Part 44

11.8K 821 12
                                    

2 bulan setelah kejadian pahit....

Jansen melangkah pelan menuju halaman rumahnya. Dia melihat seorang wanita cantik memakai gaun warna hijau tosca berdiri dengan tangan yang diangkat ke udara.

Semakin dekat, jantung Jansen semakin berdebar kencang. Dan saat sudah ada di belakang wanita itu, Jansen tanpa ragu memeluknya dari belakang. Tangannya melingkar di perut wanita itu.

"Lana...." bisik Jansen. Lana menurunkan tangannya dan menyentuh tangan Jansen. Dia membalikkan tubuhnya dan langsung memeluk Jansen dengan erat, begitu juga dengan Jansen.

"Kenapa di sini, hmm?" suara Jansen begitu lembut membuat Lana bergetar. Lana hanya memberi gelengan kepala sebagai jawaban.

Jansen semakin mengeratkan pelukannya. Dua bulan sudah berlalu, tapi dia belum berhasil menghibur Lana. Lana menjadi lebih banyak diam, baik itu kepada Loly, Diamond, dan juga pada Lyan. Bicara pada Jansen saja hanya seadanya.

Ya, Jansen telah berusaha keras. Meski belum membuahkan hasil, tapi dia tidak akan menyerah. Dia sudah berjanji dalam hatinya untuk membahagiakan Lana.

"Apa kau mau ikut denganku?" Lana mendongak, mengerutkan keningnya. "Kita pergi ke suatu tempat." Jansen mengelus kepala istrinya itu dengan perlahan. Lana hanya mengangguk dan kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang suaminya.

Jansen tahu Lana tidak mudah dipulihkan, Lana juga sering ketakutan saat sendirian. Trauma yang menggerogoti dirinya membuat Jansen harus berusaha keras menjaga Lana. Bukan hanya Jansen, tapi juga keluarganya. Jansen juga membawa Lana rutin ke psikiater agar mempercepat kepulihan Lana.

"Kita pergi sekarang?" tanya Jansen dengan hati-hati. Lana melepaskan diri dari Jansen, menatap Jansen dengan sengit.

"Ibuku ikut? Loly ikut?"

"Tentu saja, Lana...." Jansen tersenyum, dia meraih tangan Lana dan menggenggam tangan itu.

Dia melangkah begitu juga dengan Lana. Membawa Lana menuju mobilnya yang sudah siap untuk pergi.

Jansen masuk ke dalam mobil begitu juga dengan Lana. Jansen memang sengaja memakai sopir.

"Mereka sudah di sana sejak pagi tadi," kata Jansen menjawab pertanyaan di hati Lana. Lana hanya diam, dia memeluk Jansen dan menyandarkan kepalanya di dada Jansen.

Jansen menunduk demi melihat wajah Lana. Wajah itu begitu lesu meski tatapan matanya kadang memancarkan ketegaran. Setelah melalui banyak hal yang menyakitkan dan mengerikan, Lana masih tetap berusaha menguatkan dirinya.

Setelah lima belas menit diperjalanan, akhirnya mereka sampai. Lana menurunkan kaca dan melihat keluar. Tertera tulisan ‘PANTI ASUHAN KASIH IBU’ di halaman.

Jansen turun lebih dahulu, dia berlari menuju pintu mobil sebelah dan membukanya untuk Lena. Mengulurkan tangannya yang langsung disambut Lana dengan cepat.

Mereka berjalan memasuki area panti asuhan. Jansen memperhatikan setiap ekspresi wajah Lana yang berubah-ubah, bahkan dia tidak bisa menebak apa yang Lana pikirkan.

Semakin dekat dan mereka disambut dengan meriah oleh anak-anak panti asuhan tersebut.

Semoga kali ini berhasil, batin Jansen penuh harap.

Jansen membiarkan Lana melepaskan tangannya. Lana melangkah masuk saat mendengar tangisan bayi. Jansen mengikutinya dari belakang. Dan saat sudah ada di dalam rumah, Lana berdiri mematung dengan tubuh yang kaku.

"Hah...!" jerit Lana tiba-tiba membuat ruangan itu hening.

"Lana, ada apa, Sayang?" tanya Jansen sembari menyentuh bahu Lana. Lana menunduk dan menggeleng. Tapi tangannya menunjuk seorang bayi yang tadi menangis. Lana menarik tangannya dan langsung memeluk Jansen. Menahan agar air matanya tidak jatuh.

I Will Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang