20. Lamar Aku.

25.9K 2.6K 762
                                    

Dito Hardiano cukup terkejut dengan kejujuran dari wanita itu. Namun dengan cepat ia menormalkan kembali ekspresi raut wajahnya. Dito berdehem terlebih dahulu sebelum membuka keheningan yang sempat terjadi di ruang tamu tersebut.

"Hem... okay Flopia. Aku jarang sekali bertemu dengan orang seperti kamu yang mau membuka aib sendiri di depan orang yang baru di kenal. Aku sangat menghargai sebuah kejujuran. Dan perlu kamu ketahui, aku semakin tertarik dengan dirimu. Jadi aku tidak akan mundur dari pertunangan ini, hanya karena kamu sudah tidak gadis lagi. Aku mau menerima masa lalumu dengan tangan terbuka," Ujar Dito dengan senyuman di bibirnya.

Kedua mata Flopia mengerjap memandang Dito. Dia merasa ada yang salah dengan telinganya saat ini. Flopia bingung sekali, seharusnya Dito akan langsung mundur begitu tahu bahwa ia sudah tidak perawan lagi. Tapi kenapa respon pria itu justru kebalikannya? Dito malah dengan senang hati menerima kekurangannya itu.

"Apa kepalamu sempat terbentur saat perjalanan ke rumah ini?" Tanya Flopia tak habis pikir dengan isi kepala Dito. "Lihat dirimu, kamu seorang pria dewasa yang masuk kategori impian semua para wanita. Kamu bisa mendapatkan wanita yang layak menjadi istrimu."

Dito tersenyum menatap Flopia, sementara orang yang ditatapnya malah terlihat begitu frustasi. "Mendapatkan wanita yang masih perawan maksudmu?"

"Ya, itu maksudku." Flopia menjawab tegas.

"Dengar Flopia, aku bukan sejenis orang yang punya pemikiran kolot mengenai keperawanan. Kebanyakan orang berpikir, yang masih perawan adalah wanita baik dan  yang tidak perawan adalah wanita yang tidak baik. Tolong garis bawahi, aku bukan orang yang seperti itu. Karena aku berpikir, menikah itu bukan masalah dia masih perawan atau tidaknya. Sebab tidak ada yang menjamin sebuah pernikahan akan langgeng jika berpasangan dengan seorang perawan, tidak perawan ataupun janda. Tapi pernikahan yang langgeng itu adalah jika kedua pasangan bisa saling mengerti satu sama lain."

Flopia memutar kedua bola matanya menanggapi perkataan Dito barusan. "Omong kosong! Sebrengsek apapun seorang pria, dia pasti tetap ingin mendapatkan wanita perawan untuk jadi istrinya. Kecuali pria itu benar-benar cinta."

"Well, aku nggak munafik. Aku memang ingin mendapatkan yang perawan tapi kalau tidak dapat juga nggak masalah. Yang penting itu aku harus tertarik dulu, kalaupun dia masih perawan berarti itu bonus untukku."

"Kenapa kamu bersikeras banget untuk bertunangan dengan aku?" Kedua mata Flopia memandang Dito dengan penuh kecurigaan. "Jangan-jangan kamu punya bisnis haram dan memiliki niat jahat kan? Kamu mau jual aku ke luar negeri atau mungkin kamu mau jual organ tubuh aku ke orang lain?"

Seketika suara tawa Dito pecah dalam ruangan itu. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran Flopia yang terlalu negatif padanya. "Apa kamu terlalu sering disakiti makanya jadi negatif seperti ini terhadap semua orang?"

Flopia diam tak menjawab, dia pun memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia malu dengan kekonyolannya sendiri.

"Akan aku jelaskan kenapa aku sangat ingin bertunangan denganmu. Mungkin ini terdengar klise, tapi jujur aku sudah jatuh cinta padamu sejak pertama kali bertemu saat kamu masih memakai baju putih abu-abu."

Flopia spontan langsung menoleh ke arah Dito dengan kening berkerut. 

"Dulu aku pernah beberapa kali datang ke rumah ini karena ada urusan penting dengan Papamu. Pernah suatu kali aku minta izin pada om Tama untuk mendekatimu, tapi beliau langsung menolak. Katanya kamu masih kecil, kalau mau aku harus menunggu sampai kamu wisuda. Saat itu aku berpikir sepertinya aku sudah gila. Bagaimana mungkin pria dewasa berusia 26 tahun mengajak anak SMA untuk menikah. Jadi semenjak itu aku memutuskan untuk tidak bermain ke rumah om Tama lagi. Aku takut khilaf akan menculik putrinya yang cantik sekali."

Hello, Flopia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang