#2 [07] Her Brother

124K 12.2K 2.7K
                                    

.

.

#2 [07] Her Brother

⚪⚪⚪


Hari Minggu pukul empat sore. Lamia sedang berada di pinggir jalan, menikmati suasana sehabis hujan deras beberapa menit yang lalu. Jalanan di dekat apartemennya memang tidak terlalu ramai dilalui kendaraan, dan semakin sepi di saat situasi seperti ini.

Tujuannya sore ini yaitu pergi ke toko buku. Sudah janjian dengan Agam untuk menjemputnya di halte terdekat. Beberapa menit lalu cowok itu sudah mengabari kalau ia segera pulang, setelah seharian ini melakukan tugas dari Joker.

Beberapa menit kemudian Lamia sudah sampai di halte. Belum ditemukannya Agam di sana. Ia lalu duduk, dan kembali mengamati jalanan sekitar.

Pandangannya lalu berhenti ke satu titik ketika melihat sebuah Ferrari berwarna putih berhenti tepat di depan halte. Semula dahi Lamia berkerut samar waspada, namun kembali santai ketika melihat Sagara yang keluar dari pintu mobil.

"Hei, Lamia. Gak nyangka ketemu kamu di sini," sapa Sagara girang setelah sok akrab duduk di samping Lamia.

Lamia memasang senyum manis. "Sama. Gue juga gak nyangka."

"Kamu sendirian aja?"

Lamia mengangkat bahu ringan. "Ya keliatannya gimana?" candanya.

Sagara mengusap tengkuknya sebentar. Meresa canggung-canggung senang berada di dekat Lamia.

"Lagi nunggu siapa?" tanya Sagara lagi.

Tapi belum sempat Lamia menjawab, Sagara sudah menambahkan, "Oh iya ini kan halte. Kamu lagi nunggu bus?"

Lamia merasakan kecanggungan cowok itu. Oleh karena itu ia tertawa ringan. "Ya gitu deh. Iya, lagi nunggu bus," jawabnya.

Jawaban Lamia itu kontan langsung membuat Sagara tersenyum girang, seolah baru saja diberikan kado spesial. "Daripada nunggu bus, gimana kalo aku anter aja?" tanyanya semangat.

"Ah gak usah, entar ngerepotin." Lamia menolak halus.

"Gak ngerepotin kok. Aku juga lagi gak ada kerjaan kok," yakin Sagara.

Lamia mengangkat sebelah alis. "Beneran?"

"Iya. Tenang, pasti aman kok."

Bersamaan dengan selesainya ucapan Sagara, ponsel yang ada di genggaman Lamia bergetar. Lamia melirik layar ponselnya diam-diam, tanpa membuat Sagara ikut melihat.

Panggilan telepon dari Agam.

"Gimana, Lamia? Mau?" tanya Sagara penuh harap.

Dan detik selanjutnya, Lamia langsung menggeser layar ke warna merah lalu mengangguk mantap. "Iya, mau. Yuk!"

***

Lima belas menit kemudian keduanya sudah sampai di depan sebuah toko buku terbesar di kota. Lamia segera melepas seat belt dan menoleh ke Sagara. "Makasih ya, Sagara, tumpangannya."

Sagara tersenyum senang. "Iya, sama-sama."

Lamia sebenarnya sudah hendak turun, namun tidak jadi karena ditahan oleh Sagara. "Kamu mau langsung turun?"

"Ehm ... iya. Kenapa, Sagara?"

"Kalo aku nemenin kamu, gak apa kan?" tanya cowok itu ragu.

Tapi keraguan Sagara langsung lenyap begitu kedua sudut bibir Lamia terangkat, memamerkan sebuah senyum manis yang entah sejak kapan selalu menjadi favorit Sagara.

Bad Boy on My BedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang