Prolog

690K 29K 1.2K
                                    


“Kalo suatu saat nanti lo mau pergi, entah karena ngejar orang yang lo suka, atau … mau mati, lo harus ngomong sama gue ya, Gam? Jangan tiba-tiba menghilang tanpa pamit.”

Agam terdiam ketika mendengar Lamia tiba-tiba berucap demikian. Karena sedari tadi, tidak terdengar suara dari perempuan itu. Sejak dua jam yang lalu, Lamia fokus membaca novel di atas tempat tidur, membiarkan ia fokus membungkus ganja di lantai.

Cowok itu menoleh. Senyum tipis nampak di bibirnya. Ia lalu berdiri dan berjalan menghampiri Lamia. Ia duduk di tepi ranjang, menghadap Lamia yang masih menatapnya penuh harap.

“Kenapa lo tiba-tiba nanya begitu, La?”

“Jawab dulu pertanyaan gue. Lo pasti nggak bakal ngilang tanpa pamit, kan? Lo nggak bakal ninggalin gue sendirian secara tiba-tiba kan, Agam?”

Senyum Agam sedikit melebar. Ia lalu gerakkan tangan untuk mengelus kepala Lamia, berusaha menenangkan satu-satunya perempuan yang penting di hidupnya ini.

“Oke. Gue janji. Anything for you, Princess.”

“Beneran janji?” Lamia nampak belum puas.

Lelaki itu mengangguk mantap. “Janji.” Ia lalu menarik kembali tangannya yang mengelus kepala Lamia. Kini, sebelah alisnya terangkat dan menatap Lamia penuh rasa ingin tahu. “Jadi, kenapa lo tiba-tiba kayak gini?”

Lamia mengalihkan tatapannya dari Agam. Ia gerakkan mata menatap novel yang sedari tadi dibaca. “Barusan selesai baca novel ini. Ending-nya, si cowok meninggal karena penyakit yang sudah lama diderita. Dan lo tau apa yang bikin gue sebel? Si cowok rahasiain penyakitnya itu dari si cewek. Jadinya, si cowok meninggal tanpa si cewek tahu. Tahu-tahu si cewek kayak orang gila karena ditinggal tanpa pamit begitu sama cowoknya.”

Agam menyimak dengan serius. Setelah Lamia selesai berucap, baru ia berkata, “Gue nggak bakal kayak si cowok di tokoh novel itu.” Ia lalu mengambil alih novel yang masih dipegang Lamia. “Jadi, karena lo sudah selesai bacanya, dan ini sudah larut malam, lo mesti tidur. Oke?” ucapnya setelah menaruh novel tersebut di atas nakas.

“Nggak mau tidur sendiri tapi. Temenin ya, Agam?”

Lagi-lagi lelaki itu tersenyum, senyum yang selalu menjadi favorit Lamia. Kedua makhluk itu lalu berbaring di atas ranjang yang sama. Lamia memeluk Agam erat, seolah sebagai ungkapan kalau ia tidak akan pernah mau berjauhan dengan lelaki itu. Dan Agam, ia mengusap-usap kepala serta punggung Lamia sebagai pengantar tidur.

Untuk saat ini, biarlah mereka menikmati rasa yang ada tanpa perlu memikirkan konsekuensi yang akan diterima nantinya.

Mata Lamia sudah hampir terpejam ketika ia tiba-tiba berkata, "Agam ..., janji jangan pernah tinggalin gue sendirian tanpa pamit ya. Gue ... gak bakal bisa apa-apa tanpa lo."

***

27617

Bad Boy on My BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang