25,5

236 34 34
                                    

[ Bogor, 6 tahun yang lalu ]

Seorang anak yang rambutnya dikuncir dua bersama wanita yang telah melahirkannya mencoba melakukan komunikasi dua arah dengan benda kotak yang ada di depannya, tentu saja benda kotak itu tidak akan menyahut karena itu akan sangat creepy.

Mereka benar-benar telah tersedot atensinya oleh sebuah tayangan televisi. Ikut merasakan yang namanya deg-degan walua hanya menonton dari depan layar bukan ikut tampil.

"Kak Gula, ayo pencet tombolnya cepetan!"

"Curang tuh, masa di kejuaraan nasional belnya rusak! Ada kongsi-kongsi nih!" sahut wanita yang sudah melahirkan anak di sampingnya.

"Masa jurinya nggak mau ngebenerin belnya. Belnya nggak mau nyala tuh. Rusak!" Anak itu mencibir sambil menggerakkan jempolnya ke arah bawah.

Jawabannya kurang tepat.

"Semoga dia salah jawabnya!" Menunggu sejenak. "Bagus! Untung salah! Kak Gula cepetan rebut! Pencet tombolnya! Wah, bagus tuh angkat tangan aja! Pinter pinter. Nice, kak Gula! Jurinya milih Kak Gula, amin."

Tet!

"Isshh apa-apaan sih malah yang dipilih dia! Udah jelas-jelas Kak Gula duluan yang angkat tangan! Mata jurinya lagi juling kali! Jurinya nggak bisa liat apa belnya rusak begitu, ya, kan Mama?" dumalnya kesal.

Wanita yang dipanggil Mama  mengangguk setuju. "Dek, liat itu dia jawabnya juga salah. Pertanyaannya mau dijawab sama kakak kamu!" Mereka menunggu orang yang ada di televisi berbicara dan dinyatakan benar barulah mereka bersorak gembira.

"Nah, kan! Tinggal pilih anak saya kok repot! Buang-buang waktu aja! Udah tau anak saya bisa jawab bener."

Seorang remaja perempuan yang memakai baju putih abu-abu meminta host untuk melihat bel-nya.

"Nah, bener tuh kak minta dibetulin belnya. Enak aja mau dicurangin begitu!"

Ada orang yang memperbaiki bel yang rusak. Setelah selesai, lomba pun dimulai lagi. Sekarang, orang berikutnya maju.

"Ma, ada temennya Kak Gula yang sering ke sini! Kak Raka!"

"Iya, tuh. Mama mau liat gimana Raka kayak gimana."

Tet!

"Wah, boleh juga tuh! Cepet banget disambernya padahal yang ngebaca belum selesai ngomong."

"Belum tentu bener, Ma--'

Jawabannya tepat sekali.

"Wah, pinter juga si Raka. Untung kakak kamu minta dibetulin belnya. Coba kalau nggak? Si Raka nggak bisa ngeraih poin untuk Jabar kalau kayak gitu." Mama menepuk dadanya bangga.

"Cocok mereka berdua," sambungnya.

"Cocok? Cocok apa, Ma?" tanyanya polos.

"Nggak. Bukan apa-apa."

Anak itu ber-oh ria. "Ma, aku pengin kayak Kak Gula dan Kak Raka yang bisa ngomongnya cepet, secepet kereta api. Terus bisa jawab semua soal. Bisa rebut-rebutan main bel. Ditonton banyak orang lagi. Ada wakil presiden, menteri, pokoknya banyak. Aku mau ke sana, Ma!"

Mamanya tertawa. "Nanti SMA kamu bakal bisa kayak kakak kamu, kok. Kamu haru banyak-banyak belajar. Cob abaca-bacain buku kakak kamu. Suatu saat akan mewakili provinsi biar bisa menang di nasional."

Mamanya menepuk puncak kepala anaknya. Anaknya tersenyum sumringah.

"Bubar-bubar! Tayangan nggak mutu! Nggak layak ditonton" kata seseorang dari arah belakang. Mereka menegok ke arah sumber suara. Seketika mereka memberengut sebal.

Error 404: Feelings Not FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang