"Terus, terus. Masukin, Kang," kata tukang Parkir berompi oren.Alian memarkirkan motor jadulnya di antara deretan motor jaman sekarang. Ia membuka helm hitam tanpa penutup wajahnya, lalu menaruhnya di kaca spion.
"Kang, kira-kira malam ini hujan gak, ya?" Tanya Alian.
"Wah, saya kurang tau," jawab tukang Parkir. "Emangnya kenapa?"
Alian mengaitkan kacamata hitamnya di dada. "Itu." Ia nunjuk ke helm. "Kalo hujan, tolong amankan."
"Oh, helm," kata tukang Parkir. "Oke, siap."
Alian melihat ke langit. Pandangannya menorobos di sela-sela ranting pohon besar itu. "Gak ada bintang. Kayaknya bakal hujan. Pantesan dingin banget."
Buru-buru Alian mengambil helm-nya.
"Kok dibawa?" Tanya tukang Parkir.
"Kayaknya bakal hujan," jawab Alian. "Saya bawa aja ke dalam."
Dengan logat sunda yang kental, tukang Parkir itu mempersilahkan Alian, "mangga, Kang, mangga."
Alian berjalan dengan terburu-buru memasuki kafe bernama Waroeng Kopi itu. Waroeng Kopi berpenampilan klasik. Gaya rumah orang sunda jaman dulu. Kafe itu diterangi deretan lampu berwarna kuning.
Di halaman kafe, terdapat saung berukuran 6 x 5 meter, yang di dalamnya ada empat meja panjang. Setiap meja bisa menampung 8-10 orang.
Selain tempat duduk di luar, di dalam kafe juga terdapat beberapa meja yang diperuntukan untuk 2 orang. Cocok untuk yang sedang berpacaran.
Alian diam sejenak saat menginjakan kaki di halaman kafe itu. Pandangannya menyebar ke segala arah. Ia melihat ada beberapa pasangan kekasih sedang menikmati malam minggunya di balik kaca kafe. Sekumpulan anak muda yang berisik memenuhi sebagian meja di bawah saung jerami. Riuh ramai.
"Pak Ketua! Pak Ketua!" Ada suara cowok yang memanggilnya dengan sebutan 'pak ketua' di pojok saung itu. Mata Alian mengikuti sumber suara.
"Di sini!" Lanjut sura itu.
Alian menemukan yang ia cari. Itu Muki, ketua BEM Fakultas Bahasa, serta beberapa orang panitia yang masih tersisa. Tersisa? Yap, sepertinya rapat Inagurasi sudah selesai.
Alian mendatangi mereka. Di sana hanya tinggal 3 orang. Muki, Aep dan Tika. "Sori gue telat. Yang lain pada kemana?" Alian menyalami satu per satu orang yang ada di meja itu.
Muki sedang menghisap rokok Mild-nya. "Udah pada pulang."
Alian duduk lemas di samping Muki. Ia menyimpan ransel coklat berbahan Cordura-nya di atas meja dan helm hitam kesayangannya.
"Udah sembuh?" Tanya Tika yang ada dihadapannya.
Aep menimpal, "kayak yang masih sakit gitu, A. Wajahnya pucat."
"Agak mendingan," jawab Alian, singkat.
"Kalo masih sakit gak usah maksain, Yan. Mending lo tidur biar nanti seger." Muki menepuk pundak Alian.
Di atas meja ada 2 gelas kopi yang tinggal sedikit dan segelas jus jeruk milik Tika. "Wah, gue kehabisan makanan, nih."
"Udah pesen aja," kata Muki. "Ep, panggil pelayannya."
"Siap, A." Aep lalu pergi mencari pelayan kafe.
"A Muki," kata Tika, "gini, nih, nasib yang LDR-an. Gak ada yang ngurus kalo lagi sakit."
Alian hanya tersenyum.
"Mending Aa, ya, Tik. Punya dua," jawab Muki. "Jadi gak kesepian."
Tika tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Dalam Secangkir Kopi
Storie d'amore[Cerita ini hanya dipublish di Wattpad oleh akun username-nya PENJAHITKATA, selain itu, COPAST dan PLAGIAT] ==Rank #11 dalam Kopi (241118)== **CERITA LENGKAP** Cerita dan Tokoh di dalam cerita ini adalah FIKTIF. Sinopsis: Sesuatu yang baru akan ter...