Chapter 1: Bagian 2

521 12 0
                                    

"Ya, Master"

[T/N: i know, ini seharusnya diterjemahkan sebagai "tuan", tapi kamu bakalan mengerti nanti...]

Dengan sopan aku menundukkan kepalaku ke arah Master-ku. Setelah itu, Ibu tidak berkata apa-apa. Pada pagi hari di mana ujianku diadakan, μ's tidak ada jadwal latihan pagi sehingga aku masih punya waktu. Ibuku adalah orang yang baik tapi kalau itu sudah mengenai urusan latihan, maka beliau adalah Master yang aku hormati. Satu-satunya yang bisa aku lakukan adalah mengatakan "ya" padanya dan membungkuk sebagai muridnya.

Sementara aku mendengarkan alunan lagu "Ume", aku menari tanpa beban pikiran. Sinar mentari yang memasuki ruang latihan dari jendela secara bertahap semakin kuat. Bahkan setelah memakai yukata kapas yang agak longgar, tubuhku tetap terasa seperti berkeringat. Sekarang, mood-ku menjadi lebih ringan bersama dengan kenyamanan pakaian latihan saya.

[T/N: kata "Plum Spring" disini aku terjemahkan langsung sebagai UME. FYI, Ume ada ikon bunga musim semi yg pernah populer di Jepang sebelum Sakura menjadi lebih populer saat ini. Dalam bahasa indonesia diterjemahkan sebagai prem cina atau aprikot jepang. It make sense now... Choose Ume, bcz Umii... dahh!!]

Tiba-tiba, pemikiran berlebihan melintas di dalam kepalaku. Aku tidak boleh. Aku bakalan dimarahi, nih. Aku tanpa sengaja melihat sekilas ke arah ibuku yang sedang duduk di dekat panggung tari. Dia memejamkan mata dan tubuhnya baru saja bergoyang beberapa waktu yang lalu. Beliau pasti sedang mendengarkan musik dengan penuh perhatian. Tiba-tiba, aku merasa ingin tertawa. Ehh, Aku pasti bakalan mati, nih. Mungkinkah ibu tertidur dengan sinar matahari yang mengarah kepadanya? Oh tidak! Aku yakin tarianku tadi melewati garis batas. Fyuh, Aku memejamkan mata dalam kelegaan.

Ibuku adalah satu-satunya anak perempuan yang lahir di dojo ini dan kepala sekolah tari Jepang aliran Sonoda.

Dengan kata lain, ibu adalah kepala keluarga saat ini. Ayahku mengambil nama belakang ibuku. Keluarga Sonoda pada awalnya adalah keluarga prajurit. Namun, garis keturunan keluarga ini kebanyakan adalah wanita. Tidak banyak pria yang lahir. Seringkali, menantu laki-laki dijadikan bagian keluarga daripada sanak keluarga sendiri. Tapi kali ini berbeda, ibuku mewarisi dojo itu sendiri. Itulah mengapa tempat ini awalnya merupakan sekolah tari Jepang.

Tapi ketika ibu bertemu ayah secara kebetulan dan kemudian menikah, ayah juga membuat tempat ini menjadi dojo bela diri. Di dojo bela diri lantai kayu ini, di satu sisi dibuat menjadi panggung dansa. Saat ini, tempat ini digunakan sebagai panggung tarian Jepang. Tapi seandainya, ketika kamu membuka lapisan dalam panggung, tempat ini bisa digunakan sebagai area panahan dan pada sisi lain taman yang luas dapat digunakan sebagai tempat target latihan untuk latihan panahan.

Ayahku adalah seorang seniman bela diri, ibu adalah seorang instruktur tari.

Sejujurnya, aku ingin menjadi pengganti ayah. Namun, akulah yang diharapkan menjadi instruktur tari Jepang berikutnya. Tentu saja, karena ini adalah dojo seni bela diri / sekolah tari Jepang, aku rasa tidak ada yang salah kalau juga menggantikan ayah. Dengan perkataan tersebut, aku mengarahkan pandanganku tentang bagaimana ibu yang saat ini sedang tertidur melakukannya. Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan harapan mereka kepadaku. Kemudian, tepat setelah musiknya selesai, ibu membuka matanya.

"Bagus sekali! Ulasan singkatnya, kamu melakukannya dengan baik. Jika kamu bisa mempertahankannya, maka kamu akan menjadi pengganti yang baik untuk aliran Sonoda. Dan dengan itu, karena kita sudah mengadakan latihan pagi hari ini maka kita tidak perlu latihan untuk malam ini. Malam ini aku akan pergi dengan ayahmu untuk sementara waktu."

Saya berpikir, "Oh Jadi, karena itu toh?!."

Aku melihat ibuku dan terus berpikir. Kalau dipikir-pikir lagi, ulang tahun Ayah akan segera tiba. Pikiran itu membuatku tiba-tiba bahagia. Selain itu, sepertinya aku bisa meluangkan waktu bersama para member lainnya setelah latihan sepulang sekolah.

"Jadi, Apakah boleh kalau saya pergi dan makan malam bersama Honoka dan yang lainnya malam ini?"

"Aku sama sekali tidak keberatan, Kalian berdua itu selalu akrab, kan? Bagus sekali kamu memiliki seorang teman baik seperti dia. Kalau kayak gini terus, bahkan suatu saat ketika kalian menikah dan saat melahirkan anak-anak kalian, Kalian berdua masih akan terus bersama. Ini sama seperti Kii-chan dari 'Homura' dan aku. Ini seperti kalian berdua adalah teman sejak kecil bahkan saat masih berada di dalam rahimku dan Kii-chan. Ketika kami mengetahui bahwa anak-anak yang kami kandung pada saat bersamaan menjadi teman sekelas, kami benar-benar terkejut."

[T/N: actually this is "normal" view but somehow it can be 'seonggok bahan fanboyingan'. I mean.. "menikah", "melahirkan", "bareng". Wwww....]

Sementara aku mendengarkan ibu saat dia tersenyum sementara berbicara, aku sedikit muak dengan cerita itu. Honoka dan aku itu tidak sama seperti Ibu dan temannya. Karena begitu membuatku frustrasi jadi aku tidak bisa terang-terangan menyangkalnya. Karena, aku harus bersiap untuk sekolah, jadi aku segera pergi meninggalkan Ibu.

Pernikahan? Anak? Aku benar-benar tidak bisa memikirkan apa pun tentang hal tersebut sekarang. Itu menyulitkan untuk membicarakan hal-hal yang masih jauh di masa depan. Sebaliknya, saat ini aku seharusnya memikirkan tentang tempat di mana kita berkumpul, sekolah. Meskipun kita bertemu setiap hari, itu hanya demi melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Sekolah Otonokizaka dari penutupan.

Tetap saja, Ibu hanya melihat segala hal dengan caranya sendiri.

Hati seorang anak dengan gigi kebijaksanaan.

Apakah aku benar-benar seorang pesimis seperti kata Kotori, yah?

[T/N: gigi kebijaksanaan itu gigi geraham yg tumbuh pada umur 17-25 tahun. Usia dimana seseorang bisa disebut bijaksana]

Love Live! School idol diary: Umi Sonoda [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang