Cangkir #20 Om-om dan Gitaris Baru

33 5 0
                                    

Seorang pria separuh baya beridiri sambil melipat tangannya, memperhatikan di pojokan. Ia memiliki badan yang tegap dan besar. Tapi, langsung manggut-mangut menikmati lagu-lagu romantis yang Alian dan kawan-kawan bawakan di panggung kecil itu.

"Bagus juga, ya, om," kata seorang cewek berambut pendek yag datang dari belakang pria itu.

Pria yang sedang berdiri itu mengangguk. "Gue awalnya ragu, sih. Soalnya ini band baru."

"Tapi, itu dipake?"

"Gue coba-coba. Ngisi kekosongan."

Pria itu memakai topi koboi, lalu membukanya—terlihat kulit kepalanya yang mengkilap—setelah selesai mendengarkan Alian manggung. Ia bertepuk tangan begitu kencangnya bercampur dengan tepuk tangan dari pengunjung Ce Cafe.

"Terima kasih semuanya," teriak Vokalis.

Kemudian mereka memberi salam ke pengunjung sebelum turun panggung.

Di pojokan, Pria tadi masih memperhatikan dengan sebuah senyuman yang terus terpasang. Seakan ia begitu puas melihat penampilan Alian dan kawan-kawan.

Alian terlebih dahulu 'turun panggung'—karena sebenarnya itu bukan panggung, hanya sebidang lantai yang lebih tinggi 50 cm—lalu menemui Dinan yang ada di belakang. Mereka berdua tos sebagai tanda keberhasilan di manggung pertamanya Alian dengan band-nya Neto.

"Tuh, lo bisa," ucap Dinan, tiba-tiba. "Lo Cuma butuh 'terbiasa' lagi untuk bisa tampil kayak dulu."

"Haha," Alian tertawa, "iya, gue sempet gak pede. Tapi, makasih, ya. Lo terus semangatin gue."

"Hey, Nan." Neto datang dari belakang Alian, diikuti ketiga personil lainya. Mereka bergantian melakukan tos kepada Dinan.

"Ini dia bapak menejer kita," lanjut Neto, sambil menunjuk Dinan.

Semua tertawa.

Dinan memukul bahu Neto. "Bisa aja, lo. Gue mah cuma penonton biasa."

"Tapi, gue udah nganggep elo kayak emak-emak yang ngasuh bocah. Haha," celetuk Alian.

Saat mereka asik bercanda, ada suara berat yang memanggil Neto, "Neto! To!"

Neto menoleh ke sumber suara. Ia di panggil oleh pria tadi. "Iya, Om? Ada apa?"

Pria yang dipanggil Om itu meambaikan tangannya. "Sini bentar."

"Eh, bentar, ya," kata Neto, ke teman-teman band-nya, "gue dipanggil Om dulu." Kemudian neto mendatangi si Om yang terus berdiri dari tadi di tempatnya itu.

Saat Neto masih berjalan menghampiri, ia sudah disambut sebuah pujian oleh si Om, "nah, kayak gini dong bikin band itu. Keren. Bisa menghipnotis pengunjung."

Neto yang kemudian tiba di hadapan si Om, menyalaminya. "Gimana, Om? Bagus gak?"

"Mendingan lah, daripda yang dulu-dulu."

"Pastilah, Om," jawab Neto, sedikit sombong.

"Kali ini keliatan nya kalian lebih kompak, dan ... itu ngomong-ngomong, yang pegang gitar Om baru liat. Siapa?"

Neto melirik ke Alian yang sedang ngobrol dengan Dinan di seberang sana. "Oh, itu. Dia namanya Alian. Gitaris baru. Aku coba-coba aja Om, daripada gak ada yang pegang gitar. Tapi, dia mainya bagus kata aku mah, Om."

"Emang. Ngebawa nuansa lain di band kamu."

"Bening, gak, Om?"

"Ha-ha," si Om tertawa, "emang judul lagu."

"Mau kenalan gak, Om, sama Alian?" tawar Neto.

Lalu si Om mengangguk.

"Yan!" terika Neto.

Dua Dalam Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang