kebahagiaan yang sangat membuncah di dadanya, Indira bergegas bangkit dariduduknya kemudian memajang lukisan itu di samping tempat tidurnya. Dia inginbisa melihat lukisan itu setiap hari sebagai pengganti Bima. Setidaknya,walaupun Bima tidak ada di sampingnya, karya Bima selalu menemani hari-harinya.selepas itu dia lantas menelpon Bima.
"Hallo Ra...,"sapa Bima terdengar berat dari seberang telepon.
"Bagus bangetlukisannya! Makasih, ya...," seru Indira.
"Oh, kirimannyaudah nyampe ya! Yaudah sama-sama...," balas Bima.
"Kamu lagingapain?"
"Lagi tidur,sih! Di sini kan masih malam...."
"Oh iya!" Indiramembulatkan mulutnya, dan menggaruk tengkuknya yang sebetulnya tidak gatal.Sangking bahagianya, Indira lupa dengan perbedaan waktu yang juga sedikitmengganggu hubungannya dengan Bima. "Yaudah, kalo gitu kamu lanjut tidur lagi,deh! Maaf ya udah gangguin tidur kamu. Good night."
"Iyaaa ini akumasih ngaa—"
"Nanti kalo udahpagi, telepon aku, ya! Aku pengen ngobrol banyak hal sama kamu!" potong Indira.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA "Cinta, Persahabatan dan Janji"
RomanceImpian dan cita-cita mengharuskan Bima dan Indira berpisah. Adrian yang adalah sahabat Bima mengemban sebuah janji. Dia berjanji kepada sang sahabat untuk tetap menjaga Indira apapun yang terjadi. Sabrina yang adalah sahabat Indira dan juga kekasih...