Rantauprapat
Di bulan April"Lana?" Lana mendongak saat merasa dipanggil seseorang. Ternyata benar, Lyan berdiri di depannya.
"Kenapa kau duduk di luar? Harusnya kau di dalam." Lyan berjongkok di depan Lana, dia tersenyum. Sempat heran juga karena dia melihat Lana duduk di depan gerbang rumah Jansen.
"Aku di suruh pergi. Tapi aku tidak tahu jalan pulang ke rumah."
"Hah, bagaimana kalau kau ikut denganku saja? Tadi aku ingin mengambil buku yang tertinggal. Tapi sepertinya lain kali saja. Kau mau ikut, kan?" Lana mengangguk. Mereka berdua sama-sama berdiri, lalu Lyan mengarahkan Lana ke mobilnya.
"Rumahku tidak terlalu jauh dari sini." Lyan melajukan mobilnya.
"Bu, tolong antarkan aku ke tengah hutan."
"Hah, ke tengah hutan? Ngapain?"
"Rumahku di situ, hehe...." Lyan memerhatikan gerak gerik Lana yang mulai gelisah. Dia semakin tertarik pada Lana.
"Maksudmu, rumahmu di tengah hutan?" Lana mengangguk sambil tangannya saling meremas.
"Oke, pertama kita harus tahu kau itu tinggal di hutan yang mana. Kau paham maksudku?" Lana tersenyum salah tingkah, dia menggeleng.
"Tapi, ada pohonnya, ada buah-buahan."
"Ng, sepertinya aku tahu itu di mana. Karena di kota ini hutan yang terdekat dari sini hanya ada satu. Semoga itu, ya...." Lana tersenyum.
Lyan pun fokus menyetir, dia tidak berbicara apa pun lagi. Tapi dia terus berpikir tentang Lana. Dia ingin mencari tahu asal usul Lana. Dia juga ingin tahu latar belakang keluarga Lana.
"Benar. Aku sering lewat sini!" Pekik Lana kegirangan setelah sampai di pinggir jalan dekat hutan. Lyan menghentikan mobilnya karena mobil tidak bisa masuk ke hutan karena jalan yang hanya setapak.
"Lana, ayo turun." Lyan turun lebih dulu, lalu membukakan pintu untuk Lana.
"Yey...." Lana meloncat-loncat kegirangan. Wajahnya berbinar-binar dan cerah seolah dia sudah melupakan kejadian di rumah Jansen tadi.
"Ayo, aku penasaran rumahmu seperti apa." Lana mengangguk, dia pun menyusuri jalan yang sudah sangat dia hafal. Sementara Lyan mengekor dari belakang.
Lima belas menit kemudian, mereka sampai di sebuah tempat yang membuat Lyan menggeleng tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Ini rumahku, Bu!" Jerit Lana seperti anak kecil.
"Kau yakin? Ini tidak bisa dikatakan rumah, Lana. Untuk gubuk pun tidak layak." Lyan memerhatikan sekitar. Benar, mereka memang ada di tengah-tengah hutan.
"Sini, Bu. Masuk ke rumahku!"
"Ah, ya. Baiklah...." Lyan mendekati rumah Lana yang terbuat dari daun kering, merasa ragu karena dia tidak yakin bagaimana keadaan di dalam rumah itu.
"Wow!" Kalimat itu terucap begitu saja dari mulut Lyan. Merasa takjub melihat rumah Lana dari dalam.
"Ini sangat unik, Lana."
"Aku yang membuatnya. Aku sering ke pinggir jalan besar untuk memungut barang bekas. Tapi tidak ada lampunya," Lana tersipu malu.
"Kau kreatif sekali.
"Terima kasih...."
"Lana, apa kau tahu sejak kapan kau tinggal di sini?" Lana menggeleng.
"Aku tak ingat. Sepertinya sudah lama, Bu. Aku senang tinggal di sini. Aku punya teman. Namanya Milky." Lana meraih boneka beruang besarnya. Menunjukkan pada Lyan.
"Ini boneka beruang. Dari mana kau mendapatkan ini?"
"Entahlah, Bu. Yang kutahu, Milky sudah bersamaku sejak dulu. Milky juga sering aku ajak ngobrol."
Lyan menyentuh kening lana, entah kenapa dia merasa ada sesuatu di dalam diri Lana yang harus dia kuak.
Pasti ada yang membuang Lana bersama boneka beruangnya. Dia juga tidak terlihat seperti gadis biasa. Apa jangan-jangan Lana sengaja di asingkan orangtuanya karena sesuatu hal? Lyan mengerutkan keningnya.
"Lana, kau terlihat bukan seperti orang bodoh. Maksudku, saat belajar tadi kau sangat pintar. Karena aku belum mengajarimu ini itu kau sudah bisa. Kau yakin tidak bisa baca?" Lana tersenyum, dia menyembunyikan wajahnya di balik boneka besarnya.
"Lana, bagaimana Jansen bisa menemukanmu?"
"Bu, ibuku saat itu membawaku ke rumahnya. Bukan ibu sebenarnya karena aku tidak punya ibu. Lalu tiba-tiba ada orang yang datang menjemputku ke rumah ibu."
"Maksudmu, dia menemukanmu di sini?" Lana mengangguk.
"Lana, jawab pertanyaanku dengan jujur. Kenapa kau bisa ada di sini, seorang diri pula? Dan dari mana kau mendapatkan makanan dan pakaian itu?" Lyan mendekati rak pakaian Lana. Ada beberapa buku bacaan di tergelerak di rak pakaian itu. Hal itu membuat Lyan semakin curiga pada Lana.
"Sebenarnya, bibi selalu mengantar makanan dan pakaian. Maaf, Bu. Aku berbohong." Lana menundukkan kepalanya.
"Jangan membuatku bingung Lana!"
Lana membuka buku tulisnya. "Sebenarnya aku bisa baca dan berhitung sudah sejak lama. Lihat, ini tulisanku." Lyan menghela napasnya.
"Kenapa kau berbohong? Berarti, kau tahu di mana ibu kandungmu, kan?" Lana menggeleng.
"Aku tidak tahu, Bu. Aku hanya tahu bibi tua yang sering berkunjung ke sini. Bibi tidak pernah mengatakan apa pun."
"Baiklah, aku mengerti sekarang. Berarti kau itu di buang orangtuamu."
"Benarkah?" Lana terkesip, dia menjatuhkan buku tulisnya.
"Kira-kira begitu."
"Aku sangat sedih mendengar hal itu. Bu, sebenarnya aku suka pada ayahnya Loly." Lyan mengamati perubahan mimik wajah Lana yang tadi sedih jadi tersipu malu.
"Kau baru bertemu dengannya!"
"Ya. Meski dia menakutkan, tapi dia sangat tampan. Hah, aku ingin seperti Cinderella."
"Jansen mengatakan padaku kalau kau tidak bisa baca."
"Aku hanya pura-pura. Aku hanya-"
"Cukup, Lana! Aku tidak tahu apa tujuanmu pura-pura begitu. Tapi sepertinya kau ini adalah ular berbisa. Aku pulang dulu, sudah tidak tertarik denganmu!" Lyan keluar dari dalam rumah Lana membuat Lana murung.
"Harusnya aku sadar diri. Aku hanya anak hutan." Lana mengusap air matanya, dia menjatuhkan tubuhnya di atas Milky.
"Bibi tidak pernah datang lagi. Apa karena aku pergi ke kota? Baiklah, tempatku memang di sini." Lana menatap pergelangan tangan dan kakinya yang lebih putih dari kulitnya. Karena dia baru beberapa bulan lalu di lepas dari pasung. Tidak, Lana tidak gila!
★∞★
Vote dan komen kalau suka :) tinggalkan cerita ini kalau nggak suka :)
Terima kasih
27 juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Still Love You
RomanceLoly tidak punya ibu, tapi Loly sering menanyakan pada ayahnya di mana ibunya, tapi kadang ayah membentak Loly karena menanyakan ibunya terus. Karena Loly belum pernah melihat ibunya, Loly ingin punya ibu seperti teman-temannya di TK. Loly terus men...