20.]

352 52 37
                                    

Aku diam dan menambahkan, "Kak Raka tahu sendiri kalau aku nggak pernah lupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku diam dan menambahkan, "Kak Raka tahu sendiri kalau aku nggak pernah lupa."

Kak Raka tersenyum maklum dan berkata, "Iya, gue percaya."

Arza berdiri dari tempatnya duduk dan berjalan ke belakang.

"Ra, kan kemarin gue nggak jemput lo. Lo pulang naik apa?" tanya Kak Raka.

"Bareng temen, Kak," jawabku.

Kak Raka manggut-manggut. "Temennya cewek atau cowok, Ra?"

"Cowok, Kak."

Kak Raka manggut-manggut dan tiba-tiba tatapan matanya berubah dan bibirnya melengkungkan senyum. "Cieee, Ara, sekarang sudah besar. Dulu masih bocah yang suka nangis sama ngambek gara-gara nggak dikasih makan ciki, sekarang udah tau mana yang bening."

Aku menegrutkan keningku. Emangnya kenapa kalau pulang bareng cowok? Cowokku ini temen, kok.

'Cowokku'. Aku mengenyahkan pikiranku dan meralatnya. 'Cowok itu' temen, kok. Nah ini baru pas.

Apalagi yang nganterin aku itu Askal. Emang waktu itu kebetulan angkot lagi demo sama ojek online. Kak Raka aneh-aneh aja nih.

"Maksudnya, Kak?" tanyaku bingung.

"Halah, sok-sokan polos lo!" Kak Raka tertawa-tawa. "Itu ... lo dianterin pacar kan?"

"ARA, LO PUNYA PACAR?!" tanya Arza tiba-tiba dari belakang.

Aku sedikit melompat dari tempatku duduk. Astaghfirullah, nih orang satu sukanya bikin kaget aja. 

Aku menengokkan kepalaku cemberut. "Nggak usah pake toa masjid bisa?"

Arza berjalan ke arah sofa yang ada di sampingku. "Lo nggak punya mata? Gue lagi nggak make toa masjid, ya." Arza membenarkan duduknya. "Serius, Ra, lo udah punya pacar?" tanya Arza serius sambil menahan napas.

"Nggak. Gue nggak punya pacar," jawabku dengan santai.

Arza membuang napasnya lega. "Baguslah, gue kira lo udah punya pacar." Arza terlihat gusar. Ia menambahkan perkataannya, "Kalah gue sama lo kalau lo udah punya pacar," cengirnya.

"Ar, kalau mau jomblo nggak usah ngajak-ngajak orang!" kataku sambil memukul lengan Arza.

"Sakit, manusia!" Arza mengusap-ngusap lengannya. "Nggak usah mukul bisa?"

Aku yang diberi pertanyaan itu hanya mennyengir sebagai jawaban.

"Abis dari mana lo?" tanyaku basa-basi.

"Abis dari kamar mandi," jawabnya.

Aku hanya ber-oh ria.

Kak Raka memasukkan macaroon itu ke dalam mulutnya, "Yah, ghuwe khirha lkho kuhdah phuknyka pkhacar."

Arza mengingatkan. "Telen dulu Bang baru ngo--'

"Uhukk!!!" Kak Raka terbatuk-batuk dan memucratkan kue yang telah kubuat.

Error 404: Feelings Not FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang