Eighteen

1K 134 0
                                    

Kamu berbaring di tempat tidur dengan menggunakan piyama bergambar pinguin kesukaanmu. Hari sudah sangat malam, tapi masih membuka mata sambil bergelung di dalam selimut tebal. Lampu kamar sudah mati, hanya lampu tidur yang menyala untuk membantu penglihatanmu. Pandanganmu mengarah pada tirai jendela yang tertiup angin. Kamu menggigiti kuku jarimu menahan cemas yang sejak tadi menghinggapi hatimu. Tanganmu menahan telepon yang kamu letakkan di telinga. Menunggu orang yang kamu hubungi itu mengangkat teleponnya.

"Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang--"

Tut!

Kamu mematikan telepon dengan kesal karena lagi-lagi hanya suara operator yang menjawab. Kamu mendesah kecewa sambil meletakkan ponselmu sembarang. Rasanya dadamu sangat sesak karena cemas sendiri. Bayangan tentang kejadian kekerasan beberapa minggu lalu kembali terngiang. Kepalamu menggeleng, mengusir pikiran jelek itu.

"Aku yakin Chanyeol tidak melakukannya lagi," gumammu.

Kamu segera mengambil posisi untuk tidur. Matamu terpejam. Beberapa menit kamu sudah melakukannya, tapi tidak juga kamu terbang ke alam tidur. Kamu bergerak tidak nyaman. Ke kiri, ke kanan. Pikiranmu masih melayang pada Chanyeol. Pria itu sedang apa? Apa dia sudah tidur? Apa ia sudah makan? Apa ia sudah pulang ke rumah? Kamu kembali membuka mata. Karena pikiranmu hanya melayang pada Chanyeol, Chanyeol, dan Chanyeol.

Kamu benar-benar tidak mengerti kenapa dirimu jadi seperti ini. Kenapa harus kamu memikirkan Park Chanyeol yang bahkan sudah berkali-kali menyakitimu? Kenapa pria itu bisa merasuk ke dalam pikiranmu dan membuatmu seperti ini? Kenapa rasanya sangat gelisah ketika dia tidak ada kabar sama sekali? Kamu ingin menangis saja rasanya saat ini. Merasa buta karena pria seburuk Chanyeol bisa membuatmu menjadi seperti ini. Apa bagusnya pria itu?

Kamu membangkitkan tubuhmu. Tanganmu bergerak untuk mengacak rambutmu frustasi. Matamu melirik pada ponselmu yang masih belum ada pemberitahuan tentang Chanyeol. Pria itu tidak membalas pesan dan teleponmu juga. Dimana sebenarnya dia? Kamu sudah sangat gelisah dan pikiran buruk mulai berkelana di mana-mana. Chanyeol pasti melakukannya lagi. Dan kamu sudah sangat lelah memikirkan bagaimana cara untuk membuat lelaki itu berhenti. Dia terlalu keras kepala.

Kamu kembali menyahut ponselmu yang tergeletak. Lalu kembali menekan nomor Chanyeol dan mulai menghubunginya lagi. Suara sambungan telepon terdengar menemani malam yang sepi. Suara detik jam terasa semakin lama semakin keras karena jantungmu juga ikut berdetak cepat lantaran menunggu keajaiban dimana Chanyeol akan mengangkatnya.

"Maaf--"

Tut!

Lagi-lagi suara dari operator. Kamu mendesah kecewa. Badanmu kembali menyurut berbaring di tempat tidur dan berusaha mengatur jantungmu agar berdetak normal. Tapi tidak bisa. Rasa cemas itu semakin menggebu. Kamu hanya butuh suara Chanyeol yang menjawab dan mengatakan, "Ada apa? Aku tadi tidur," atau jawaban lainnya yang mampu membuatmu tenang. Tapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda itu. Kamu berharap Chanyeol memang sedang tidur, tapi pikiranmu menolak tentang itu.

Kamu kembali mencoba untuk menutup mata. Hawa dingin dari pendingin ruangan tidak dapat membantu menghapus rasa gerah di tubuhmu. Malam ini, sepertinya adalah malam yang panjang karena rasanya tidak bisa tidur dengan tenang. Rasa tergelitik kembali membuat tanganmu mengambil ponsel dan menekan nomornya lagi. Suara sambungan kembali terdengar. Dalam hati kamu berdoa Chanyeol mengangkatnya. Tapi hingga pada deringan kelima tidak ada jawaban sama sekali.

"Yeubu--"

"Yeollie!!! Kau sedang di mana?!" jeritmu setelah mendengar suaranya seraknya. Apa dia baru saja terbangun dari tidur? Tidak. Kamu mendengar suara langkah kaki yang bergesekan dengan tanah.

Tidak ada jawaban lagi. Tapi sambungan telepon masih tetap berjalan. Kamu menunggu jawaban Chanyeol. Tapi sampai detik ke-20 juga tidak ada. Hanya suara berisik dari langkah kaki dan sepertinya bukan hanya Chanyeol saja. Keringat dingin mulai mengalir dan kamu segera mengambil bantal untuk mengurangi rasa cemasmu.

"Yeollie..." gumammu. Tanpa sadar air mata menetes dari sudut matamu.

BUGGGG!!!!

"CHANYEOL!!!" teriakmu.

"YN-ah... Jangan hubungi aku. Aku sedang sibuk," katanya.

"Chanyeol, kumohon jangan seperti ini," Kamu mulai terisak. Chanyeol mengurungkan niatnya mematikan sambungan telepon. "Chanyeol, jangan buat aku khawatir. Ku mohon berhentilah," lirihmu.

BUGGGG!!!

"Arghh!" erang Chanyeol, membuatmu seketika terbelalak.

"Chanyeol, kau kenapa? Chanyeol! Jawab aku! Chan--"

"SIALAN, KAU!!!"

BUGGG!!!

"CHANYEOL!!!"

***

Taakkk!!! Suara bantingan ponsel Chanyeol karena pria itu melemparnya begitu saja terbuang entah kemana. Ia mengabaikan suara teriakanmu yang kini sudah tidak terdengar di telinganya. Chanyeol segera menghampiri pria bertubuh lebih gemuk darinya lalu menghajarnya berkali-kali. Sangat brutal karena ia benar-benar emosi pria gemuk itu berani memukul singa buas sepertinya. Bayangan saat kakaknya sudah tidak bernafas dalam keadaan fisik yang hancur dan pakaian yang sudah tidak layak pakai kembali terngiang. Membuat Chanyeol semakin semangat untuk membuat wajah pria di bawahnya itu semakin hancur.

Darah sudah keluar banyak dari wajah musuhnya, tangan Chanyeol juga sudah berlumuran darah. Musuhnya itu sudah lemas tidak berdaya dengan nafas yang seperti akan segera habis. Pria itu mengambil banyak nafas, berharap masih bisa merasakan oksigen. Ia menatap Chanyeol sambil menggerakan mulutnya.

"Ku...mohon..." katanya dengan susah payah.

Chanyeol tertawa mengejek. Ia memainkan pisaunya yang ia pamerkan tanpa mau merasa kasihan pada musuhnya. Ia berdiri tegak, kepalanya berputar untuk menghilangkan rasa pegal. Ia mengeluarkan senyum jahatnya sambil kembali mendekat pada musuhnya. Pisau itu ia dekatkan pada muka pria gemuk itu sambil mengoleskannya pada pipi tembannya untuk sekedar menggoda.

"Kau ingin aku membunuhmu lewat mana? Menusukmu di perut... Atau..." Chanyeol menggerakkan pisau itu di leher musuhnya. Menggodanya dengan menggeser pisau itu pada kulit lehernya. Sementara jakun pria itu bergerak karena merasa takut dengan dirinya yang sudah berada dalam bahaya. Tapi pria itu sepertinya masih belum menyerah. Matanya bergerak untuk melihat seberapa peluang ia bisa terbebas. Chanyeol tersenyum mengejek. Ia menarik tangannya menjauh. Disaat itulah, kaki pria gemuk itu segera memukul punggung Chanyeol dengan keras.

BUGGG!!!

"AARGHHH!!!"

"Bagaimana rasanya?" tanya Chanyeol sembari menepuk perut buncit musuhnya yang kini sudah berlumur darah.

Darah itu mengucur dengan deras dari perutnya yang sudah tertusuk oleh pisau Chanyeol. Nafasnya sudah semakin menipis. Kakinya bergerak dengan lemas, berusaha untuk menjauh tapi tidak kuat melakukan itu.

"Jika kau bertemu kakakku di sana, jangan lupa untuk meminta maaf. Dan, titip salam rinduku padanya," ucap Chanyeol. Lalu ia segera berdiri, sembari menarik topi hoodie-nya untuk menutupi kepala. Matanya kembali melirik pada musuhnya yang kini sudah tidak bernafas lagi. Bibirnya tersungging miring.

Ia lalu segera mengambil ponselnya yang tergeletak. Chanyeol terkejut karena ternyata telepon masih terhubung. Ia segera meletakkan ponselnya di telinganya. Terdengar suara isakan di sana. Langkahnya masih tetap berjalan menjauhi tempat di mana ia menjauh.

"YN-ah," panggil Chanyeol setelah ia lumayan jauh dari tempat tadi.

"Kenapa kau melakukannya, hah?! Sudah kubilang berhentilah!! Kau tau?! Aku khawatir denganmu. Sungguh!" katamu.

Tanpa menunggu jawaban dari Chanyeol, kamu segera mematikan telepon. Chanyeol memasukkan ponselnya ke dalam sakunya setelah ia sadar bahwa telepon benar-benar sudah terputus. Ia kali ini memikirkan perkataanmu. Ia merasa bersalah padamu. Mendengar kamu menangis membuat hati Chanyeol merasa teriris. Tangannya mengambil bungkus rokok di sakunya, lalu mengambil satu batang dan membakar ujung rokoknya. Lalu menyedotnya hingga mengepulkan asap yang banyak. Sepertinya, malam ini adalah malam yang panjang karena ia akan memikirkanmu dalam waktu yang lama.

SightlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang