Part 46

10K 631 12
                                    

Kicauan burung di pagi hari yang cerah membuat Lana terpaksa membuka matanya dengan perlahan. Ditambah lagi dengan sinar matahari pavi yang mengintip dari ventilasi jendela. Lana menyipitkan matanya sambil mengerang pelan.

Dia melirik ke sebelahnya saat menyadari ada tangan yang memeluk pinggangnya. Lana tersenyum malu-malu melihat wajah suaminya. Dia memiringkan tubuhnya agar berhadapan dengan Jansen yang masih tidur dengan pulas.

Lana mengecup dagu Jansen, dan hal itu ternyata langsung membuat Jansen terjaga. Dia membuka matanya dan yang pertama Jansen lihat adalah wajah ceria istrinya.

"Selamat pagi...." ucap Jansen dan Lana bersamaan. Lalu mereka sama-sama tertawa. Jansen menatap Lana penuh arti. Setelah percintaan mereka tadi malam, Jansen semakin yakin kalau dia sangat mencintai Lana. Jansen sudah bertekad akan membawa Lana liburan saat masalah keluarga mereka sudah selesai.

"Aku malu...." bisik Lana menyembunyikan wajahnya di dada telanjang Jansen.

"Tidak perlu malu, Lana. Kau istriku, Sayang...." Jansen mengecup puncak kepala Lana membuat Lana bergetar.

"Lana, apa kau lapar?" tanya Jansen saat mendengar suara perut Lana yang berbunyi. Lana hanya mengangguk.

"Oke, kau mandi dulu. Aku akan menyiapkan sarapan untukmu." Lana mengangguk. Jansen mengambil posisi duduk, begitu juga dengan Lana. Lana memerhatikan setiap gerak-gerik Jansen. Mulai dari turun dari tempat tidur, sampai Jansen memakai pakaiannya pun tak luput dari pengamatan Lana. Lana menjadi salah tingkah sendiri. Apa lagi sebelum Jansen keluar dari kamar, Jansen mengecup kening dan bibir Lana membuat Lana berbunga-bunga. Sungguh, Lana merasa senang. Belum pernah dia merasa sesenang ini.

Lana menyentuh perutnya. Dia sangat berharap agar cepat hamil, agar dia bisa menjadi seorang ibu.

"Aku senang Jansen sudah berubah banyak. Akhirnya dia jatuh cinta padaku meski aku tidak terlalu cantik. Yah, aku pasti cantik di mata Jansen. Ternyata begini rasanya dicintai orang yang kita cintai. Bahagia...." Lana tersenyum lebar menatap foto pernikahannya dengan Jansen yang sudah terpajang di kamar mereka. Entah kapan foto itu di pajang, Lana juga tidak tahu.

"Mungkin ini maksudnya ada pelangi sehabis hujan. Terima kasih Tuhan...." Lana sampai menitikkan air matanya karena terharu.

"Astaga! Aku harus mandi!" pekik Lana. Dia turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi dengan tubuh polosnya.

Lana mandi dengan cepat karena dia ingin sekali melihat Jansen memasak. Lana hanya perlu menghabiskan waktu 7 menit mandi dan memakai pakaiannya—ruang ganti berada di sebelah kamar mandi. Selesai itu, Lana keluar dari kamar ganti, dia berlari menuju tempat tidur dan merapikan tempat tidur mereka. Lalu Lana memungut pakaiannya dan Jansen yang berada di lantai. Setelah itu, Lana keluar dari kamar.

Dia melangkah dengan pelan menuju dapur. Aroma makanan menusuk penciumannya membuat rasa lapar Lana semakin menjadi.

Saat sudah di dapur, Lana berhenti melangkah. Dia memerhatikan Jansen yang sedang serius di depan kompor. Lana tertawa pelan, dia melanjutkan langkahnya. Saat sudah berada di belakang Jansen, sepertinya Jansen belum menyadari kehadiran Lana. Lana langsung memeluk Jansen dari belakang. Jansen sedikit terkejut, lalu dia tersenyum.

"Sabar ya Sayang...." ucap Jansen, Lana mengangguk dengan cepat. Dia melonggarkan pelukannya dan tersenyum pada Jansen. Jansen mengerling nakal pada Lana membuat Lana salah tingkah.

"Lanjut saja, nanti ajarin aku." Jansen mengangguk sambil melanjutkan memasak.

Lana hanya melihat-lihat saja, karena dia tidak tahu memasak. Tapi Lana pastikan, nanti dia akan bisa memasak dan memasakkan makanan untuk keluarganya.

"Loly di mana?" tanya Lana, tanpa sadar dia membalikkan ikan yang sedang di goreng Jansen.

"Lyly sudah pergi ke sekolah, Sayang. Bibi yang antar. Hati-hati, Lana. Jangan sampai kena percikan minyak, ya...." Lana mengangguk.

"Ibuku?"

"Ibu di rumahnya. Lana, nanti bisakah kau ku tinggal di rumah?"

"Memangnya kau mau ke mana?" Lana mengerutkan keningnya.

"Menyelesaikan masalah ibumu dan Dania. Tidak apa-apa, kan? Aku janji setelah masalah ini selesai, kita akan hidup bahagia. Meski nanti ada kerikil-kerikil kecil di rumah tangga kita." Lana tertawa pelan.

"Iya. Semoga cepat selesai. Jangan lama-lama pulangnya, ya...." Jansen tertawa, lalu mengangguk.

★∞★

"Bagaimana?" tanya Jansen pada detektif bayarannya. Sekarang dia berada di rumah Diamond. Sementara Lyan masih di sekolah Loly, menunggu Loly sampai pulang. Karena dia takkan sanggup mendengar apapun soal Dania. Sudah cukup dia kehilangan keluarganya. Meski Lyan sudah memaafkan Dania.

"Jansen, aku sudah membaca laporan itu," ucap Diamond dengan lemas. "Sepertinya Dania salah paham. Satu malam ini aku tidak tidur demi memahami semuanya. Lana putri kandungku." Diamond menatap Jansen, dia memaksakan senyumnya.

Jansen membuka map berwarna biru yang berada di atas meja. Dia melihat beberapa foto lama. Jansen tidak mengenal orang yang ada di dalam foto itu.

"Pria itu adalah suamiku, yang perempuan itu adalah Dania. Biar kuceritakan sedikit masa lalu kami." Jansen mengangguk.

"Dulu, sebelum aku mengenal Jendra—ayah Lana, Dania adalah kekasihnya. Mereka bahkan sudah membicarakan soal pernikahan. Salahku memang saat itu karena masuk ke dalam kehidupan Jendra. Aku juga tidak menginginkan hal seperti itu terjadi. Tapi yang pasti, akulah yang menyebabkan Dania jahat. Aku yang telah merusak kebahagiannya. Saat itu aku tidak tahun kalau Jendra adalah kekasih Dania. Aku menyukainya saat dia datang ke rumah. Karena sebelumnya, aku sekolah diluar negeri. Kebetulan sekali saat itu, aku berpacaran dengan abangnya Lyan yang bernama Gery. Namun hubungan kami kandas begitu saja, begitu juga dengan hubungan Dania dan Jendra. Tidak berapa lama, Dania memutuskan menikah dengan mantan kekasihku—saudara kandung Lyan dan dia benar-benar berubah drastis." Diamond tersenyum kecut.

"Sebenarnya, ceritaku ini sama sekali tidak menarik. Tapi ada satu hal yang baru kumengerti sekarang. Dania menikah dengan Gery hanya untuk membalaskan dendam mereka padaku. Bahkan setelah itu, Dania dengan tega membunuh Gery dan semua yang berhubungan dengan keluarganya Gery, bahkan kedua orangtuamu, Jansen. Ternyata sakit hati yang dirasakan Dania begitu besar. Aku mengerti perasaannya. Bahkan dia tidak dianggap anak lagi oleh keluarga kami karena perbuatannya. Tapi aku tahu betul, Lana adalah putri kandungku."

Jansen menekan pangkal hidungnya, kepalanya pusing mendengar cerita Dania. Dia tidak habis pikir kepada Dania, membunuh hanya karena cinta. Ternyata efek cinta sekejam itu.

"Dan aku juga tidak tahu kenapa Amora sejahat itu." Diamond menghela napasnya.

"Lalu rahasia apa yang di maksud Dania, Bu?"

"Aku pikir dia sudah pernah berhubungan intim dengan Jendra," ucap Diamond sambil tersenyum kecut. Jansen mengembuskan napasnya perlahan.

"Aku mengerti. Mungkin saat itu Dania berpikir kalau dia mengandung anak Jendra. Begitu, kan Bu?" Dania mengangguk.

"Aku harus menemuinya lagi, dan menjelaskan semua padanya." Jansen mengangguk. Meski dia berpikir pasti ada alasan lain lagi yang belum mereka ketahui.

Lalu mereka saling diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

★∞★

Mau kuperjelas lagi ndak soal masa lalu Diamond?
Semoga suka ya. Jangan lupa di vote dan koment ya.

Terima kasih♥

I Will Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang