[15] Another Devil

188K 15K 1.6K
                                    

Repost tanpa perubahan dari versi Wattpad. (5 April 2022).

.

.

.

Warning! Part ini agak nganu.

~~~

[15] Another Devil

◼ ◼ ◼

Hampir pukul dua belas malam mereka sampai di gedung apartemen. Lamia benar-benar menikmati waktunya di pasar malam bersama Agam. Seolah tidak mengenal lelah, ia semangat menarik cowok itu ke sana sini.

Dan sekarang, cewek itu kelelahan di punggung Agam.

Dengan posisi gendong piggy back, ia bersandar nyaman di punggung Agam. Melingkarkan kedua tangan dengan erat di sekitar leher cowok itu.

Lamia memang sudah mulai mengantuk sejak di boncengan pulang, membuat Agam menggendongnya sejak turun dari motor. Dan sekarang, mata cewek itu pun telah terpejam meski pegangannya tetap terjaga.

Pintu lift terbuka, mereka kini telah sampai di lantai ruang apartemen mereka berada. Masih tetap menggendong Lamia di punggung, Agam melangkah melewati lorong untuk sampai di depan pintu.

Ia berbelok, dan seketika keningnya berkerut ketika melihat seseorang berdiri di depan pintu apartemen mereka.

Sesosok cowok itu bersandar di pintu yang tertutup rapat. Mukanya tidak terlihat jelas karena ia menutupnya dengan tudung jaket yang dipakai. Tangan kirinya dimasukkan ke saku celana, sedangkan tangan kanan memainkan ponsel, melempar-lemparnya ke atas hanya untuk ditangkap lagi.

Agam tahu siapa cowok itu. Bahkan hanya dengan melihat bayangannya saja, Agam jelas tahu.

Cowok itu menoleh ketika Agam telah sampai di depannya.

"Akhirnya datang juga. Gue kira kalian bakal check in di hotel," cetusnya sambil menyeringai.

"Dari mana lo tau tempat ini?" Agam bertanya tidak suka.

Selama ini, tidak ada satu pun orang mengetahui di mana Agam tinggal--tanpa seizinnya. Baik teman sekolah, maupun teman 'bisnisnya'. Sama sekali tidak ada celah untuk mencari tahu. Tempat tinggalnya begitu rahasia, begitu tersembunyi dari orang-orang luar, yang mana jelas saja Agam tidak akan membiarkan orang lain yang tidak dikehendaki sampai tahu.

Cowok itu semakin melebarkan seringaiannya. "Dari sini," ujarnya sambil memegang ponsel hitam yang sedari tadi dilempar-lempar. Dia pasti sudah puas mengobrak-abrik isi ponsel Agam.

"Lo pasti sengaja ngambil tu hape." Agam tidak mungkin bisa seceroboh itu dengan meninggalkan ponsel di sembarang tempat. Ia sangat hati-hati dalam bersikap. Terlebih lagi ponsel adalah barang yang penting baginya.

"Ups, ketahuan."

Agam berdecak.

"Tapi gue balikin kok. Nih."

Cowok itu melempar ponsel ke Agam. Dengan sigap--menggunakan sebelah tangan, Agam menangkap lemparan itu. Langsung disimpannya benda pipih itu di saku celana.

"Sana pergi, Aska," geram Agam ketika orang itu masih asyik bersandar di pintu.

Namanya Aska, si Left, parter in crime-nya Agam. Dia seumuran dengan Agam dan juga Lamia. Sama seperti mereka, Aska juga masih berstatus sebagai pelajar di SMA lain. Tapi di luar itu, dia tidak ada bedanya dengan Agam.

Aska memasang ekspresi sok terluka. "Satu jam gue nunggu di sini, langsung disuruh pulang? Padahal dalam rentang waktu itu, gue bisa main dua ronde."

Agam menatapnya tajam. "Jaga bahasa lo."

Aska mengangkat sebelah alis. "Kenapa? Takut ketahuan sama nih cewek?"

Aska mengalihkan tatapannya ke Lamia yang tertidur di gendongan Agam. Selanjutnya, ia bersiul panjang. "Cantik, manis. Pantes lo betah."

"Jangan liat-liat," bentak Agam.

Aska malah terkekeh. "Ternyata bener dugaan gue. Gak ada hubungan darah, tapi tinggal serumah. Eh, seapartemen ding. Ini kan  apartemen, bukan rumah."

"Bukan urusan lo."

"Yayaya, I see .... Semerdeka lo mau ngapain."

"Udah kan bacotnya? Sana pergi," usir Agam lagi. Gerah juga dia lama-lama menahan diri dari makhluk macam Aska ini. Ada Lamia di gendongannya, membuat perbuatan dan ucapannya jadi terbatas.

"Gue gak disuruh masuk dulu? Padahal kalo mau--dan juga lo tau sendiri, gue bisa aja bobol nih pintu dari tadi. Tapi enggak kan? Karena gue masih menghargai privasi kalian."

Agam mendengus keras. Aska memang sangat menyebalkan, tapi bagaimana pun, keahliannya memang gak bisa diremehkan. Makanya selama ini Agam masih betah bekerja sama.

"Gue sebenernya agak takut juga sih ngeliat hal-hal yang gak pantes di dalem," sambungnya sok bergidik ngeri.

Agam langsung melemparkan tatapan tajam.

"Bisa aja CD, bra, kondom, dan sebagainya masih berserakan di dalem sana."

Tanpa ba-bi-bu lagi, dengan sebelah tangan Agam kembali merogoh saku celana. Mengeluarkan sebuah pistol dan langsung menodongkannya pada Aska.

Aska melotot kaget. Refleks kedua tangannya terangkat ke atas, tanda menyerah. "Calm, Bro. Sensi amat kayak cewek PMS."

"Pergi," desis Agam sebelum kembali menyelipkan senjata api itu di saku celana.

"Iya, iya, bentar lagi pergi nih. Lo sendiri gak mau ikut gue abis narok tu cewek di dalem? Kita refreshing abis jalanin tugas. Gue mau ke club abis ini, nyari cewek buat diajak doggy style."

Agam hanya menggeleng pelan.

"Payah lo. Udah sana masuk gih." Aska lalu menyingkir dari depan pintu.

"Ngomong-ngomong, lo tahan juga ya ngendong nih cewek dari tadi," sambung Aska saat Agam baru selangkah berjalan. "Padahal lukanya belum nutup bener."

Agam menoleh. "Ka, gue lagi gak dalam kondisi mood ngeladenin lo. Kalo lo butuh hiburan, sana cari di luar."

Aska lagi-lagi terkekeh.

"Dan satu lagi, jangan sampe tempat tinggal gue bocor ke orang lain," tegas Agam.

Aska mengacungkan kedua jempolnya. "Oke, Beb. Anything for you. Lo tau sendiri lah, kalo gue homo, gue pasti udah senang hati main sodok-sodokan sama lo."

Agam berdecak jengah. Tidak ia hiraukan lagi keberadaan Aska. Ia segera membuka kunci pintu apartemen, tapi sedikit terhenti ketika mendengar Aska kembali berbicara.

"Gam, setia sama satu cewek itu ngerepotin. Lo sendiri tau kalo suatu saat nanti, mau gak mau lo mesti ninggalin nih cewek."

***


Satu kata buat Aska?

Pacarannya sama Agam, selingkuh sama Aska. Mantap jiwaaaahh #eh

Oke, jadi pertanyaannya: Apa sebenarnya hubungan Agam dan Lamia? Sudah bisa ditebak?

Bad Boy on My BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang