Part 31 b

14.2K 1.2K 24
                                    

Ini masih tentang masa lalu mereka.

Jansen mengelus kepala Andrea yang tidur dengan nyenyak.

"Aku tahu kau bukan seperti yang mereka katakan, Rea." Jansen menghela napasnya pelan.

"Meski itu benar, aku tidak bisa membencimu. Mungkin karena aku terlalu mencintaimu." Jansen berdiri, lalu dia pergi ke kamarnya. Kamar yang sesungguhnya. Kamar yang belum pernah Andrea masuki.

"Tapi aku tidak mau menikah dengannya." Jansen menatap cincin yang sudah dia beli untuk pernikahannya nanti. Dia memakai cincin itu dan membuang cincin yang harusnya untuk Andrea. Dia membuangnya ke tempat sampah.

"Semua juga sudah percuma, kan?" Jansen menundukkan kepalanya. Dia tidak bisa menunjukkan amarahnya di depan Andrea.

Jansen keluar dari kamar, tidak lupa dia mengunci pintunya. Dia masuk ke dalam kamar yang ditempati Andrea.

Sedikit terkejut karena Andrea sudah bangun.

"Jansen, kau baru pulang?" tanya Andrea dengan lembut. Dia mengulurkan tangannya pada Jansen agar Jansen mendekat padanya.

"Tidak, sudah sejak tadi." Jansen mendekat dan menerima uluran tangan Andrea.

"Tanganmu dingin. Dan, apa ini?" Andrea menatap jari manis Jansen sebelah kanan.

"Andrea, aku memang mencintaimu, tapi aku tidak bisa menikah denganmu. Aku tahu anak yang kau kandung itu bukan anakku. Jujurlah padaku, Andrea! Kau tidak mencintaiku, kan?" Andrea menarik tangannya, dia mengalihkan pandangannya ke lain arah.

"Kau tak percaya padaku, Jansen?" Andrea kembali menatap Jansen, lengkap dengan air matanya yang mengalir. Hal itu membuat Jansen menjadi tidak tega.

"Jansen, kenapa kau jahat sekali padaku?" Jansen duduk di sebelah Andrea. Dia memeluk gadis itu. Dia memang paling tidak suka kalau Andrea menangis.

"Maafkan aku...."

"Kau memarahiku, Jansen! Kau tahu aku tidak suka dibentak."

"Maaf. Tapi aku memang tidak bisa menikah denganmu. Tapi aku akan merawatmu sampai kau melahirkan nanti." Andrea melepaskan pelukannya. Dia mengusap pipinya dengan asal-asalan.

"Berapa kali kau mengkhianati aku?" Andrea menatap Jansen penuh sesal.

"Oke, aku jujur. Tapi berjanjilah untuk tidak meninggalkan aku, Jansen...."

"Akan kupertimbangkan." Andrea menggeleng.

"Berjanjilah, kumohon...." Andrea menyentuh kening Jansen yang berkerut. Jansen mengangguk.

"Benar, ini bukan anakmu. Aku tidak tahu anak siapa."

"Itu artinya kau memanfaatkan kebaikanku, hmm?"

"Awalnya. Tapi aku sudah meninggalkan mereka semua. Aku lebih memilihmu. Tapi, jangan tinggalkan aku." Jansen bangkit berdiri. Dia mendekati jendela dan membuka gorden. Menatap rumah kecil yang sedang dalam masa pembangunan.

"Nanti kau tinggal di rumah yang di situ. Jangan di rumahku." Jansen mengucapkannya tanpa menatap Andrea.

"Aku tidak mau!"

"Ya sudah, pergi saja dari sini kalau begitu!" Andrea menggeleng.

"Baiklah." Jansen kembali mendekati Andrea, menatap gadis itu penuh kecewa.

"Aku pergi dulu, ya." Jansen pergi dari kamar tanpa menunggu jawaban dari Andrea.

Dia melangkah dengan tergesa-gesa.

★∞★

Tujuh bulan kemudian.

I Will Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang