Keputusan Dan Rencana Adrian

19 2 0
                                    


Hari-hari Indiraterus berlanjut, hingga dia melupakan masalah perjodohan itu. Atau lebihtepatnya dia memang sengaja melupakan masalah perjodohan itu. Dia tidak inginmengingat masalah itu, dan lantas melupakan masa depannya. Baginya masa depandan kelanjutan hubungannya dengan Bima, itu lah yang paling penting untuk saatini. Tiap hari dia mencoba untuk menghubungi Bima namun hasilnya masih sama.Bima masih belum bisa untuk dihubungi. Entah apa yang sedang dialami oleh Bimasekarang, Indira tidak mengetahuinya dan Indira sangat ingin mengetahuinya.Indira sendiri masih belum tahu dengan pasti kapan semua ini akan berakhir.

Empat tahunsudah berlalu sejak kepergian Bima ke Amsterdam, dan itu berarti sudah satutahun lebih dia menghilang tanpa kabar. Indira yang awalnya sudah merasa diatas angin karena Bima selalu menghubungi dan mengabarinya, kini harus terdiamdan entah harus berbuat apa lagi. Segala macam cara sudah dia coba untukmendapatkan kabar dari Bima, namun, semua berakhir dengan cara yang sama, yaitukegagalan. Sekarang dia hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu. Semuaorang, termasuk Indria membenci kegiatan yang satu ini. Apalagi yang dinantinya tidak bisa untuk dihubungi dan tidak bisa dipastikan kapan dia akankembali.

Indira sedangberbaring di tempat tidurnya dan memejamkan matanya. Hatinya bimbang. Suaramusik romantis yang sedang diputarnya lewat sebuah speaker berukuran sedang di samping meja belajarnya bahkan tidakbisa menghibur hatinya yang sedang kebingungan. Beberapa hari lagi ayah danibunya pulang. Dan sesuai dengan janjinya kepada mereka tempo hari, dia harusmembawa Bima dan mengenalkannya kepada ayah dan ibunya. Walaupun sebenarnyaayah dan ibunya sudah tidak lagi mengungkit masalah itu, namun dia masihsedikit terbeban. Dia ingin segera mengenalkan Bima kepada orang tuanya.Takutnya, sang ayah berubah pikiran dan menjodohkannya dengan Fikri lagi, ataubahkan dengan orang lain.

Buntu.

Pikirannya buntusaat ini. Entah kenapa tidak ada satu ide pun yang melintas dalam benaknya.Indira lantas mendesah pelan kemudian mengubah posisi tidurnya, menghadap kearah meja belajarnya. Fotonya bersama dengan Adrian dan Sabrina, dengan balutanbaju Toga dan topi segi lima, khas para wisudawan, bisa dilihatnya dengansangat jelas. Momen bahagia itu sudah berlalu beberapa minggu yang lalu, dansaat itu ayah dan ibunya tidak bisa mendampinginya. Tiba-tiba, sebuah idemelintas dalam pikirannya.

Dengan sangatcepat Indira bangkit dari tempat tidurnya kemudian mengambil ponselnya yangsedang di-charge. Dengan sigap diamencari nomor telepon Sabrina kemudian menghubunginya. Harapan Indira pupusseketika, ketika yang muncul dari speakerponselnya bukanlah suara Sabrina melainkan suara operator yang memberitahukannomor Sabrina sedang tidak aktif.

Indira lantaslangsung mendongakan kepalanya ke arah langit-langit kamarnya, kemudian kembalike tempat tidurnya. Indira melemparkan pandangannya ke sekeliling kamarnya yangpenuh dengan lukisan pemberian Bima itu. Dia sempat putus asa dengan semuamasalah yang tengah dia hadapi saat ini. Ingin rasanya dia pasrah dan menurutisemua keinginan sang ayah. Matanya yang tengah menelusuri seluruh kamar berhenti pada patung panda yangdibelikan oleh Adrian untuknya. Saat itu juga Indira langsung tersadar, danlangsung menelpon Adrian.

"Halo, Yan?"sapa Indira dengan suara sedikit berat.

"Halo Ra, kamukenapa? Kok suara kamu kayak berat gitu?" tanya Adrian dengan nada khawatir.

"Aku lagibingung!" jawab Indira singkat.

"Bingung?Bingung kenapa?" tanya Adrian lagi.

"Mmm, kayaknyanggak enak deh kalo kita ngobrolin ini lewat telepon, kita bisa ketemuan nggak?Tadi aku coba untuk hubungin Sabrina, tapi nomornya nggak aktif. Aku nggak tahuharus cerita dan minta pendapat dari siapa lagi!" jawab Indira dengan nadamemohon.

BIMA "Cinta, Persahabatan dan Janji"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang