Four

1.3K 184 3
                                    

Kamu berjalan memasuki area sekolah setelah turun dari mobil dengan diantar oleh supirmu. Kepalamu menunduk, menatap sepatu hitammu yang melangkah dengan pelan. Sudah terhitung tujuh hari ini kamu jadi pendiam. Senyum yang kamu terbitkan saat berada di sekolah sudah lenyap begitu saja. Beban dipikiranmu terlalu banyak. Masalah sekolah, tugas-tugas yang semakin menumpuk, dan... Jongin. Kamu merasa bersalah padanya.

Ketika semua orang bersedih dan marah ingin segera bertemu dengan pembunuh, kamu hanya diam saja sambil menahan rasa sesak. Saat semua orang merasa frustasi karena pembunuh tidak juga ditemukan, kamu hanya bisa diam sambil berteriak menyebutkan nama itu dalam hati. Andai saja kamu mempunyai keberanian untuk mengatakan itu. Tapi tidak bisa, bibirmu terasa terkunci.

Setiap malam kamu menangis karena hal ini. Menangis sambil mengatakan kata maaf untuk Jongin berkali-kali meskipun kamu tidak tahu dia dengar atau tidak. Kamu merasa dirimu jahat dan tidak ada bedanya dengan si pembunuh itu.

Langkah kaki berlari semakin mendekat dan seketika menyentakmu dari lamunan saat seseorang merangkulmu tiba-tiba. Kamu berdecak kesal saat menoleh dan mendapati Seulgi dengan senyum tidak bersalahnya. Kamu segera menghadap depan lagi sambil melangkah beriringan dengan sahabatmu.

"Kau akhir-akhir ini kelihatan berbeda. Kenapa?" tanyanya, sambil memutar tusuk permen lollipop warna-warninya.

"Tidak ada. Aku biasa saja," jawabmu berbohong.

Matamu memandang ke arah lapangan basket yang pagi ini sudah ditempati oleh para laki-laki untuk bermain. Bola memantul berkali-kali lalu dilemparkan masuk ke dalam ring membuat mulutmu membulat karena aksi yang sangat bagus dari salah satu teman sekolahmu.

Kamu sudah masuk ke dalam lobbi sekolah, lalu mengarah ke arah loker sekolah untuk mengambil beberapa buku untuk pelajaran pertama. Seulgi masih setia di sampingmu. Ia juga sedang bercerita tentang kakak kelas yang ditaksirnya. Kamu hanya menanggapi biasa saja karena pikiranmu yang terlalu banyak bercabang di mana-mana. Kakimu membawamu ke depan lokermu, kamu segera membukanya dan mengambil beberapa buku. Tapi seketika kamu berteriak saat ada sebuah binatang kalajengking yang berada di bawah bukumu.

"Astaga!!!" teriakmu lalu melempar buku dan melompat menjauh hingga membuat permen Seulgi jatuh di atas lantai.

"Ada apa?!" tanya Seulgi ikut heboh dan menempel padamu

"Di sana! Ada kalajengking!!!" jeritmu sambil menunjuk lokermu.

Beberapa siswa segera mendekat. Salah satu laki-laki menengok ke dalam lokermu dan ia menemukan kalajengking itu. Ia segera memukulnya menggunakan buku tebalmu hingga mati di sana.

"Omooo!!! Kau gila memukulnya dengan bukuku, hah?!" marahmu sambil mencubit pria itu dengan kesal. Kamu tidak mengenalnya, namun sangat berterimakasih karena sudah membantu. Tapi, ini sudah keterlaluan karena sudah membunuhnya di dalam lokermu membuat bau tidak sedap tercium. "Aaaaa!!! Bagaimana ini?!" kesalmu sambil menghentakkan kaki di lantai.

"Sudahlah, kita panggilkan cleaning service saja. Biar mereka yang mengurusnya," usul Seulgi sambil menarik tanganmu menjauh.

"Ah aku sebal. Lokerku jadi kotor!!!" sungutmu yang masih tidak terima.

"Sudah terjadi mau bagaimana lagi? Lagipula itu hewan darimana ya?" kata Seulgi seraya berpikir.

"Aku juga tidak tahu!"

"Apa jangan-jangan, ada yang sengaja memasukkannya?"

"Tidak mung--"

Ucapanmu terhenti saat tidak sengaja melihat Chanyeol yang duduk di bangku depan kelasnya. Ia memakai headphone sambil membaca buku namun senyum miring tersungging di bibirnya. Kamu segera mengalihkan pandangan dengan kaku dan meneguk ludahmu berkali-kali. Kamu melangkah semakin cepat sambil menarik Seulgi agar tidak lelet.

Chanyeol yang melihat tubuhmu sudah menjauh segera menutup novel tebalnya. Ia segera menyalakan lagu di Ipod-nya setelah bermenit-menit ia berpura-pura mendengarkan lagu. Matanya masih memandangimu yang berdebat dengan Seulgi di kejauhan.

"Itu peringatan kedua."

***

Selama perjalanan berlangsung, kamu tidak bisa berpikir jernih karena mengingat Chanyeol dan kalajengking tadi. Berkali-kali kamu mengumpat dalam hati karena yakin, pasti Chanyeol yang melakukan itu. Kenapa laki-laki itu tidak berhenti mengganggumu. Selama di sekolah dia selalu saja mengikutimu secara diam-diam. Kamu jadi merasa terkekang karena tidak bebas melakukan hal apapun.

Tanganmu meremas pulpen yang kamu pegang dengan erat. Melampiaskan emosimu karena tidak mungkin hal itu dikeluarkan pada Chanyeol. Pria itu sungguh menyeramkan. Kamu tiba-tiba mengingat apa kesalahanmu sehingga Chanyeol melakukan hal ini.

"Bodoh!" gumammu pelan sambil memukul kepalamu dengan pulpen.

Kakimu melangkah menuju ruangan Bimbingan Konseling. Setelah berpikir berhari-hari, kamu mencoba untuk menceritakan kepada orang saja, mungkin bisa membantu dalam hal ini. Kamu mulai membuka pintu itu setelah memeriksa ke kiri dan kanan depan ruangan tidak ada orang yang melihat. Kamu melangkah, mendekati meja yang kini sudah ada Hyo In sedang mengetik sesuatu di komputernya.

Setelah menghela nafas sejenak, kamu segera permisi dan duduk di kursi depannya setelah dipersilahkan oleh Hyo In. Wanita yang masih berusia muda itu tersenyum ke arahmu. Lalu kamu segera membalasnya.

Hawa pendingin ruangan semakin melengkapi kegugupanmu. Tanganmu saling menaut menahan dingin dan juga kegugupanmu.

"Ada apa kau datang ke sini, YN?" tanyanya. "Apa kau berbuat masalah?" tanyanya sambil terkekeh berniat bercanda.

Kamu ikut tertawa namun terdengar paksa karena dirimu sedang diselimuti oleh banyak pemikiran yang bermunculan.

"Aku ingin bercerita," katamu. "Ini masalah yang berat. Aku tidak bisa menanggungnya sendiri," jelasmu. Kamu mengangkat kepala. Menatap Hyo In dengan matamu yang sudah berlinang air mata.

"Wae? Kenapa kau menangis? Coba, ceritakan masalahmu."

"Tapi aku takut..." lirihmu. Matamu bergerak untuk melihat samping kiri dan kanan. Tidak ada tanda-tanda orang selain dirimu dan Hyo In. Tapi jantungmu sudah berdetak tidak karuan seperti ada sesuatu yang memperhatikanmu.

Hyo In menarik tanganmu, menggenggamnya lembut sambil menatapmu. "Tidak apa-apa. Jangan takut. Tidak ada orang di sini."

"Tapi, Miss...." katamu. "Aku takut dia akan tahu apa yang akan aku lakukan."

Hyo In mengerutkan dahinya bingung. "Apa dia juga ada di sekolah ini?"

"Ne. Dia ada. Dan dia sangat berbahaya," bisikmu, sambil semakin mengeratkan tangan Hyo In untuk mengurangi ketakutanmu.

"Bahaya bagaimana? Laki-laki atau perempuan?" tanyanya.

Kamu menghembuskan nafas sejenak. Bibirmu masih belum berani untuk mengatakannya. Air matamu menetes. Matamu tidak sengaja terjatuh mengarah pada luka sayatan yang diberikan Chanyeol. Seketika kamu melepas tanganmu dari Hyo In. Kamu semakin menangis deras karena pikiran buruk mulai menguasaimu. Bagaimana jika Chanyeol akan membunuhmu setelah menceritakan semuanya? Kamu menggeleng keras karena ketakutan. Hyo In segera berdiri dan berjalan mendekat ke arahmu lalu memelukmu menenangkan.

"Maaf, Miss. Aku tidak bisa menceritakannya."

Dan ternyata, dibalik pintu, Chanyeol sedang berdiri sambil mengunyah permen karetnya dengan santai.

***

SightlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang