Hadiah Pernikahan dan Rasa Bersalah

10 2 0
                                    


Pagi itu sangat cerah. Sinar matahari menyusup lewatsela-sela tirai yang menutupi jendela hotel itu. Adrian tersadar dan langsungbangun dari sofa yang dia gunakan untuk tidur. Di sebrang sana, di ranjang yangsangat besar itu, Indira masih tertidur pulas. Adrian bangkit perlahan danmenghampiri ranjang besar itu. Wajah cantik indira masih sangat jelas, walaupundia sedang tertidur. Tidak dia sadari, senyumannya mengambang menatap sangistri yang masih terlelap.

Andai saja pernikahan ini atas dasar cinta yang tumbuhalami diantara mereka. Mungkin semuanya akan jauh lebih baik. Sinar matahariyang menyusup lewat sela-sela tirai nyaris terkena tepat di wajah cantikindira. Dengan bergegas, Adrian menuju ke tirai yang menutup jendela, kemudianmerapatkan tirai itu dengan lebih baik sehingga sinar matahari tidak bisa masukdan mengganggu tidur lelap Indira.

Adrian lantas menuju ke kamar mandi dan membersihkandirinya. Hampir lima belas menit berlalu. Adrian keluar dari kamar mandi dengantubuh yang sudah nampak lebih segar. Dia menatap ke arah ranjang. Indira masihdi sana. Masih terlelap dalam tidurnya. Adrian melirik jam tangannya kamudiantersenyum lalu keluar dari kamar itu.

Beberapa saat berselang dia kembali dengan sebuahnampan di tangnya lengkap dengan dua kotak jus instan dan empat tangkup rotidengan selai kacang. Saat dia masuk ke kamarnya, Indira sudah tidak ada diranjang itu. Dari arah kamar mandi terdengar suara gemericik air dan suaraIndira seperti sedang mendengungkan sebuah lagi. Adrian tersenyum lagi,kemudian meraih ponselnya.

Adrian asik dengan ponselnya untuk waktu yang cukuplama sembari menanti Indira yang tengah mandi. Tiba-tiba...,

"Iyan!? Kamu dari mana aja?" tanya Indira. Adriansedikit terkejut, lalu meletakan ponselnya ke tempat tidur.

"Aku.., aku dari bawah tadi. Aku ambilin sarapan untukkamu."

"Ohh..., makasih ya, suamiku...," ucap Indira dengan nadamenggoda.

"Su.., suamiku???" kening Adrian terangkat.

"Iya!" jawab Indira singkat, kemudian menghampiriAdrian yang sedang duduk di tepian ranjang. "Kita kan udah nikah, jadi sekarangkamu itu suami aku."

Adrian meneguk ludahnya. "Iya, juga, sih!"

Indira tersenyum kemudian mengambil posisi dudukberhadapan dengan Adrian, mengambil nampan yang berisi sarapan yang dibawa olehAdrian tadi, dan meletakannya di antara tubuh mereka.

"Ini adalah sarapan pertama kita sebagia suami istri,"ucap indira dengan senyuman yang mengembang sempurna di sudut bibirnya.

Adrian menatapnya dengan tatapan bingung.

"Kenapa?" tanya Indira, menyadari Adrian sedangmenatapnya dengan tatapan aneh itu.

"Hah? Nggak! Nggak kenapa-napa," jawab Adrian cepat.Matanya menatap tepat ke mata Indira. Indira mengangkat keningnya seolahmenagih jawaban yang lebih lanjut, "aku..., hanya sedikit kaget aja dengan sikapkamu."

"Kan kemarin kamu yang bilang untuk nikmatin aja!"

"Iya juga sih!" Adrian menggaruk tengkuknya yangsebenarnya tidak gatal.

"Yaudah, mulai sekarang, kamu nggak usah kaget. Santaiaja. Aku akan bersikap selayaknya seorang istri yang sesungguhnya buat kamu.Sampai akhir dari cerita ini. Ok?"

BIMA "Cinta, Persahabatan dan Janji"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang