Dua bulan sudahberlalu sejak kepergian ayah dan ibu Indira ke Perancis. Hari ini ayah danibunya pulang dan akan tinggal bersamanya untuk dua minggu ke depan. Sejakayahnya membuka beberapa cabang perusahan di Perancis, kehidupan Indiraberubah. Ibu dan ayahnya jadi jarang tinggal di rumah ini. Alhasil, dia harustinggal di rumah ini bersama dengan semua pembantu yang sudah mengurusnya sejakkecil.
Sepertikebiasaan sang ayah sejak dulu, ketika beliau pulang ke Indonesia dia selalumengadakan acara makan malam bersama dengan kolega-koleganya. Kata sang ayah,beliau harus selalu menjaga persahabatan dengan semua koleganya, demi semuabisnis yang sedang beliau jalankan.
Indira dan keduaorang tuanya tiba di sebuah restoran mewah yang berlokasi di kawasan pusatperbelanjaan, di pusat kota itu. Mereka turun dari mobil kemudian Indiralangsung berdiri di antara ayah dan ibunya, kemudian menggandeng tangan merekadengan kedua tangannya, ayahnya di sebelah kanan sedangkan ibunya di sebelahkiri. Mereka memasuki restoran itu kemudian menghampiri tiga orang yang sedangduduk di meja nomor enam. Tiga orang itu ternyata adalah, rekan bisnis dariayah Indira berserta istri dan anak laki-laki mereka.
"Ramaa!!!" seruayah Indira dengan suara beratnya.
Yang dipanggillangsung menoleh kemudian tersenyum lebar ke arah mereka.
"Waduh, Ferdy,kamu sangat beruntung bisa memiliki dua bidadari itu!" ujar Rama, kemudianmenunjuk Indira dan ibunya yang memakai dressdengan warna senada.
Ferdy kemudianmelirik ke arah Indira dan ibunya, yang sedikit tersipu.
"Kamu kamu jugaberuntung bisa punya seorang bidadari dan seorang pengeran tampan itu!" balasayah Indira, menunjuk ke arah istri dan anak dari rekannya itu.
"Kita semuaorang-orang yang beruntung!" tindih Rama. "Ngomong-ngomong, kita nggak akanngobrol sambil berdiri gini, kan?"
Ferdy kemudiantertawa. Rama langsung mempersilakan Indira dan keluarganya untuk duduk. BuatIndira puji-memuji dia awal perjumpaan itu sudah sangat biasa. Hampir semuarekan bisnis ayahnya mempunyai hobi yang sama yaitu memuji. Entah dari manaasal muasal budaya memuji itu, tapi yang pasti, ini sudah menjadi semacamtradisi yang tak terpisahkan di setiap awal pertemuan dengan rekan-rekan sangayah.
Anak laki-lakidari rekan bisnis sang ayah, yang sedang duduk tepat di depannya, sedari tadimenatapnya dengan tatapan aneh, dan kadang tersenyum samar. Indira memperhatikangerak-geriknya bahkan sejak awal perjumpaan mereka. Dia menatap Indira seolahIndira adalah mangsa dan dia adalah pemburunya. Indira tidak menyukai tatapanitu, dan selalu berusaha untuk menghindar dari tatapan itu. Sangking tidaksukanya Indira dengan tatapan itu, sekarang dia lupa siapa nama pemuda dengantatapan om-om hidung belang itu.
Acara makanmalam itu awalnya berlangsung biasa saja. Sama seperti acara makan malambersama dengan rekan-rekan lain dari sang ayah, yang pernah dia ikuti. Obrolannyaselalu menyangkut soal bisnis, relasi, cabang-cabang perusahaan, omset dariusaha mereka, dan sesekali diselingi dengan gurauan khas seorang pebisnis.Indira selalu tidak tertarik dengan semua obrolan itu, dia hanya merespondengan anggukkan, tersenyum, namun tetap diam. Dan akhirnya pembicaraan itusampai pada satu momen yang tidak bisa dilupakan oleh Indira di sepanjang masahidupnya.
"Ayah sama omRama sudah mempertimbangkan hal ini matang-matang. Kami sudah sepakat untukmenjodohkan kalian," ujar sang ayah dengan begitu entengnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIMA "Cinta, Persahabatan dan Janji"
RomanceImpian dan cita-cita mengharuskan Bima dan Indira berpisah. Adrian yang adalah sahabat Bima mengemban sebuah janji. Dia berjanji kepada sang sahabat untuk tetap menjaga Indira apapun yang terjadi. Sabrina yang adalah sahabat Indira dan juga kekasih...