4] Error 404: The Choice Make User Mad Unreachable

798 98 15
                                    

"LIMA menit lagi perpus mau tutup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"LIMA menit lagi perpus mau tutup." Bu Sari mengingatkan.

Perpustakaan tutup jam 4 sore. Aku sendirian saja di sini. Eh, nggak deng, berdua sama Bu Sari. Sudah hampir satu jam yang lalu Bu Yasmin meninggalkanku di perpus. Kalau dipikir-pikir, berarti anak kelas sudah tidak ada di kelas, alias sepi. Berarti, tasku cuma sendirian saja dong di dalam kelas? Ah, mudah-mudahan tasku dalam keadaan sehat, selamat, dan sentosa dalam keadaan jomblo alias seorang diri.

Sembari berjalan menuju pintu perpustakaan untuk keluar, kuremas-remas kertas bekas perhitungan latihan tadi. Itu kertas bukan hanya sekadar itu, tapi dibalik kertasnya ada sebuah pertanyaan konyol dariku. Niat awalnya, aku ingin meninggalkan kertas ini diselipan buku yang ada di perpustakaan, lalu siapa tahu ada yang menjawabnya. Ntar ada orang yang menjawabnya, lalu aku akan memikirkan sarannya. Tapi, setelah kupikir-pikir, itu konyol sekali. Masih mending kalau ada yang membacanya. Kalau tidak ada? Ah, kayak anak kecil aja.

"Permisi, Bu," ucapku kepada Bu Sari. Lalu, aku membuka pintu perpustakaan dan keluar.

Aku membuang kertas itu ke tempat sampah dengan asal, entah masuk atau tidak, aku tidak peduli. 

Aku buru-buru ke kelas untuk mengambil tasku. Kelas benar-benar sepi. Untuk kali ini, aku menyesal kenapa aku duduk di paling pojok kelas. Andai saja tempat dudukku di depan, aku bisa langsung cus kabur. Saat aku berjalan ke dalam kelas, tiba-tiba aku merasa ketakutan. Ketika aku mengambil tasku, tiba-tiba ada suara yang menakutkan. Dengan kekuatan cahaya bulan, aku berlari terbirit-birit keluar kelas dan hampir mendekati parkiran.

Suara tadi sama kayak yang ada di dalam kelas. Suaranya seperti sinden Jawa gitu. Aku ketakutan, "Jangan ganggu saya! Saya janji jadi anak baik yang selalu nurutin perintah Mama. Saya belom bisa banggain Mama saya. Jangan ganggu saya, Bu Setan."

Tiba-tiba ada yang menoel kepalaku. Aku memutar kepalaku dengan dramatis. Lalu apa yang terjadi? Aku dihadiahi pukulan keras di kepalaku.

"Sakit tahu!" ucapku kesal.

"Lo dari tadi ngapain aja di sini? Ngomong sama setan?" tanya orang yang menghadiahiku pukulan keras di kepalaku.

Orang yang memukul kepalaku itu, namanya Kak Raka. Dia baik banget orangnya, sumpah nggak bohong.

"Kak, masa aku denger suara aneh-aneh. Horor abis!" Aku meraih tangannya dan menggoyang-goyangkan tangannya lebay.

"Bentar," Kak Raka mengotak-ngatik handphonenya. Lalu, suara aneh itu muncul lagi, aku memegang tangan kak Raka.

Kak Raka yang melihat reaksiku langsung tertawa terbahak-bahak. Ihh, kok kak Raka nyebelin sih! Oke, aku mencabut kata-kataku yang menyebut kalau Kak Raka itu baik.

"Itu nada dering handphone lo!" kata kak Raka masih dengan sisa tawanya.

"Tapi, nada dering aku bukan itu, Kak! Nada dering aku lagunya BTS, kak!" ucapku kesal.

"Iya, itu gue yang ganti!" Kak Raka tertawa kembali. 

Aku yang mendengar itu langsung memukul lengan kak Raka dengan keras. Bodo amat kalau dia kesakitan "Sial! Sial! Kakak nggak tahu aku ketakutan kayak apa di kelas? Aku capek lari-lari dari kelas sampai di sini tau nggak!"

"Abis gue kesel lo nggak ngangkat handphone lo. Yaudah, gue ke kelas lo, eh nggak tahunya nggak ada orang, cuma tas lo doang. Gue iseng aja sambil nunggu reaksi lo kayak gimana. Gila, nggak sia-sia gue download lagu begituan!" tawanya lagi.

Aku memukulnya lagi.

Kak Raka masih tertawa saja ketika dipukul. "Udahlah, ayo gue anter lo pulang." Kak Raka merangkulku sambil berjalan menuju mobilnya berada.

Di ujung mataku, aku melihat kalau Si Jahat masih ada di sini. Dia belum pulang. Lah, kurang kerjaan amat tuh anak belum pulang. Tapi, aku mengabaikannya. Nggak penting juga sih.

====

Di dalam mobil, aku hanya diam sambil memikirkan pilihan apa yang akan kuambil. Ah, aku bingung. Apa aku minta saran ke kak Raka? Ah, jangan deh, aku nggak mau ngerepotin kak Raka  melulu. Ngomong-ngomong soal kak Raka, dia itu orangnya baik banget-banget-banget! Terlepas dari kelakuan isengnya dia. Dia perhatian banget, padahal aku bukan adiknya. Kak Raka selalu menyempatkan diri menjemputku di sela-sela kesibukan kuliahnya. Dia sudah seperti keluargaku sendiri.

Tiba-tiba, aku teringat dengan kata-kata Bu Yasmin 'Belajar yang kamu sukai itu menyenangkan loh. Sebaiknya kamu memikirkan ini baik-baik'. 

Sumpah, aku bingung banget! Aku mendesah frustasi.

"Kenapa lo? Mikirin apaan? Lo masih mikirin tentang itu?" tanya Kak Raka sambil menyetir mobilnya.

Ah, kenapa kak Raka mengingatkanku tentang itu? Tiba-tiba aku teringat kembali perisitiwa itu dengan detail, aku merasa sedih.

"Kenapa muka lo mendadak sedih gitu?" Dengan satu tangannya, Kak Raka memegang pipiku, tetapi satu tangannya menyetir.

"Kak Raka sih ngingetin aku tentang itu. Jadi keinget kan. Padahal tadi aku lagi mikirin hal lain." 

"Maaf, gue nggak tahu. Tapi, kalau lo ngerasa sedih, lo bisa cerita ke gue. Lo tahu, lo nggak boleh terpuruk sendirian." Kak Raka menarik tangannya dari pipiku dengan perlahan.

"Lo tahu nggak sih? Setiap gue ngeliat muka lo sedih, gue makin tambah sedih. Lo sendiri juga tahu kan, kalau gue yang nyebabin semua masalahnya," tambahnya dengan ekspresi penuh luka.

"Itu bukan salah, Kakak! Yang salah cowok itu bukan Kakak!" teriakku keras

Tiba-tiba suasana menjadi hening. Ah, gara-gara aku yang terlalu lebay karena teriak-teriak terlalu keras, suasananya jadi canggung kan. Aku dan Kak Raka tidak mengeluarkan sepatah katapun sampai tiba di tempat tujuan.

Aku pun bingung harus mengucapkan terima kasih seperti apa selama di perjalanan, ketika sudah sampai depan rumahku, aku malah keluar saja tanpa mengucapkan terima kasih. Aih, dasar tidak tahu terima kasih kamu, Ra!

Ketika aku membuka pagar rumah, Mama keluar rumah dan menawarkan kak Raka untuk mampir sebentar.

"Raka, ayo masuk ke dalam."

"Nggak usah, Tante. Raka langsung pulang aja."

"Yaudah, hati-hati di jalan, ya."

Kak Raka memberikan senyum kecil untukku, aku membalasnya canggung. Lalu, Kak Raka tancap gas meninggalkan pelataran Rumahku.

"Tumben Mama udah pulang. Biasanya pulang malam."

"Iya, udah nggak ada pasien lagi, jadi Mama minta pulang duluan. Soalnya, Mama mau masak makanan kesukaan kamu. Mama udah jarang di rumah."

Aku ber-oh ria dan masuk ke kamarku.

Di dalam kamar aku memikirkan senyuman Mama, aku merasa akan jadi anak yang tidak tahu diri, ketika diberikan kepercayaan olehnya, tapi justru aku membohonginya. Aku mengacak rambutku frustasi. Tapi, aku mau melakukan apa yang kusuka. Ah, sumpah aku bingung harus berbuat apa. 

Di satu sisi, aku ingin melihat Mama bahagia. Namun, di sisi lain, kebahagianku bukan kebahagian Mama. Aku bahagia sih ketika disuruh Mama ini-itu, tapi di dalam hatiku ada yang kurang. 

Siapapun, aku butuh seseorang yang mau memberiku saran.

Tiba-tiba aku teringat kertas tadi. Ah, mana mungkin ada orang yang membalas. Itu mustahil, Ra. Lagi juga aku udah buang ke tempat sampah, masa yang ngebales Mamang pembersih sekolah [].

26/06/2017 ; 21.15

Bila ada kritik dan saran yang membangun, bisa di comment di sini ya.  

-sira.

Error 404: Feelings Not FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang