Di Rumah Jansen
1 AgustusLana sejak tadi menepis tangan tata rias yang hendak merias wajah dan rambutnya.
"Kalian ini mau apa, sih?" tanya Lana untuk kesekian kalinya. Dia mencengkeram tangan seorang wanita cantik yang hendak menyapukan bedak di wajahnya.
"Tolong tenang, Nona. Kami disuruh menyelesaikan tugas kami dalam waktu singkat."
"Memangnya, kenapa harus dibuat seperti ini? Awh...." Lana terkejut saat ada yang mencukur alisnya.
"Jangan memberontak! Karena pisau silet ini bisa melukai pelipismu."
"Memangnya kenapa harus dibuat seperti itu? Hei, kenapa kalian menarik-narik rambutku?" tanya Lana panik membuat para penata rias itu menghela napas.
Lana terdiam saat melihat Jansen yang masuk ke dalam kamar.
"Masih belum selesai juga?" tanya Jansen yang sudah berpakaian rapi. Rambutnya di sisir Ke belakang menambah ketampanannya.
"Maaf, Tuan. Nona ini sejak tadi menolak untuk dirias."
"Kalian memotong rambutku tanpa izin. Aduh, alisku kenapa jadi botak?" tanya Lana menatap para perias tidak suka.
"Lana, diamlah biar kau bisa cepat selesai. Kau ingin terlihat cantik dan menawan, kan di acara penting ini?" Lana mengangkat bahunya karena dia sendiri tidak tahu acara apa yang dimaksud Jansen.
"Lanjutkan lagi, buat dia secantik mungkin. Dan kau, Lana ... tetap tenang karena mereka hanya ingin merias dirimu. Mengerti?" Lana mengangguk saat mendapatkan tatapan tajam dari Jansen.
"Ibuku di mana?" tanya Lana karena sejak bangun tadi subuh dia belum melihat Diamond.
"Ibumu yang mana? Oh, dia pulang sebentar katanya." Lana kembali mengangguk.
"Aku menunggu di luar, oke?" Lagi-lagi Lana mengangguk.
Hampit satu jam berlalu, bagian wajah dan rambut sudah selesai.
"Mataku terasa berat! Kenapa kau membuat bulu mata palsu, Dori?" Orang yang di panggil Dori itu hanya tersenyum. Lalu dia berkata, "ayo kita ganti bajumu. Kau akan menjadi wanita paling cantik hari ini. Dan, calon suamimu yang tampan itu pasti semakin jatuh hati padamu." Lana mengerutkan keningnya.
"Aku mulai mengerti. Pantas saja Jansen menyuruhku menghafal kalimat yang dia beri. Menikah ya? Kenapa tidak mengatakannya sejak tadi?" Lana menerima uluran tangan Dori dan mereka melangkah menuju sebuah ruangan besar, yaitu ruang ganti.
Dori melepaskan pakaian yang melekat di tubuh Lana, lalu dia memakaikan gaun pengantin yang sangat mewah itu pada Lana.
"Gaunnya sangat cantik. Ini sangat mahal, Nona. Kau beruntung sekali, ya...." Lana tersenyum lebar, jantungnya menjadi berdebar-debar tak karuan.
"Rasanya sesak memakai gaun ini. Apa gaun ini nanti tidak akan jatuh?" Dori menggeleng.
"Gaun ini dibuat sesuai ukuran badanmu." Dori berjongkok di depan Lana, memakaikan Lana sepatu kaca yang tidak terlalu tinggi.
"Selesai! Kau benar-benar sangat cantik. Aku doakan rumah tanggamu kelak berjalan dengan mulus sampai kalian menjadi kakek-nenek, ya." Lana menahan tawanya. Jujur saja, dia menjadi gerogi.
Dori meraih tangan Lana, lantas dia mengajak Lana keluar dari ruang ganti.
Lana tersipu malu saat melihat Diamond, Lyan, dan Loly yang sedang menunggunya.
"Cantik!" jerit ketiga orang yang Lana kasihi dengan tawa di bibir mereka.
"Aku tidak mengerti." Lana mengulurkan tangannya pada Diamond dan Lyan.
"Tenang saja, jangan khawatir ya, Nak." Lana mengangguk dan mereka keluar dari ruangan persegi itu.
Sementara itu, Jansen berdiri mondar-mandir di kamarnya. Tangannya memutar-mutar cincin di jari manisnya. Dengan berat hati, terpaksa dia melepaskan cincin tersebut. Lalu keluar dari kamarnya, bergegas menuju halaman rumahnya, tempat diselenggarakan acara pernikahannya hari ini.
Degh, degh, degh....
Jantungnya berdebar tidak seperti biasanya. Kini dia sudah menunggu di altar, menunggu Lana yang akan dia nikahi, yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
Dia menahan napas saat Lana mulai menginjakkan kaki di karpet merah. Semakin dekat ... dan tiba-tiba sesuatu melintas di kepala Jansen.
Apa aku benar-benar yakin dengan semua ini? Apa ini sudah benar? Maafkan aku, Andrea. Sampai kapanpun aku tak akan pernah melupakanmu, aku tidak akan bisa mencintai wanita mana pun selain dirimu.
"Ayah...." panggil Loly saat Jansen tak menyambut Lana, ternyata dia melamun. Dia mengedipkan matanya, manatap wajah Lana yang tidak seperti biasanya. Lana terlihat berbeda.
"Aku berharap kau bisa menjaga putriku baik-baik. Jangan kau sakiti dia karena kalau kau melakukan itu, kupastikan kau akan menyesal!" Desis Diamond menatap Jansen dengan tajam. Jansen tidak menjawab.
Lyan menatap jari manis Jansen yang sebelah kanan, dia merengut karena terlihat jelas Jansen baru melepas cincin pernikahannya dulu bersama Andrea.
Lyan dan Diamond menjauh saat acara dimulai. Acara yang sangat sakral, pengucapan janji suci yang berjalan dengan lancar hingga kini Lana dan Jansen sudah sah menjadi suami istri. Tapi, Diamond tampak tidak bahagia. Entah kenapa perasaannya tidak enak. Dia merasa ada yang mengawasi mereka sejak tadi.
Jansen menarik Lana ke dalam pelukannya, dia membisikkan sesuatu yang membuat senyum Lana menghilang. "Akan semakin mudah bagiku untuk menghancurkanmu. Jangan harap kau bahagia setelah ini!" Jansen melepas pelukannya dan mengecup kening Lana.
Lana terdiam, hatinya terasa pilu mendengar bisikan Jansen tadi.
Dia melirik Diamond dan Lyan yang tersenyum padanya, Lana memaksakan senyumnya. Lalu dia menatap lurus ke depan, menatap sosok misterius yang membuat Lana merinding. Jansen merangkul tubuh kaku Lana, dia menunduk, dan menjatuhkan air matanya.
Lana melangkah mendekati Diamond, dia mengabaikan Jansen dan memeluk Diamond.
"Bu, aku tidak bahagia menikah...." katanya dengan pilu. Diamond memeluk Lana, dia menatap Jansen tidak suka.
"Tidak apa-apa, ya. Ibu akan selalu menjagamu." Lana mengangguk. Dia bahkan tidak peduli pada tamu yang datang. Dia kembali melirik sosok misterius tadi, sosok yang membuat bulu kuduknya berdiri. Lana menghela napasnya pelan, dia memejamkan matanya untuk menenangkan dirinya.
Sementara di tempat yang sama, tepatnya di dekat gerbang rumah Jansen, sosok misterius yang Lana lihat sejak tadi hanya tersenyum.
"Mari kita mulai, keponakanku! Awas kau Jansen! Kau akan kehilangan semuanya!" ucapnya menatap Jansen dengan sinis. Lalu dia pergi bersama dua orang lelaki berpakaian serba putih yang mengawasinya sejak tadi.
★∞★
Semoga suka!
Vote dan Komen kalau suka! :) tinggalkan cerita ini kalau nggak suka!
Terima kasih
1 Agustus 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Still Love You
RomanceLoly tidak punya ibu, tapi Loly sering menanyakan pada ayahnya di mana ibunya, tapi kadang ayah membentak Loly karena menanyakan ibunya terus. Karena Loly belum pernah melihat ibunya, Loly ingin punya ibu seperti teman-temannya di TK. Loly terus men...