➖Stress Out!

22.1K 1K 72
                                    

Jeon Jungkook selalu berhasil membuat Taehyung lupa sekejab pada ritunitasnya yang padat. Melupakan tumpukan berkas pasien yang menunggu untuk diverifikasi—dan diberikan kode agar dananya dapat segera dicairkan. Melupakan dering telefon yang memengkakan telinga—mungkin atasan Taehyung yang marah-marah lagi menuntut lelaki berambut coklat itu menyelesaikan pekerjaannya.

Tapi Jungkook yang terlentang di atas meja kerjanya—

--dengan kaki yang terbuka dan bibir yang tidak berhenti mengeluarkan desahan kotor.

Membuat Taehyung menjadi masa bodoh dengan pekerjaannya. Masa bodoh jika sehabis ini ia dipecat—kemungkinannya kecil, mana  mungkin mereka mau melepaskan pegawai sepintar Taehyung hanya karena deadline hari ini tidak terselesaikan. Salah sendiri—tuntutan yang tidak masuk akal, kepala Taehyung rasanya hendak pecah.

Stress.

Dan Jungkook siang itu menyelinap ke ruangannya, menyingkirkan berkas yang menunggu dicumbu tangan Taehyung. Terentang di atas meja kerjanya—lalu melakukan fingering tanpa malu-malu.

'a-akh—d-daddy—j-jebal—'

Jari telunjuk Jungkook melakukan gerakan keluar masuk secara berulang-ulang. Kemudian disusul dengan digit dari tengahnya. Melakukan gerakan menggunting hingga suaranya menjadi vokal.

'ini—ahh—t-tidak dalam—'

Merengek gelisah. Sementara satu tangan lainnya mencubiti putingnya di balik kaos putih yang masih membungkus bagian atasnya. Jemarinya mengeruk lebih dalam, menyapa rektumnya yang lembut. Tapi tidak bisa sedalam jari Taehyung—ukuran jari mereka berbeda jauh.

't-tolong—akh—d-daddy nggh'

Desahannya begitu needy. Wajahnya frutasi karena prostatnya tidak tersentuh jemarinya. Sedangkan tangannya yang lain menjamah penisnya yang masih terkulai lemas. Memompanya seiringan dengan gerakan jari di lubangnya yang mulai becek.

"berusaha lebih keras, Jeon—"

Taehyung menyesap kopinya. Mendudukkan diri di kursi tepat di depan kaki Jungkook yang mengkangkang. Menatapi bagaimana kerutan merah muda itu menghisap dua jari Jungkook yang tenggelam di dalam sana. Sedangkan penisnya sendiri perlahan mulai bangkit karena gairah.

'u-ugh—j-jebal daddy—'

'ini ahh—tidak dalam—nghh'

Jungkook bergerak gelisah. Lubannya berkedut penuh kebutuhan sedangkan jarinya tidak mampu menyentuh titik ekstasinya. Mendesah frutasi—tubuhnya tidak bisa bereaksi jika bukan karena sentuhan Taehyung. Ia butuh lebih—lubangnya butuh disiksa lebih dari ini. Dijejali dengan jemari panjang Taehyung—lalu digenjot oleh penisnya yang berurat.

Taehyung berdecak, menghabiskan kopinya dan membuang wajahnya dalam keranjang sampah. Lelaki itu melongkarkan dasinya sebelum meletakkan diri diantara kaki Jungkook. menarik jemari Jungkook keluar dan menatap lubangnya yang terlihat kembali menyempit.

'a-akh—d-daddy—ngghh'

Jemari Taehyung mengeruk lubangya seperti yang ia inginkan. Bahkan lelaki itu menanamkan kecupan sehalus kupu-kupu di pangkal pahanya. Jemari Taehyung panjang, melakukan gerakan keluar masuk saja sudah membuat Jungkook keenakan.

Dua jemari lainnya bergabung dengan cepat. Melonggarkan lubangnya sesekali menekan prostatnya dengan keras. Membuat Jungkook mengerang lebih dan lebih lagi. Berteriak setiap kali jemari Taehyung engaja meninggalkan satu tekanan panjang pada prostatnya.

'e-enak daddy—ahh hh—'

Jungkook mengocok penisnya sendiri yang membulirkan precum. Tangannya yang menganggur beralih memilin putingnya gemas, memberi stimulasi berlebih pada tubuhnya yang lapar.

Taehyung menyeringai; tidak ada salahnya kan bermain-mai dengan pacarnya yang manis?

Ia menarik jarinya ketika merasakan rektum Jungkook semakin mengetat. Membuat lelaki bergigi kelinci itu mendesah kecewa.

"d-daddy—ayo lanjutkan uhh—"

Jungkook merengek. Taehyung menarik dirinya menjauh, membuka lemarinya dan menarik dua benda keramat yang selalu tersimpan disana.

Sewaktu-waktu dibutuhkan.

"Hei Jeon—"

Taehyung beralih mendekati Jungkook. Suara beratnya membuat Jungkook merinding. Mendesah lirih ketika lidah Taehyung mengulum telinganya.

"—daddy ini bermain sebentar. Apa baby boy mau melakukannya?"

Tangan Taehyung memilin putingnya yang menegak. Jungkook mendesah lirih, menyerahkan dirinya di depan Taehyung.

"good boy—"

'a-akh daddy—j-jangan itu—sial—'

Taehyung gesit memasang cockring pada penis Jungkook yang menegang.

"bahasa sayang—apa kau ingin daddy menghukummu?"

"a-ani—ahh—daddy jangan vibrator!"

Jungkook berteriak heboh ketika Taehyung menjejalkan vibrator ke dalam lubangnya. Bukan—bukan ini yang ia mau. Mainan plastik yang bergetar itu tidak akan terasa sama penuh dengan penis Taehyung.

"penis—akh—Kookie mau penis daddy—a-akh!"

Jungkook memegang pinggiran meja ketika Taehyung menyetel getarannya ke level tertinggi. Benda plastik itu mengaduk-aduk lubangnya—sedangkan penisnya tidak dijinkan untuk meledak.

'a-ahh—daddy—hh'

Mata Jungkook terbalik ketika Taehyung menekan vibratornya lebih dalam. Menggelitik prostatnya dengan telak, menjadikan mulutnya banjir oleh saliva karena nikmatnya.

Tetap saja; lubangnya tidak terasa penuh.

"daddy harus menyelesaikan tugas ini baby—setelah itu, penis daddy akan memenuhi lubangmu. Oke?"

Taehyung mengelus selangkangannya yang terasa sakit karena tegang. Tapi mau bagaimana lagi, ada puluhan berkas yang menunggu untuk segera dijamah. Ia tidak bisa membiarkan dirinya semakin penig—karena meninggalkan berkasnya sama saja menumpuk tekanan pekerjaan untuk esok hari. Salahkan hormonnya yang tidak akan pernah bisa berkompromi jika menyangkut adegan ranjang dengan Jungkook.

Sungguh Taehyung ingin menulis resign—beralih pekerjaan menggagahi Jungkook setiap hari.

"jangan coba-coba menyentuh dirimu sendiri—atau melepas cockringnya. Dimengerti?"

'a-ahh daddy—j-jebal—ahh—'

'ahh—d-daddy—nghh—'

Taehyung meninggalkan satu kissmark gelap di dekat pangkal privasi Jungkook. mengelus penisnya yang tegang—mengenaskan karena tertahan cockring. Membereskan berkasnya yang tergeletak mengenaskan di lantai, dan beranjak meninggalkan Jungkook di atas mejanya.

Dua jam atau mungkin tiga jam cukup 'kan?

.
.
.

Efek stress mau pkl. Kemungkinan bakalan hiatus dulu—atau slow banget buat update. Sekalipun ada ide; ga janji bakalan ada waktu buat nulis.

Stress banget. Satu-satunya lari dari kehidupan itu dengan nulis atau kobamin bangtan—sudahlah,  -_-

Sekian.

Soif de Vivre!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang