[06] Tak-tik Bum-Jer!
👾👾👾
Begitu sampai di ambang pintu XII IPA 1, mata Razzan langsung mencari-cari sosok Lamia. Agak sulit menemukan karena tidak berada di tempat duduk biasanya, dan juga karena suasana kelas lagi berisik mengumpulkan tugas. Setelah menemukan Lamia berdiri di tengah kerumunan, Razzan langsung menghampiri.
"La, lo mesti nyamperin Agam sekarang. Di kelas," ucap Razzan langsung begitu sampai di samping Lamia.
Cewek itu menoleh. Ia baru saja selesai mengumpulkan tugas kelompok. Keningnya berkerut pelan. "Kenapa emangnya, Zan?"
Razzan mengembuskan napas berat. "Lo liat aja sendiri."
Kerutan di dahi Lamia makin dalam. Ada apa memangnya? Tadi Agam sudah ke sini, dan sepertinya cowok itu baik-baik saja.
O-ow. Atau mungkin tidak.
Lamia teringat kembali sikapnya yang memaksa Agam pergi tadi. Lalu ia melirik Razzan yang memasang wajah tegang. Apa lagi yang dilakukan cowok satu itu? Razzan tidak mungkin mau repot-repot menghampiri kalau suasana tidak genting.
Lagi pula, sejak tadi ia sudah mendengar suara-suara berisik di luar. Bisik-bisik nama Agam pun terdengar. Tapi ia berusaha tidak peduli. Agam sudah biasa membuat keributan, entah hal kecil maupun besar.
Dan sepertinya, lagi-lagi ia harus turun tangan langsung untuk menghentikan keributan yang dibuat Agam.
"Oke, makasih, Zan." Setelah melempar senyum tipis pada Razzan, Lamia langsung melangkah cepat-cepat keluar kelas.
Suara keributan itu makin terdengar jelas begitu ia sampai di koridor. Lamia mempercepat langkah. Terlihat kaca-kaca kelas XII IPA 3 ditutup rapat oleh gorden. Belum lagi pintu yang biasanya dibuka saat jam istirahat seperti ini, malah sekarang tertutup rapat. Lagi, suara ribut yang membawa-bawa nama Agam makin menggila, membuat perasaan Lamia jadi tidak enak.
Lamia berlari menghampiri pintu XII IPA 3. Didorongnya kuat pintu tersebut. Ternyata tidak dikunci, tapi ada dua orang cowok yang sepertinya ditugaskan untuk menahan pintu, eh malah asyik terbawa suasana sehingga terdorong oleh pintu yang didobrak Lamia.
Mata Lamia melotot pada apa yang disaksikannya di depan kelas.
"Agaaamm!! Apa yang lo lakuin?!"
Suasana kelas yang tadinya ribut ampun-ampunan, langsung berubah hening ketika mendengar jeritan Lamia.
Alamak! Si pawang dateng!!
Mencium akan adanya pertengkaran suami-istri, dua penjaga pintu cepat-cepat menutup akses kelas lain untuk melihat. Bagaimana pun, ini tetap untuk tontonan sekelas. Apa lagi Agam masih belum mengenakan seragam. Widih enak banget yang lain mau ikut nonton secara cuma-cuma.
Semua mata di ruangan itu langsung memusatkan perhatian ke Lamia, tak terkecuali Agam. Cowok itu menoleh dengan tampang polos, sama sekali tidak menunjukkan raut muka bersalah.
"Lamia? Kok ke sini?" Agam bertanya heran, lalu kemudian tersenyum miring. "Kenapa? Mau liat juga? Ah, padahal lo udah sering liat gue beginian, La."
Lamia melangkah lebar-lebar ke cowok yang hanya mengenakan boxer itu. Tampang manis yang biasa terlihat dari Lamia, kini tidak lagi. Cewek itu kelihatannya kesal luar biasa.
"Agam! Kenapa lo cuma make boxer?"
Agam masih dengan sikap santainya. "Udah selesai ngerjain tugas kelompoknya, La?" tanyanya menyimpang.
"Agam!" Cewek itu menghentakkan sebelah kaki, kesal. "Cepet pake seragam lo." Lamia lalu menghadap ke para penghuni XII IPA 3. "Kalian ngeliatin apa? Suka sama tontonan yang beginian?"
Buseeettt. Baru kali ini mereka kena sembur sama Lamia.
"Iya nih kalian, ngapain ngeliatin gue, hah?!" Agam ikut-ikutan membentak marah, masih dengan keadaannya yang hanya menggunakan boxer hitam sepaha.
Lamia mendelik ke Agam. "Itu semua kan gara-gara lo!"
"Kok gue sih?"
"Lo kenapa masih belum pake baju, Agam? Mereka jadi pada ngeliatin elo, kan." Lamia masih berusaha sedikit sabar.
Agam lalu menatap ke depan lagi, ekspresinya jadi gahar. "Balik badan kalian semua! Gak ada yang boleh liat lagi! Lamia gue jadi marah kan. Dia gak suka berbagi sama kalian kalian pada."
Lamia melotot gemas, tapi tetap tidak ada kalimat yang terucap.
Meski berat hati, mereka semua menurut. Kompak semuanya membelakangi Lamia dan Agam. Namun tetap masih terdengar gerutuan-gerutuan tidak rela.
"Kan lo tadi udah janji mau naked, Gam," ucap salah satu dari mereka, yang disambut persujuan yang lain. Namun tetap, mereka semua tidak berani menghadap ke Agam lagi. Satu pun, tidak ada yang melototi Agam lagi, baik cewek maupun cowok.
"Tapi kan gue gak bilang buat jadi tontonan kalian! Gue cuma bilang mau naked di kelas!" sanggah Agam.
"Huuu--"
Gebrakan meja terdengar, menghentikan seruan protes mereka.
"Apa, hah?! Mau protes?!"
Diam. Tidak ada lagi yang berani berseru kecewa.
"Tapi tenang, gue tetep bakal naked kok. Apalagi kalo yang nonton cuma Lamia seorang." Nada suara Agam jadi melembut.
"Agam!" protes Lamia. "Cepetan pake seragam lo lagi."
"Tapi gue mesti tetep nepatin janji, La."
Lamia menghela napas pasrah. Sadar kalau tidak ada yang melihat, ia berkata, "Terserah lah." Lamia lalu turut membalikkan badan.
"Kok lo ikut-ikutan balik badan sih, La? Gak mau liat? Yakiiiin? Entar nyesel lho. Kalo lo mau raba-raba juga boleh kok," goda Agam.
Para cewek langsung syok! Astagaaa!! Coba ajaaa penawaran itu buat mereka. Astaga iriii!! Lamia enak banget sih.
Lamia memijit pelipisnya pelan. "Agam, please ...."
Agam terkekeh sebentar. Lalu tidak terdengar percakapan lagi di antara mereka.
Tak lama kemudian Agam berkata, "Sudah nih, gue udah pake lagi seragamnya, La."
Entah apakah Agam benar-benar melepas boxernya atau tidak, hanya dia sendiri manusia yang tahu.
Lamia membalikkan badan, memastikan Agam sudah berpakian rapi, lalu mengembuskan napas lega.
"Kalian semua juga udah boleh balikin badan kok," ujar Agam.
Suasana berisik kembali hadir, pintu kelas pun sudah dibuka lagi. Tapi tidak ada satu pun yang berani menyalahkan Agam.
"Jangan lakuin hal ini lagi."
Setelah berkata seperti itu, Lamia membalikkan badan, mau meninggalkan kelas. Ia sudah sampai di ambang pintu, di mana ada Razzan yang bersandar pada tembok di luar sana.
"Eits! Mau ke mana? Mumpung udah di sini, yuk kita ke kantin bareng! Laper nih, La." Agam cepat-cepat menyusul dan menahan. Ia tersenyum manis.
Lamia melempar lirikan sebal, tapi hanya dibalas cengiran oleh Agam.
Cowok itu lalu menyempatkan menoleh ke Razzan. "Thanks, Bro."
Razzan mendengus keras, lalu masuk ke kelas. Kampret emang si Agam. Demi memancing Lamia agar menghampiri, dia sampai berbuat begini.
Dan sialannya lagi, Razzan yang mesti jadi penghubungnya. Bah! Ia bersikap seolah seperti pengadu saja. Kalau saja ia terlambat 'mengadu' ke Lamia, atau Lamia yang tidak cepat-cepat datang, entah apa jadinya hubungan romeo juliet jadi-jadian itu.
***
Errr fyi, ini teenlit pertama yang aku buat setelah nyaris satu tahun vakum nulis beginian. Jadi kritik, saran, atau komentar apa pun dari kalian sangat berarti buat aku :)So much thank you buat kalian yang mau ninggalin jejak komentar di sini 😚 I remember you guys!
Repost (1 April 2022)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy on My Bed
Roman pour Adolescents"Kalo suatu saat nanti lo mau pergi, entah karena ngejar orang yang lo suka, atau ... mau mati, lo harus ngomong sama gue ya, Gam? Jangan tiba-tiba menghilang tanpa pamit." Namanya Agam Aderald, si penyebar penyakit mematikan bagi kaum haw...