[01] Touch Her and I'll Kill You
⚽⚽⚽
"Gam, Lamia pingsan kena tendang bola!"
Suasana kelas seketika hening. Nyaris semua yang pendengarannya berfungsi dengan baik, langsung menahan napas tegang. Semua mata di ruang XII IPA 3 langsung tertuju pada satu-satunya sosok yang akan mengamuk dalam hitungan detik.
Kedatangan Razzan benar-benar tidak pas. Atau lebih tepatnya, berita yang dibawakan cowok berkacamata itu sangat amat tidak cocok dengan sikon di kelas sekarang. Ibarat sudah terbakar, Razzan seperti menyiram minyak di kobaran emosi Agam.
Suanasa kelas sudah tegang sejak setengah jam yang lalu, saat sang guru kimia izin keluar kelas dan meninggalkan mereka dengan setumpuk tugas di Lembar Kerja Siswa.
Mereka semua sudah kompak tidak berulah sejak tadi. Bukan, bukan karena bersekolah di tempat elit, mereka jadi tetap bisa duduk tenang meski ditinggal guru. Melainkan karena mereka tidak mau mengusik sang singa, menyulut emosi seseorang yang berada tepat di ambang batas.
Semua orang di kelas itu tahu bahwa Agam sedang mati-matian menjaga diri agar tidak mengamuk. Sebuah keajaiban karena seorang Agam Aderald yang paling anti dengan kimia, menjadi duduk manis mengerjakan semua soal dengan usaha sendiri.
Sudah setengah jam. Sudah selama itu pula Agam menjadi tak tersentuh. Tidak ada yang berani mengajaknya berulah di kelas ataupun minggat.
"Jangan ada yang berisik, gue mau konsen! Kalian semua kerjain semua soalnya dengan bener!"
Dua kalimat itulah yang membungkam seisi kelas. Kalimat yang diucapkan Agam ketika mereka langsung berisik begitu guru keluar kelas.
Dan sukses. Suasana kelas senyap seolah ada guru yang mengawasi. Tapi hening itu hening yang mencengkam, hening yang seolah menunggu-nunggu saat untuk dikacaukan. Dan kedatangan Razzan mampu menyulut itu.
Lima menit yang lalu, sahabat baik Agam itu keluar kelas dengan tenang karena akan ke toilet. Tapi kedatangannya itu yang bahaya. Kedatangan dengan membawa info yang mampu mengusik ketenangan si pentolan sekolah.
Tidak ada yang bersuara. Mereka semua kompak menunggu reaksi Agam.
Cowok yang sedari tadi mencoba fokus membaca buku kimia, kini mengalihkan pandang ke arah pintu kelas. Matanya membelalak tak terima. Rahangnya langsung mengeras. Dalam satu kedipan mata, cowok tinggi itu langsung berdiri dan melesat menghampiri Razzan.
"Di lapangan?" tanya Agam memastikan.
Razzan mengangguk kalem, seolah bukan masalah menghadapi Agam yang siap mengamuk ini.
Satu hal lagi yang membuat seisi kelas tambah tegang; ketenangan Razzan. Tenangnya Razzan biasanya menunjukkan akan terjadi ledakan emosi Agam.
Satu-satunya orang yang masih bisa bersikap santai di saat Agam tersulut emosi, adalah Razzan. Dan siapa satu-satunya yang sanggup meredup ledakan emosi itu? Ialah si cewek yang dikabarkan Razzan tengah pingsan lantaran kena tendang bola.
Tidak berkata apa-apa lagi, Agam langsung berlari keluar kelas. Tapi baru beberapa detik mereka kehilangan tontonan yang membuat jantungan, seruan Razzan menarik perhatian lagi.
"Gam! Lo gila? Ini lantai tiga! Jangan asal lompat aja biar cepet sampe ke lapangan."
Semua yang mendengar itu langsung terkesiap. Kalau menyangkut Lamia, Agam benar-benar bahaya.
Memberanikan diri, mereka berusaha mengintip. Terutama para cewek. Melihat Agam yang tengah dilanda kekhawatiran seperti ini entah mengapa membuat mereka semakin gemas.
Sweet banget!
Meski takut, mereka tetap beranikan diri melihat dari dekat. Dan ada beberapa yang mulai mengkhayal sedang berada di posisi Lamia, di posisi yang mampu membuat Agam menjadi kalang kabut begini. Aw, senyum-senyum mupeng pun mulai bermunculan.
"Lo ngapain nahan gue, Zan?!" bentak Agam tak terima karena Razzan menarik sebelah tangannya, padahal dia sudah siap meloncat.
"Masih ada tangga, kalo kalo lo lupa," sahut Razzan.
Agam berdecak sebal. Tidak mau mengulur waktu, ia menepis tangan Razzan dan kembali menapak lantai koridor. Setelahnya--bahkan sebelum Razzan sempat bereaksi--Agam sudah berlari cepat menuruni empat susunan tangga yang membawanya ke bawah.
Seperti kesetanan, Agam berlarian melompati tangga secara tak beraturan. Tidak sia-sia, karena hanya hitungan detik, cowok itu sekarang sudah sampai di lapangan.
Para siswa yang memakai seragam olahraga di lapangan langsung melotot horor, melihat Agam seoah melihat setan.
Kedatangan Agam. Yang berarti malapetaka bagi mereka.
Agam tidak menghiraukan sekitar. Fokus utamanya sekarang adalah pada sosok cewek dengan mata terpejam yang sedang dibopong oleh tiga cowok itu.
Benar kata Razzan. Lamia pingsan.
Agam menggeram marah. Dan bertambah lagi kemarahannya karena ada tiga cowok yang membopong Lamia; di bagian kepala, punggung, serta kaki. Yang berarti tiga cowok itu tengah menyentuh Lamia, menyentuh Lamia-nya.
Mereka yang ada di lapangan jelas bertambah panik. Pingsannya Lamia saja sudah mampu membuat seluruh aktivitas di lapangan terhenti, kini bertambah lagi kedatangan Agam yang membuat jantung mereka menjadi berpacu lebih cepat.
Abaikan detak jantung yang berpacu cepat lantaran melihat Agam dalam jarak begitu dekat.
Terlebih lagi penampilan Agam yang benar-benar bisa membuat lutut para cewek menjadi lemas; raut khawatir dalam penampilan acak-acakan serta keringat yang mengalir dengan maskulin itu. Rasanya, bukan hanya Lamia saja yang pingsan. Bisa-bisa mereka juga ikutan pingsan lantaran kedatangan Agam.
Berbeda dengan reaksi para cewek, cowok-cowok jadi kicep. Terlebih lagi tiga cowok yang membopong Lamia. Mereka yang awalnya sibuk berushaa menyadarkan serta heboh ingin membawa Lamia ke UKS, kini jadi terdiam.
Tiga cowok yang tadi berjalan tergopoh-gopoh itu langsung menghentikan langkah begitu melihat Agam berlari ke arah mereka. Terlebih lagi si tersangka yang langsung berkeringat dingin.
Mati mereka! Tertangkap basah!
***
(repost 31 Maret 2022)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy on My Bed
Teen Fiction"Kalo suatu saat nanti lo mau pergi, entah karena ngejar orang yang lo suka, atau ... mau mati, lo harus ngomong sama gue ya, Gam? Jangan tiba-tiba menghilang tanpa pamit." Namanya Agam Aderald, si penyebar penyakit mematikan bagi kaum haw...