Di rumah Jansen
Pukul sembilan pagi"Jansen, bangun! Kau ini kenapa, sih?" pipi Jansen terus ditepuk.
"Lana, jangan tinggalkan aku!" jerit Jansen sekali lagi.
"Ayah, bangun! Ayah!" Loly menarik hidung ayahnya. Muak juga karena Jansen membuat keributan di pagi hari.
"Bangun, Jansen!" Lana menarik tangan Jansen membuat lelaki itu tersentak lalu terduduk seketika. Dia menatap sekitarnya, dia ada di kamar.
"Ayah mimpi buruk? Kenapa Ayah bisa mimpi buruk? Pagi-pagi pula?" Jansen mengusap keningnya, dia menggeleng. Mengusap keningnya dari peluh.
"Kau berteriak terus, Jansen." Jansen mendongak dan seakan baru sadar kalau ada Diamond dan Lyan. Dia menatap Lana yang duduk di sampingnya. Kontan saja dia langsung memeluk Lana.
"Lana, kau tidak apa-apa? Kandunganmu baik-baik saja, kan?" Lana mengangguk meski bingung dengan pertanyaan Jansen.
Jansen mengembuskan napasnya lega saat merasa Lana memang baik-baik saja.
Ternyata hanya mimpi. Mimpi yang sangat mengerikan!
"Loly tidak ke sekolah karena Ayah!" pekik Loly membuat Jansen melepas pelukannya.
"Memangnya Ayah kenapa, Lyly?"
Loly menggembungkan pipinya, bibirnya manyun ke depan.
"Ayah terus menjerit. Begini, 'jangan tinggalkan aku Lana!'" Loly meniru suara Jansen sambil memperaktekkan tangan ayahnya yang meraung-raung.
"Ah, Loly mengarang cerita, ya Nak." Loly mencubit perut Jansen karena kesal.
"Tidak, Ayah! Loly punya buktinya! Tadi Oma merekamnya dalam video. Iya, kan Oma?" tanya Loly pada Diamond. Loly tampak tidak mau kalah berdebat dengan Jansen.
"Benar. Jansen sudah seperti orang gila saja tadi," ucap Diamond menahan tawanya.
Jansen kembali menatap Lana yang menunduk. Dia meraih kedua tangan Lana yang terasa kaku.
"Jangan tinggalkan aku, Lana. Dulu aku memang jahat padamu, tapi aku janji akan menebus semua itu. Lana...." Jansen mengerutkan keningnya saat mendapat senyum kecut dari Lana.
Jansen menatap Diamond dan Lyan, memberi kode agar mereka pergi dari kamar. Agar dia punya waktu berdua dengan Lana.
Lyan menyentuh kepala Loly. " Lyly, ayo kita keluar. Mau? Ibu dan Ayah mau berduaan saja." Loly mengangguk, menangkap tangan Lyan.
"Oma, Loly mau lihat oleh-oleh dari kalian!" teriak Loly dengan semangat. Entah sejak kapan, kini Loly sudah memanggil Lyan dan Diamond dengan sebutan oma.
Setelah Lana dan Jansen hanya berdua saja, Jansen menaikkan tangannya ke wajah Lana, mengelus pipi Lana yang sedikit pucat.
"Sudah sarapan, hmm?" pertanyaan itu begitu lembut membuat Lana sedikit takut. Dan Jansen tahu itu dari pancaran mata Lana.
"Lana, kau kenapa? Apa tadi saat aku mimpi ada kata-kata yang tak diinginkan keluar?" Lana menggeleng.
"Lalu kenapa raut wajahmu sedih? Kau merasa tidak enak badan? Apa perutmu sakit? Bagian mana yang sakit? Apa kita harus ke rumah sakit untuk periksa?" Lana menundukkan kepalanya.
"Tidak," jawabnya singkat.
Jansen melepas wajah Lana, lalu kembali menggenggam tangan Lana dengan erat.
"Lana, tolong katakan padaku. Karena kalau kau hanya diam begini, aku tidak bisa tahu. Atau, kau ingin sesuatu?" Lana menatap Jansen, matanya berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Still Love You
RomanceLoly tidak punya ibu, tapi Loly sering menanyakan pada ayahnya di mana ibunya, tapi kadang ayah membentak Loly karena menanyakan ibunya terus. Karena Loly belum pernah melihat ibunya, Loly ingin punya ibu seperti teman-temannya di TK. Loly terus men...