Di rumah Jansen
"Ayah, ibu di mana? Apa Ayah masih marah pada ibu?" Loly mengucek matanya. Hidung mungilnya memerah karena saat bangun beberapa saat lalu, dia kembali menangis karena tidak melihat ada Lana di sana.
"Ah, Loly ... ibu sedang pergi ke supermarket, Nak. Nanti juga akan pulang."
"Bohong! Dulu juga Ayah sering mengatakan hal itu. Tapi saat itu ibu tidak pulang-pulang, Yah. Ayah tidak sayang, ya pada Loly?" Loly turun dari tempat tidur Jansen, lalu dia berlari keluar dari kamar itu.
"Loly mau cari ibu! Ayah jahat! Ayah tidak sayang pada Loly!" Jerit Loly, Jansen hanya diam mengikuti langkah kecil Loly yang kini sudah ada di halaman rumah.
"Loly mau ibu, Ayah...." Loly duduk di rerumputan halaman rumah, dia menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan kecilnya. Dia kembali menangis.
Jansen duduk di depan Loly, dia meraih putri kecilnya ke dalam pelukannya.
"Ayah sayang pada Loly. Ayah selalu menuruti semua yang Loly minta."
"Tapi sekarang Loly ingin ibu, Ayah. Loly janji tidak akan nakal lagi. Loly janji akan rajin belajar." Loly memeluk leher Jansen, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher lelaki itu.
Jansen menghela napasnya, dia sangat tahu seberapa besar keinginan Loly ingin punya ibu. Karena sejak bayi, gadis kecil itu belum pernah melihat wajah ibunya. Sehingga saat Jansen membawa Lana, Loly luar biasa sangat senangm tapi hanya sesaat.
"Loly tidak ingin membuat Ayah marah lagi. Tapi Ayah, semua teman Loly punya ibu. Teman Loly selalu di jemput ibu dan ayahnya. Sementara Loly, Ayah saja tidak sempat menjemput Loly ke sekolah." Jansen memeluk erat tubuh mungil Loly.
"Maafkan Ayah karena belum bisa menjadi Ayah yang Loly inginkan."
"Tapi Loly sayang sekali pada Ayah meski Ayah suka marah-marah," bisik Loly.
"Maaf, ya. Nanti kita cari ibu sama-sama, ya."
"Loly tidak mau ibu baru, Ayah. Maaf kalau Loly banyak maunya, Ayah...."
Jansen tersenyum.
"Tidak apa-apa. Loly jangan nangis lagi, ya." Loly mengangguk dengan cepat. Dia mengusap air matanya.
Drrttttttt....
"Sebentar, ponsel Ayah bergetar." Loly melepas pelukannya, membiarkan Jansen melihat telepon genggamnya.
"Hallo, ada apa Tante?"
"Ada berapa banyak pengawal di rumahmu?"
"Ada sekitar lima belas. Memangnya kenapa?" Jansen mengerang saat Lyan memutus sambungan telepon dengan sepihak.
Jansen memberikan ponselnya pada Loly, lalu dia bangkit berdiri dan menggendong Loly.
Dia melangkah menuju teras rumah mereka, duduk di kursi kayu yang ada di sana.
"Ayah, itu mobilnya bibi!" Jerit Loly, Jansen mengangguk.
"Padahal tadi baru menelepon, sekarang sudah ada di sini?"
"Ayah, itu ibu!" Loly turun dari pangkuan Jansen, dia berlari mendekati mobil Lyan.
"Ibu!!!" Jeritnya saat Lana keluar dari mobil.
"Ibu, Loly senang Ibu pulang!" Loly memeluk kaki Lana membuat Lana hampir terjatuh.
"Loly, peluk ibunya nanti saja, ya. Ibunya lagi sakit, Nak...." Loly melepaskan pelukannya.
"Benarkah? Baiklah, ayo kita rawat Ibuku...." Loly menggandeng tangan kiri Lana, lalu mereka masuk ke dalam rumah tanpa menghiraukan Jansen yang melongok.
"Bawa ke kamar Loly saja, Bi...." Lyan mengangguk.
Dia memapah Lana menuju kamar Loly yang bersebelahan dengan kamar Jansen.
Saat sudah ada di kamar, Lyan membaringkan Lana di atas ranjang Loly. Loly merangkak naik ke atas tempat tidurnya, lalu dia menatap wajah pucat Lana.
"Ibu sakit apa, Bi? Terus, kenapa tangan ibu merah?" Loly menyentuh pergelangan tangan Lana.
"Pipi Ibu juga merah. Ibu deman, ya?" Lyan menggeleng.
"Ibu sakitnya banyak. Jadi Loly jangan ganggu ibu hari ini, ya?" Loly mengangguk.
Dia mendekati kaki Lana, lalu memijat kaki kurus itu dengan sekuat tenaganya.
"Anak pintar," puji Lyan, Loly hanya tersenyum dan dia semakin bersemangat memijat kaki Lana.
"Kenapa kau membawanya ke sini?" Jansen yang ternyata sudah ada di kamar Loly berkacak pinggang menatap Lana yang menunduk.
"Ada sesuatu yang terjadi. Lana harus di jaga dan di lindungi. Jansen, kau harus menikahinya."
"Tidak akan!"
"Harus, Bodoh!" Lyan menendang kaki Jansen membuat lelaki itu mundur satu langkah.
"Ternyata Lana diasingkan di tengah hutan. Dia di pasung dan di siksa. Aku melihatnya sendiri. Aku pikir di sini adalah tempat yang aman untuk Lana, jadi aku membawanya ke sini."
"Aku tidak menerima alasan apa pun, Tan. Lagi pula, dia tidak ada hubungannya denganku! Aku juga tidak membutuhkan dia!"
Lyan bangkit berdiri.
Plak....
"Itu karena kau tidak bisa menjaga mulutmu saat berbicara. Kau memang tidak membutuhkan Lana, tapi Loly sangat membutuhkan Lana. Kau mngerti?"
"Terserah!" Jansen duduk di tepi tempat tidur, dia menarik rambut Lana dengan pelan.
"Dasar penjilat!" geramnya, Lana menatap Jansen dengan sinis, seolah tidak terima dengan ucapan Jansen barusan.
"Dasar kurang ajar! Tak punya moral dan sopan santun!" desis Lana yang berhasil membuat Jansen kesal.
Lyan tersenyum, sementara Loly memeluk Lana.
"Ayah tidak boleh jahat pada Ibuku! Ayah, kan laki-laki, jadi tidak boleh kasar pada perempuan! Ibu guru selalu bilang begitu pada teman sekelas Loly."
"Hah, baiklah! Terserah kalian saja! Wanita memang menyebalkan!"
"Aku tidak begitu!" Sergah Lana, Jansen melotot.
"Hah, aku pergi saja. Dari pada meledak di sini."
"Iya, Ayah pergi saja. Belikan baju untuk Ibuku, ya. Obat juga." Loly tertawa pelan yang menambah kekesalan hati Jansen.
"Ayah, belikan makanan yang banyak, ya. Loly sayang sekali pada Ayah." Loly mendekati Jansen, lalu mengecup pipi sang ayah. Jansen menghela napasnya pelan.
"Baiklah, terserah kalian saja," katanya sembari bangkit berdiri.
"Jansen, nanti kita perlu bicara serius." Jansen mengangguk, lalu dia keluar dari kamar Loly.
"Lana, punya nyali juga melawan Jansen, haha...." Lyan mengelus kepala Lana.
"Aku juga tidak tahu punya keberanian dari mana, Bu. Spontan saja, hehe...." Lana memeluk Loly yang jugabl kembali memeluknya.
"Tak apa, biarkan saja. Jansen memang seperti itu, galak tapi sebenarnya dia baik, kok." Lyan tersenyum.
"Ibu jangan pergi lagi, ya. Loly sayang sekali pada Ibu. Loly sangat senang, Ibu jangan sakit-sakitan, ya. Nanti kalau Ibu sembuh, kita pergi jalan-jalan bersama Ayah. Ibu mau, kan?" Lana mengangguk saja.
"Terima kasih karena Loly senang padaku," ucap Lana sambil tersenyum.
Semoga Lana bahagia di sini, batin Lyan.
★∞★
Semoga suka!
Vote dan komen kalau suka :) Tinggalkan kalau nggak suka :)Terima kasih
03 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Still Love You
RomanceLoly tidak punya ibu, tapi Loly sering menanyakan pada ayahnya di mana ibunya, tapi kadang ayah membentak Loly karena menanyakan ibunya terus. Karena Loly belum pernah melihat ibunya, Loly ingin punya ibu seperti teman-temannya di TK. Loly terus men...