Jansen melirik jam di tangannya berkali-kali sejak beberapa lalu. Sudah hampir pukul tujuh malam dan Lana ternyata belum pulang juga? Dia ingin menelepon Dimas, tapi gengsi. Sementara Lana tidak membawa ponselnya.
"Ayah, Loly tidur dulu, ya. Besok Loly harus sekolah." Jansen mengangguk. Dia menggendong Loly ke kamar.
"Ayah, kenapa Ibu belum pulang juga? Ayah tidak mencari Ibu? Bagaimana kalau paman Dimas menculik Ibu?" Jansen membaringkan Loly di tempat tidur. Dia mengelus kepala putrinya itu.
Loly menguap beberapa kali, masih menunggu jawaban dari sang ayah.
"Mungkin mereka terjebak macet. Loly tidur saja, ya Nak. Selamat malam...." Jansen mengecup kening Loly.
"Iya, Ayah. Selamat malam juga, Ayah. Loly sayang pada Ayah dan Ibu." Jansen tersenyum tipis. Dia terus mengelus kepala Loly sampai putrinya itu tertidur.
Jansen menyelimuti Loly, tatapannya begitu tulus, meski ada luka di sana. Luka masa lalu.
"Ayah juga sayang pada Loly. Sangat sayang...." bisiknya.
Jansen berdiri tegak, tatapannya berubah menjadi luka dan hatinya terasa hampa melihat Loly yang sangat mirip dengan Andrea.
Karena tidak tahan menatap Loly terus, Jansen memutuskan keluar dari kamar Loly. Dia masuk ke dalam kamarnya. Terkejut saat melihat Lana tidur meringkuk di atas tempat tidur.
Jansen mengucek matanya, dalam hati dia bertanya kapan Lana pulang.
Dia duduk di tepi tempat tidur.
"Dia pulas sekali. Kapan dia pulang? Kenapa aku tidak tahu? Padahal sejak tadi aku menunggu. Ah, tidak...." Jansen menyentuh pipi Lana yang terasa hangat.
"Sepertinya dia sudah pulang sejak tadi." Jansen mengalihkan tatapannya ke arah lain saat Lana membuka matanya.
"Jam berapa kau pulang tadi?"
Lana mengernyit bingung, dia mengambil posisi duduk.
"Saat kau dan Loly makan tadi sore."
"Kenapa aku tidak tahu?" tanya Jansen mulai kesal.
"Kenapa pula kau harus tahu?" Lana turun dari tempat tidur.
"Ah, sudahlah. Salahku juga karena belum ada masuk kamar."
"Oh, iya. Apa Raya sudah pulang?"
"Aku tidak tahu, Lana! Jangan tanya padaku!" Lana mundur beberapa langkah.
"Oh, maaf kalau begitu." Lana membungkukkan badannya dengan sopan, lalu dia membalikkan tubuhnya.
"Kau mau ke mana?" Lana melangkah pelan.
"Aku lapar." Jansen ber-oh saja, matanya tidak bisa berhenti melirik Lana. Bahkan saat Lana keluar dari kamar, dia langsung berdiri. Mengikuti Lana diam-diam dari belakang.
Dasar sinting! Jerit Jansen dalam hatinya.
Dia menelan ludahnya susah payah saat melihat lana mulai makan malamnya.
"Kau mau?" tanya Lana tiba-tiba tanpa melihat Jansen. Jansen tersenyum salah tingkah, tapi hanya sebentar. Dia mendekati Lana di meja makan, lalu duduk di sebelah Lana yang tidak berselera makan.
"Kau hanya mengaduk makananmu."
"Aku tidak suka ini. Ini pedas dan aku tidak suka!" Jansen melirik piring Lana, lalu dia kembali menatap Lana.
"Tapi itu tidak pedas, Lana. Loly juga tadi makan itu." Lana menatap Jansen dengan sinis.
"Sebenarnya aku ingin sekali marah padamu karena kau mengikutiku tadi. Tapi tidak jadi, karena aku suka padamu." Jansen membuang wajahnya menahan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Will Still Love You
RomanceLoly tidak punya ibu, tapi Loly sering menanyakan pada ayahnya di mana ibunya, tapi kadang ayah membentak Loly karena menanyakan ibunya terus. Karena Loly belum pernah melihat ibunya, Loly ingin punya ibu seperti teman-temannya di TK. Loly terus men...