4. Sebuah Pelukan.

26.5K 2.6K 436
                                        

"Berhenti Flopia!" Bentak Tama sembari berusaha melepaskan jambakan putrinya dari rambut Vina.

Flopia seperti sedang kesurupan saat melihat wanita simpanan Papanya itu. Kedua tangannya beraksi brutal secara bergantian. Tangan kanan menarik rambut Vina sedangkan tangan kirinya memukul perut besar Vina.

"Mas Tama... tolongin aku," Ucap Vina kesakitan.

"Flopia! Papa bilang lepaskan Vina!"

Flopia tidak memperdulikan teriakan dari Tama. Dia terus menarik tubuh Vina ke arah swimming pool. "Dasar wanita jalang! Kamu sudah tahu kalau Papa aku punya seorang istri. Tapi kenapa kamu malah hadir sebagai orang ketiga, sialan?! Benar-benar murahan! Kamu pantas mendapatkan ini!"

Flopia menceburkan Vina ke swimming pool tersebut.

"Vina!" Teriak Tama terkejut. Lalu dia menatap Flopia geram dan emosi. Menurutnya tindakan putrinya itu sudah keterlaluan.

PLAAKKK...!!

Sebuah tamparan keras dari tangan Tama mendarat mulus tepat di pipi Flopia. Seketika wanita itu terkejut dan membulatkan mata. Flopia langsung memegang pipinya yang terasa memanas dan memerah.

Sementara Tama langsung menolong Vina yang sudah memanggil dan meminta tolong untuk menariknya dari kolam renang tersebut. "Mas... aku takut melihat putrimu," Ujarnya menangis dengan basah kuyup.

"Kamu keterlaluan Floo! Siapa yang mengajarimu bertindak seperti orang yang tidak berpendidikan dan liar seperti ini?!"

Kedua mata Flopia mulai memanas. Dia sudah tidak kuat dan benar-benar ingin menangis. Tapi ia berusaha membendung air matanya, karena Flopia tidak mau terlihat lemah.

"Paa... demi nafsu dan ego. Papa tega melukai hati Mamaku juga menyakiti kehidupanku. Harusnya, rasa takut Papa pada Tuhan jauh lebih besar daripada nafsu dan rasa egois Papa itu!" Teriak Flopia melawan perkataan Tama.

"Mama mencintai Papa sepenuhnya. Mama menerima Papa apa adanya, tetapi kenapa Papa begitu kejam melukainya? Kenapa?" Tanya Flopia dengan suara parau menahan tangisnya. "Ini bukan lagi soal pacaran yang bisa putus begitu saja. Ini tentang sebuah pernikahan dan aku pun bisa ada di dunia ini karena hasil buah cinta kalian berdua. Tetapi kenapa begitu mudahnya Papa menghancurkan segalanya hanya karena wanita murahan itu?!"

"Tutup mulutmu Floo! Kamu tidak mengerti apa yang menjadi permasalahan antara Papa dan Mama. Lebih baik kamu diam saja atau Papa akan menamparmu lebih keras lagi!"

"Silahkan, tampar saja!" Tantangnya berani. Kemudian dia tersenyum miris sambil menjambak rambutnya sendiri. Hatinya hancur dengan sikap pria yang selalu dia banggakan selama hidupnya. "Inikah arti anak bagimu? Inikah pertanggung jawabanmu kelak pada Tuhan tentang anak dan istrimu? Hancurnya cinta Papa pada Mama berakibat hancurnya juga kehidupan putrimu ini! Papa menghancurkan kehidupan kita hanya karena nafsu Papa!!"

PLAAKKK ...!!

Kembali Tama menampar pipi Flopia untuk yang kedua kalinya. "Kamu benar-benar anak yang tidak tahu diri! Kamu seperti anak durhaka yang sudah melawan orang tua! Selama ini Papa membesarkanmu dengan kasih sayang dan hidup yang mewah. Apa semua perlakuan Papa selama ini langsung hilang dalam sekejap hanya karena Papa melakukan satu kesalahan?"

Tama tidak lagi memperdulikan orang-orang sekitar Kafe yang menonton mereka. Dia mengeluarkan seluruh emosi yang ada dalam dirinya. "Papa sangat kecewa padamu. Sekarang begini saja, setelah Papa dan Mamamu bercerai. Kamu lebih baik tinggal dengan Mamamu. Papa malas dan tidak mau mengurus putri yang membangkang seperti dirimu!" Lanjut Tama dengan penuh penekanan kata.

Dalam sekejap pertahanan dari Flopia pun hancur. Air mata bening itu perlahan mengalir melewati pipinya, saat mendengar kalimat dari Tama.

"Aku anakmu," Balas Flopia lemah. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa sakitnya. Dan itu semakin membuat dada Flopia terasa sesak. Air matanya pun mengalir semakin deras.

Hello, Flopia!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang